Sering sekali
saya menerima pertanyaant tentang bagaimana caranya menangkarkan jalak bali ?
Bagaimana prospeknya penangkaran jalak bali
? Atau saran seperti ini “Saya berminat menangkarkan jalak bali, minta
bimbingannya”. Dan masih banyak lagi pertanyaan permintaan dan harapan lainnya.
Menanggapi
pertanyaan permintaan maupun harapan di atas saya selalu memulainya dengan pertanyaan
balik; apakah anda mas, om, bapak selama
ini adalah seorang penggemar burung ?
Jawaban mereka
saya klasifikan menjadi tiga golongan. Pertama adalah golongan para penggemar
burung. Golongan kedua adalah orang yang sekedar suka dengan burung dan telah
memelihara beberapa ekor burung ‘ringan’ semacam kutilang, trucukan dan ciblek.
Golongan ketiga adalah orang-orang yang tidak atau belum memiliki minat kepada burung,
namun memiliki keinginan untuk terjun dalam penangkaran jalak bali.
Jawaban atas
pertanyaan pembuka tersebut akan menentukan cerita saya lebih lanjut. Jika dia
seorang penghobi burung, maka saya akan siap untuk belajar bersama dia dalam
menangkarkan burung jalak bali. Kalau dia sekedar seneng dengan burung maka
saya perlu omong-omong lebih lama untuk mengetahui kesiapan dia menangkar
burung jalak bali. Untuk golongan orang ketiga yaitu orang yang selama ini
belum memiliki ‘rasa’ terhadap burung saya selalu menyarankan agar tidak usah
meneruskan niatnya untuk menangkar jalak bali, kecuali dia bertekad untuk
menumbuhkan minatnya kepada burung.
Lo kok ada orang
yang belum memiliki rasa suka terhadap burung tapi berminat untuk menerjuni
dunia penangangkaran jalak bali. Sekilas memang nampak aneh, tapi begitulah kenyataannya. Karena ternyata keuntungan
potesial (prospek) yang ditawarkan oleh
penangkaran jalak bali benar-benar telah menjadi magnet yang menarik mereka.
Mereka mengetahui bahwa dalam penangkaran jalak bali terdapat peluang untuk
mendapatkan keuntungan yang cukup bsar.
Terus mengapa
saya terkesan menganaktirikan golongan yang ketiga ini ? Apakah ini tidak
berarti saya telah melakukan sikap tebang pilih dalam bekerjasama dengan
penangkar ? Apakah sikap seperti ini tidak bertentangan dengan nurani sebagai
penangkar yang bertekad berbagi ilmu dan pengetahuan menangkarkan jalak bali demi
kelestarian jalak bali di Indonesia ?
Mungkin itu
sederetan pertanyaan yang muncul ketika mengetahui sikap saya seperti dalam
paparan diatas, dimana saya tidak antusias menyambut keinginan mereka untuk
menerjuni dunia penangkaran jalak bali. Mungkin sekilas saya akan nampak tidak
fair, tebang pilih dalam menanggapi keinginan orang yang ingin menerjuni dunia
penangkaran jalak bali, namun sebenarnya saya justru berkeinginan untuk “menyelamatkan”
mereka dari kemungkinan dampak negative dari penangkaran jalak bali.
Dunia penangkaran
sesungguhnya adalah salah satu bentuk dari dunia usaha (entrepreneur). Sebagai salah
satu varian dari dunia usaha maka penangkaran jalak bali mewarisi semua
tantangan, problem, peluang, hambatan yang sama dengan kegiatan wira usaha yang
lain.
Menerjuni dunia
penangkaran tak ubahnya seperti menerjuni bisnis kuliner, penerbitan, otomotif,
dan lain-lain. Menerjuni bisnis selalu membutuhkan modal, planning, kerja
keras, jiwa yang ulet, passion dan lain-lain. Dan mereka selalu dihadapkan pada
dua kemungkinan yang sama yaitu kegagalan versus kesuksesan. Bersambung . . . . .
Tidak ada komentar:
Posting Komentar