Suatu hari Winston Churchill (presiden
AS) mempersiapkan pidatonya sampai berjam-jam. Saat itu beliau sedang mempersiapkan pidatonya pada salah satu wisuda sarjana di Universitas Oxford. Tidak biasanya beliau menyiapkan pidato sampai berjam-jam lamanya. Dan hasilnya adalah pidato yang sangat menyejarah. Bahkan sejumlah sejarahwan meyakini, inilah pidata Churchill yang paling
berpengaruh dalam sejarah.
Sejenak saya membayangkan seandainya saya berada di ruangan itu mungkin perasaan saya akan biasa-biasa saja, karena saya hanya akan mendengarkan seseorang berpidato tapi hanya mengucapkan tiga kata saja 'never give up'. Pasti gak ada asyik2nya to ?
Tapi sore ini ketika saya sedang
menikmati tarian indah burung-burung Jalak Bali di kandang, saya seakan
mendapat energy baru dari kalimat 'never give up' tersebut. Sebab di atas segala
rasa syukur saya atas keberhasilan mengembangkan penangkaran jalak bali ini saya
merasakan bahwa spirit dari 'never give up' memang selalu menyertai saya sejak saya
merintis penangkaran-penangkaran saya sebelumnya seperti penangkaran kenari, cucak rawa, jalak suren, murai batu, sebelum
akhirnya sekarang konsentrasi di penangkaran Jalak Bali.
Tidak banyak orang yang tahu bahwa penangkaran
Jalak Bali ini, saya wujudkan setelah sebelumnya saya kebanting-banting di arena
breeding berbagai macam burung. Murai Cucak Rawa, Jalak Suren, Murai Batu dan
terakhir saya focus di Jalak Bali ini.
Pengalaman ini bukanlah pengalaman yang langka. Karena pengalaman serupa juga sering dialami oleh banyak penangkar dan penghobi burung. Bagi mereka adalah hal yang biasa jika mereka harus kebanting-banting di
arena breeding. Tabungan kesulitan yang mereka miliki biasanya demikian menggunung. Dari
kematian burung, enggan bunyi, enggan bertelur, burung lepas kandang hingga diinterogasi
BKSDA, tetapi toh tidak berhenti berjuang. Rupanya di balik sikap ulet untuk tidak pernah berhenti ini,
sering bersembunyi banyak rahasia tentang kesempurnaah hidup. Itu menjadi pemandangan biasa di arena breeding. Wouw . . .begitukah ???
Ingat tentang tetesan air yang bisa melobangi batu saat kita mendengarkan dongeng waktu sekolah dulu ? Dongeng itu begitu hidup dalam dunia breeding. Hanya karena sikap yang tidak pernah berhentilah ( istiqomah ) yang membuat batu berlobang. Itulah filosofi dari 'never give up'
Bukankah besi hanya menjadi pisau setelah ditempa palu besar berulang-ulang, dan dibakar api panas ratusan derajat celsius. Dan pohon beringin besar yang berumur ratusan tahun, berhasil melewati ribuan angin ribut, jutaan hujan, dan berbagai godaan yang meruntuhkan, sebelum akhirnya mengundang kekaguman orang untuk berdecak kagum "Wouw . . . indahnya pohon ini"
Saya memiliki pengalaman yang sangat menarik berkaitan dengan hal ini. Yaitu saat saya naik kereta api dari Klaten ke Jakarta. Dalam berpuluh kali perjalanan itu sering kali ketika saya sampai di stasiun Purwokerto saya kerap bertemu dengan seorang pengasong nasi bungkus
yang menawarkan dagangannya dengan cara yang unik.
Sang pedagang asongan selalu
menawarkan dagangannya dengan meneriakkan satu kata “PAKET” dengan kencang yang
melebihi kencangnya raungan loko kereta api. Awalnya saya merasa asing dengan kata
“PAKET” itu. Namun lama-lama saya menjadi terbiasa dan akhirnya malah
merindukannya.
Pedagang asongan itu secara
konsisten alias 'never give up' terus menawarkan dagangannya dengan
meriakkan kata “PAKET. . . PAKET . . .nasi enak, tidak enak uang kembali . . . PAKET”. Dari pekan ke pekan saya lihat langganannya makin banyak “. . . .PAKET . . .PAKET . .
.”
Begitulah akhirnya saya belajar tentang keuletan 'never give up' dalam menangkarkan burung Jalak Bali dari pedagang nasi bungkus di stasiun itu.
Hikmah memang bisa berada di mana saja, dan dibawa oleh siapa saja. Dan saya menemukannya di stasiun kereta, bagaimana dengan anda ?.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar