Saya
ada satu rencana lagi, yaitu menengok penangkaran Jalak Bali di
habitatnya yang asli. Maka rencananya besok Sabtu pagi, seorang diri,
dengan kereta api ekonomi saya pergi ke Pulau Bali. Sekarang tiket
kereta api ekonomi Sri Tanjung sudah di tangan ini. Tiket kereta ekonomi jurusan Jogjakarta –
Banyuwangi. Haa . . . ke Bali naik kereta api ? Apa bisa sampai ? Tenang aja boy . . .
Perjalanan
kereta ini sungguh sangat menyenangkan hati. Sepanjang jalan tersaji
dengan rapi hamparan sawah yang baru dipanen petani. Sawah hutan dan
ladang silih berganti mewarnai pemandangan selama perjalanan yang
memakan waktu seharian ini. Berbagai pengalaman saya meresap di hati.
Sesuatu banget . . .cetar membahana badai.
Malam
hari saya sampai di stasiun kereta api Banyuwangi. Semalaman saya
menginap di bumi Blambangan warisan Minak Jinggo ini. Ya masih sangat
jelas kuingat sudut-sudut kota ini, sebab aku memang dilahirkan dan
dibesarkan di daerah yang bersuku asli osing ini. Saya menghabiskan masa
kecil di daerah ini. Demikian juga saat sekolah nanti. SD, SMP, dan SMA
aku rampungkan dengan manis di daerah ini. Baru setelah SMA aku
meninggalkan tempat ini untuk melanjutkan studi dan mengembara mencari
hakikat diri.
Semalam
aku menginap di bumi nenek moyangku ini. Aku tidur di bangku pelabuhan
di kota ini. Nyenyak sekali . . .sebab nyamuk-nyamuk pada pergi, dia
tahu sejak kemarin saya belum mandi.
Minggu
dini hari, menggunakan pelayaran pertama kapal fery, aku meninggalkan
pelabuhan Banyuwangi. Hanya setengah jam pelayaran, saya sudah
menginjakkan kaki di Pulau Bali.
Duh
senangnya hati ini. Semilir angin pagi menyapaku ramah mengenalkanku
lebih dalam tentang pulau ini. Hangatnya mentari pagi mengingatkanku
akan misi sebenarnya kepergianku kali ini. Ya aku ingin melihat
penangkaran Jalak bali di habitatnya yang asli. Bukan penangkaran yang
di Kota Solo atau penangkaran yang berada di Kabupaten Klaten apa lagi
yang di penangkaranku sendiri. Ya . . . memang aku ingin melihat
penangkaran di habitatnya yang asli.
Saat
asyiknya saya menyusuri pantai tiba-tiba seorang kakek tua tegap
berdiri di depanku dan menatapku tiada henti. “Aku tahu, anda bukan
penduduk sini”, kata sang kakek membuatku heran tiada bertepi. “Kok
kakek tahu, saya bukan orang sini ?” tanyaku mengerti. “He he heh . . .”
kakek itu malah terkekeh seakan memamerkan gusinya yang sudah tidak
bergigi. “Baumu . . . baumu . . . bukan bau orang sini” katanya
menjelaskan bahwa bauku bukan bau penduduk asli. “Penduduk sini rajin
mandi, sedangkan kamu sudah dua hari tidak mandi . . .he he he” kata
kakek itu lagi. “Sialan dia tahu aku tidak mandi sudah dua hari . . .
maklum dalam perjalanan hal yang paling sering aku lupakan memang
masalah mandi” bisikku dalam hati.
“Aku
tahu kamu kesini, ke pulau bali ini ingin melihat penangkaran Curik
Bali” katanya membuyarkan lamunan ini. “Iya benar kek, saya memang ingin
melihat penangkaran Curik Bali di pulau ini” kataku buru-buru
menimpali. “Baiklah akan aku ceritakan seutuhnya tentang penangkaran
Curik Bali di sini”, kata kakak memulai.
Itu
hutan yang di depan kita itu adalah bagian dari Taman Nasional Bali
Barat. Di sana ada penangkaran Curik Bali, tepatnya berada di desa Tegal
Bunder, Sumber Klampok, Gerokgak, Singaraja. Orang-orang itu sudah
menangkarkan Curik Bali ini sejak bulan April 1995. Sudah lama kan ?
Tanya sang kakek tua. “Wah sudah lama ya kek, pasti anakan yang
dihasilkannya sudah banyak ya kek ?” tanyaku pada sang kakek. Sang kakek
terdiam, tidak merespon pertanyaan saya.
Kakek
melanjutkan ceritanya. Kata mereka para pejabat kehutanan itu, proyek
ini merupakan ‘tindak lanjut’ dari Proyek Penyelamatan Jalak Bali yang
dilaksanakan oleh ICBP (International of Conservation for Bird
Preservation) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan
dan Pelestarian Alam (PHPA) atau Ditjen Perlindungan Hutan dan
Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan waktu itu. Tapi penduduk
sini tidak tahu apa yang dimaksud dengan proyek-proyek itu. Penduduk
sini merasa tidak dilibatkan dengan sepenuhnya. “Ooo . . .begitu “
kataku dalam hati.
Sang
kakek mengajakku menyusuri area penangkaran yang memakan tempat seluas
satu hektar ini. Mula-mula kami mengitari pagar besi. Sebuah pagar besi
yang kukuh setinggi 5 meter berdiri mengitari area penangkaran ini. Di
ujung yang agak jauh di sebelah sana berdiri dua menara penjaga. Mirip
menara penjaga yang saya lihat di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang
beberapa waktu lalu.
Akhirnya
kami masuk ke dalam area penangkaran ini. Tampak kandang-kandang
penangkaran kukuh berdiri. satu, dua tiga . . . delapan . . . sebelas . .
.lima belas. Ya . . . ada lima belas kandang penangkaran di sini.
Ukurannya lumayan besar, saya perkirakan sekitar 3m x 3m x 4m. Gede ya ?
Setidaknya jika saya bandingkan dengan kandang penangkaran saya di
Klaten sana.
Kandang
saya hanya berukuran 1m x 1,6 x 2m. “Pasti ini hasilnya sangat bagus,
sebab penangkaran saya di Klaten dengan ukuran yang seadanya saja
indukannya beranak pinak dengan produktif, apa lagi di sini di kandang
mewah ini”, begitu pikiran yang mepintas dalam kepala ini.
Kata
kakek kelima belas kandang ini berbeda-beda fungsi. Ada kandang calon
induk sebanyak lima buah. Lima buah kandang lagi berfungsi sebagai
tempat betina bertelur. Sedangkan anak-anak jalak bali yang dihasilkan
dari penangkaran ini ditaruh dalam kandang khusus. Untuk itu telah
disediakan dua buah kandang khusus untuk anakan tersebut. Sedangkan tiga
kandang terakhir dimanfaatkan untuk tempat koleksi burung-burung
eksotik ini.
Saat
menoleh ke arah kanan saya terperanjat bukan alang kepalang. Sebab
dalam jarak yang tak terlalu jauh, sekitar sekitar 500m dari kandang
penangkaran ini, berdiri sebuah kandang raksasa. “Ha . . . ternyata di
sini juga menangkarkan raksasa ? Jadi di sini juga menangkarkan leak
bali . . .? kataku dalam hati. Berdiri bulu kudukku . . .
“Hei
. . . jangan ngelantur kamu !” bentak kakek seakan tahu sepenuhnya isi
hatiku. “Itu bukan kandang penangkaran leak. Itu kandang penyiapan
burung untuk dilepasliarkan ke habitatnya. Itu tempat trainingnya. Di
situ burung-burung itu magang dulu sebelum dilepas ke alam”, panjang
lebar kakek menjelaskan. “Ooo . . .bunder”, kataku dalam hati, sebab O
memang mirip donat, bunder.
Setelah
mengetahui bahwa kandang super besar itu ternyata bukan kandang
raksasa, saya berjalan lebih mendekat. Buru-buru saya mengukur
panjangnya. “Hei . . . tak perlu kamu mengukurnya. Kandang itu mempunyai
ukuran 17m x 17m x 17,5m” teriak kakek dengan yakin. oo . . . pantas
besar sekali . . .
Setengah
hari kami menyusuri area penangkaran ini. Kami bertemu dengan beberapa
petugas penangkar yang setiap saat siap menampung segala keluh kesah
burung jalak bali di sini. Mereka siap menangani segala problema semua
burung jalakbali sekaligus memenuhi keperluan burung untuk hidup dan
berkembangbiak dengan nyaman.
Kami
juga melihat ada beberapa orang petugas dari polisi kehutanan. Kata
mereka jumlahnya 10 petugas dengan jadwal kerja system shift alias bergantian.
Wouw mantab, man ! Di penangkaran ini bakal bebas pencurian man !
Sebagaimana
kita ketahui bahwa burung Jalak bali rawan pencurian karena nilai
ekonominya memang sangat tinggi. Konon harga perekornya bisa mencapai
puluhan juta rupiah.
Para
petugas bercerita bahwa penangkaran ini dimulai pada tahun 1995. Waktu
itu Taman Nasional Bali Barat mendapatkan kiriman indukan burung Jalak
Bali dari Kebun Binatang
Surabaya (KBS) sebanyak 3 ekor (2 betina dan 1 jantan) Namun tidak
terlalu lama induk tersebut mati 1 dan tersisa 2 (sepasang). Ha . .
.maaatiiii, kataku terkaget-kaget. Soalnya sepanjang pengalaman saya
menangkar burung Jalak bali, burung ini tergolong burung yang bandel. Gak
gampang sakit, apa lagi kalau usianya sudah dewasa. Tapi di sini, di
kandang-kandang yang mewah ini, kok malah bisa mati . . .
Pada
tahun 1996 didatangkan lagi induk sebanyak 8 ekor dari KBS, sedangkan
pada tahun 1997 sumbangan dari TMII sebanyak 20 ekor, dan tahun 1998
sebanyak 30 ekor didatangkan lagi dari TMII. Dari sumbangan ini
ternyata5 ekor mati dan 1 ekor dicuri orang. Hah . . . mati lagiiii .
. . lima ekoooorrrr. Kok bisa sih ? kataku tak mengerti. Dan satu ekor
dicuri oooraaaannggg . . .bukannya polisi hutannya ada 10 orang. Heran
deh . . . !
Oke
kita beri kesempatan lagi kepada bapak-bapak ini untuk melanjutkan ceritanya. Tahun
1999 didatangkan sebanyak 32 ekor dari KBS, Madiun dan Taman Safari Indonesia (TSI). Untuk kali
ini lebih parah lagi. Dari jumlah tersebut ternyata 8 ekor mati dan 6
ekor dicuri orang. Untuk kali ini saya tidak kaget lagi. Saya pikir ini
sistemik . . . apa itu sistemik ? Tak tahulah itu . . .
Sedangkan
pada tahun 2000/2001 Taman Nasional Bali Barat mendapatkan kiriman
burung sitaan dari penangkar dan penghobi tak berijin sebanyak 26 ekor.
Dari jumlah ini setelah diserahterimakan tak lama kemudian terdengar
berita bahwa ada10 ekor burung yang dicuri orang. Saya sama sekali tidak
kaget. Kesimpulan saya makin jelas : ini sistemik. Gak percaya
bertanyalah pada Gayus Tambunan atau Nazarudin dan Angelina Sondakh.
Pasti kau akan semakin pusing dibuatnya.
Tiba-tiba
kepala ini terasa pusing . . . dengan mata yang masih kriyip-kriyip
saya raba kepalaku. Ternyata kepala ini benjol. Lo kok bisa ? Apa akibat
dipukuli pencuri burung jalak bali ? Ooo . . . bukan sodar-sodara . . .
Rupanya
saya terjatuh dari kursi di ruang tamu. Inilah akibatnya tidur lagi
sesudah subuh. Bukankah Kanjeng nabi telah berpesan untuk tidak tideur
kembali setelah sholat subuh ? Makanya ngimpi kemana-mana tak karuan,
bahkan glundung dari kursi tamu dan jatuh ke lantaipun, seakan masih
mengembara di Taman Nasional Bali Barat . . . he . . he . . . he . . .
Menyadari
hal ini saya segera ke belakang membereskan kandang. Satu persatu saya
ganti pakan voor, jangkrik dan pisang. Tak lupa jangkrik dan kroto anak si semut
rang-rang. Kiyek-kiyek si jalak kecil saya suapi dengan jangkrik, voor dan pisang.
Begitulah
kegiatan rutinku di hari sabtu, dari pagi sampai siang. Bahkan
kadang-kadang sampai petang. Waktuku saya habiskan di kandang, sampai lupa bahwa aku masih menanggung banyak utang di bank.
Buat
anda yang pingin ikutan melestarikan burung jalak bali sekaligus
mengeruk uang silakan datang. Saya terbuka untuk berbagai pengetahuan
tentang bagaimana mengelola kandang, bagaimana memberi jangkrik dan
pisang.
Oke
kalau begitu selamat datang melihat-lihat kandang. Asal waktu pulang
jangan sampai minta uang apa lagi nembung mau ngutang. Sebab status anda
di sini adalah tamu tak diundang . . .he he he . . . maling . . .maling
. . . maling . . .
tulisan ini juga dipublikasikan dalam kompasiana : http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2013/12/10/penangkar-jalak-bali-klaten-jalan-jalan-ke-lokasi-penangkaran-taman-nasional-bali-barat-618102.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar