Sebuah sumber menyebutkan, konon Indonesia memiliki 1.594
jenis burung dari 10.000-an jenis burung di dunia, Jumlah ini menempatkan
Indonesia sebagai pemilik burung urutan ke-5 terbanyak di dunia.
Namun jika ditelisik lebih dalam ternyata kekayaan kita yang
begitu besar tersebut, memiliki persoalan mengerikan. Tahukah anda bahwa status
burung di Indonesia paling terancam punah di dunia ? Lebih parahnya lagi upaya
pelestarian terhadap burung-burung tersebut lebih banyak dilakukan oleh
peternak kampong, bukan oleh lembaga perburungan atau oleh pemerintah misalnya.
Ironis ! Padahal jelas mereka memiliki otoritas dan sumber daya yang jauh lebih
hebat dari para peternak kampong itu.
Perhimpunan Pelestari Burung Indonesia pernah
mengeluarkan catatan dimana ada 122 jenis burung di Indonesia terancam punah
dan masuk daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature).
Ngeri toh ?
Dari 122 jenis tersebut, 18 jenis berstatus ‘kritis’, 31
jenis berstatus ‘genting’, sementara 73 jenis tergolong ‘rentan’.
Kok bisa sedemikian parahnya ? Bukanah rakyat Indonesia
terkenal sebagai orang yang ramah, baik hati, murah senyum dan tidak sombong ?
Kok bisa kekayaan hayati tersebut hingga terancam punah kebeadaannya dengan
tingkat ancaman paling serius di dunia ?
Para cerdik pandai dan komentator itu punya analisa
begini. Kata mereka ada banyak faktor seperti perburuan dan perdagangan. Yang
utama terancam punahnya berbagai jenis burung di Indonesia adalah gangguan atau
tekanan pada habitat mereka. Pengrusakan lingkungan alami (hutan) menjadi lahan
pertanian, perkebunan, hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan
industri, merupakan serangkaian aktifitas yang menyebabkan berkurang bahkan
hilangnya habitat burung, sebagaimana pernah diungkapkan Ria Saryanthi, Manager
Program Konservasi Burung Indonesia dalam siaran pers saat memperingati
Hari Sejuta Pohon beberapa waktu yang lalu.
Upaya Pelestarian
Berbicara mengenai pelestarian burung, mestinya menjadi
tema yang menarik, mengingat keberadaan burung-burung yang semakin dekat dengan
ancaman kepunahan tersebut. Namun sayangnya di lapangan justru menjadi pekerjaan
yang menyedihkan. Karena berbagai upaya pelestarian burung baik yang dilakukan
oleh lembaga pecinta satwa maupun pemerintah sering kali tidak menyentuh pada
pokok persoalannya. Mereka nampaknya hanya pandai berwacana di tataran teori
yang sering kali membuat para penangkar (penyelamat burung ) itu bingung karena tidak nyambung dengan persoalan riilnya.
Mereka kadang hanya berorientasi pada proyek semata dan
dalam prakteknya mereka tidak menyentuh pada aspek riil dengan sunguh-sungguh. Mereka
hanya senang berwacana dengan menunjukkan data statistik yang tidak jelas
jluntrungannya.
Yang justru bergerak pada tindakan nyata dalam
pelestarian ini adalah para peternak kampong, misalnya seperti para peternak
Jalak Suren, Jalak Putih dan Jalak Bali yang banyak terdapat di Kabupaten
Klaten. Namun ironisnya usaha nyata dari masyarakat ini tidak mendapat respon
yang berarti dari pemerintah maupun lembaga pelestari burung.
Ironisme Peran
Penangkar.
Sementara itu, sebagai sebuah contoh, di Klaten Jawa
Tengah terdapat ratusan penangkar Jalak Suren, Jalak Putih dan Jalak Bali.
Mereka berjibaku menangkarkan burung-burung tersebut dengan semangat yang
tinggi namun terabaikan oleh para pemangku kepentingan. Mereka kurang
mendapatkan perhatian yang memadai dari para pemangku kepentingan seperti dinas
pertanian kabupaten, kementerian kehutan (BKSDA) Jawa Tengah. Apa lagi oleh
kementerian pusat.
Padahal sesungguhnya para penangkar ini layak disebut
sebagai pahlawan penyelamat burung-burung itu. Mereka dengan berbekal modal
yang seadanya, ilmu yang cupet tanpa bimbingan siapapun mereka tetap menangkarkan
burung-burung itu dengan penuh semangat.
Melihat keberadaan mereka bahkan mungkin tidaklah berlebihan jika saya katakan bahwa sampai saat ini mereka masih menjadi anak tiri yang ditelantarkan oleh bapak kandungnya. Padahal peran mereka sangat nyata. Beratus
burung bisa merek hasilkan dari penangkaran mereka setiap bulannya, tanpa
dorongan pihak-pihak yang mestinya memberikan dorongan, bimbingan atau
syukur-syukur memberikan bantuan modal itu.
Inilah yang saya sebut sebagai ironisme penyelamatan burung dari ancaman kepunahan. Tapi untunglah para penangkar ini adalah orang-orang yang berfikiran sederhana yang tidak berharap banyak uluran tangan dari berbagai pemangku kepentingan di atas.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar