Oleh : pak Syam (penangkar
burung jalak bali klaten)
Seharian kemarin, saya mengalami beberapa
peristiwa yang mengusik hati. Peristiwa-peristiwa tersebut benar-benar mengena
di hati yang sekaligus juga semakin menegaskan keyakinan saya terkait rejeki.
Rejeki dari sisi misterinya.
Setelah pagi harinya saya dikejutkan
dengan datangnya rejeki karena Mas Joko Jogja orang yang saya kenal baru
sebatas nama tiba-tiba mentransfer sejumlah uang untuk pembelian burung jalak
bali, sebagaimana saya ceritakan dalam tulisan sebelumnya.
Sore ini saya di kabari oleh istri saya via
telepon ( posisi saya masih dirantau orang) bahwa ada burung jalak bali saya yang kabur dari kandang.
Itulah yang saya maksud sebagai peristiwa-peristiwa yang mengusik hati di
kalimat awal tulisan ini.
Dalam telepon dia bercerita bahwa sepulang
dari arisan ibu-ibu di kampung, dia dikejutkan oleh burung yang terbang di
dalam rumah kami. Melihat burung yang lepas dari kandang tersebut buru-buru
istri saya menangkapnya untuk dimasukkan ke dalam kandang kembali.
Nah pas dia memasukkan burung
tangkapannya tersebut, dia merasa ada keanehan. “Bukannya di kandang ini ada
empat ekor anakan jalak bali, kenapa sekarang tinggal tiga. Berarti yang
terlepas bukan satu ekor, tapi dua ekor” kata istri saya bergumam sendirian.
Selanjutnya, seisi rumah dikerahkan untuk
mencari burung yang satunya. Seluruh sudut rumah digeledah untuk memastikan
dimana gerangan dia berada. Kandang belakang, kandang tengah, kamar mandi,
gudang tempat menyimpan barang dan menggantung kandang anakan burung jalak
bali, dapur dan seluruh kamar digeledah. Hasilnya ? Nihil. Tak ada burung jalak
bali yang diketemukan di sana.
Mungkinkah anakan jalak bali kami kabur
keluar rumah ? Bukankah seluruh lobang yang dimungkinkan bisa menjadi jalan
keluar bagi burung-burung kami yang lepas sudah kami tambal dengan kawat strimin,
sehingga jika mereka berhasil keluar dari kandang mereka tetap tidak bisa kabur
untuk melarikan diri ?
Ooo . . .mungkin dia melarikan diri lewat
pintu tengah. Itu kesimpulan kami sementara. Pintu tengah memang tidak kami
tutup dengan kawat strimin, karena pintu ini menjadi pintu utama bagi masuknya
anggota keluar ke bagian belakang rumah kami.
Bagi seorang penangkar burung seperti
kami, kehilangan burung sebenarnya merupakan hal biasa. Burung mati, dimakan
tikus, burung terbang atau burung dicuri maling adalah sederetan pengalaman
yang sangat lazim di alami oleh penangkar burung seperti kami.
Berbagai upaya telah kami lakukan;
bagaimana caranya meminimalisir terjadinya peristiwa-peristiwa tersebut.
Kematian burung, sering terjadi pada
burung yang masih kecil. Hal ini kami minimalisir dengan cara melakukan
perawatan sebaik-baiknya terhadap anakan burung. Menghindarkan burung dari
perubahan cuaca drastis, memberi pakan yang cocok jenis maupun takarannyanya
dan tepat waktunya saat meloloh ( ngloloh piyikan tiap 2 jam sekali ) adalah
sederetan contoh dari upaya kami dalam meminimalisir kematian pada
burung-burung kami.
Mengganti kandang kayu dengan kandang
yang berbahan besi, meletakkannya di dalam ruangan yang tertutup, menutup
kandang dengan kerodong serta meracun tikus adalah tindakan-tindakan yang kami
lakukan untuk menyelamatkan burung dari gangguan predator semacam tikus, kucing
atau bahkan ular.
Eehh . . . Dulu pernah loh tiba-tiba
burung jalak suren kami hilang dari kandang. Dan dua hari kemudian kami temukan
ular dengan perut yang menggelembung, sedang melingkar di kamar anak kami.
Rupanya burung jalak suren kami telah dimakan ular. Hiii . . . .ngeri ya . . .
Terus kami juga melakukan pengamanan
burung dengan cara memasang teralis yang dilengkapi dengan kawat strimin untuk
menghindarkan burung dari kemungkinan kabur dan dari tangan-tangan jahil
pencuri burung.
Berbagai usaha telah kami upayakan agar
burung tidak mati atau kabur dari rumah. Namun begitu kami masih mengalami
persoalan-persoalan yang tidak kami inginkan seperti burung mati, kabur dan
lain-lain. Sebagaimana kaburnya burung kami sore tadi.
Malam harinya setelah isya’ saya telepon
balik istri saya. Saya menanyakan apakah burungnya sudah ketemu. Ternyata belum
diketemukan.
Lama kami mengobrol lewat telepon tentang
kemungkinan kira-kira di mana burung itu ngumpet. Kami masih yakin bahwa burung
itu belum keluar dari rumah karena berbagai sekat yang kami buat cukup
menyulitkan bagi burung yang lepas kandang untuk bisa kabur meninggalkan rumah
kami. Apa lagi bagi burung trotolan semacam burung jalak bali kami yang lepas
ini.
Butuh berbagai strategi dan keberanian
untuk terbang kesana-kemari agar bisa menemukan celah untuk kabur melarikan
diri. Dan saya kira burung seusia dia belum memiliki kemampuan dan keberanian
untuk melakukan itu. Sehingga saya tetap yakin bahwa sebenarnya burung itu
belum kabur meninggalkan rumah kami. Tapi burung itu ada dimana ? Seluruh ruang
dan sudut di rumah kami sudah digeledah, nyatanya burung tersebut tidak juga
diketemukan.
Tiba-tiba insting saya sebagai penangkar
muncul. Saya keluar ke halaman setelah tengak-tengok ke kanan dank e kiri, mata
saya tertuju ke pohon mangga milik tetangga saya. Mungkin burung saya nangkring
di pohon itu. Saya menghampiri pohon mangga madu milik tetangga. Mata saya
menyelidik ke seluruh bagian dari pohon itu. Di tengah keasyikan saya menelisik
keberadaan burung di atas pohon mangga tersebut saya dikejutkan oleh suara yang
sangat saya kenal. Ya . . . itu suara pak Kusno tetangga kami yang sedang
bercengkerama dengan istrinya.
“Bu . . .saya tadi ketemu si Margono
tukang becak itu. Dia bergembira sekali. Dia baru saja mengantarkan anaknya
membeli tas sekolah seharga 150 ribu, pulang sambil menenteng sebungkus sate
kambing untuk makan malam keluarganya. Tadi sore dia mendapatkan burung. Ada
burung yang tiba-tiba masuk ke dalam rumahnya. Terus dia tangkap dan dijual ke
temannya, si Hendra itu . . . harganya 200 ribu,” cerita pak Kusno panjang
lebar kepada istrinya. “Ha . . .mahal sekali pak. Masak harga burung lebih
mahal dari ayam jago’” tanya istrinya keheranan. “Burungnya bagus bu . .
.bulunya putiiiihh di ujung sayap hitam dan ekornya putih ada hitamnya,” kata
suaminya menerangkan. “Iya . . . tapi kan burung itu kecil masak lebih mahal
dari ayam jago yang gede itu,” bantah istrinya.
Mendengar percakapan kedua orang tuanya,
si Rudi anak kesayangan mereka menimpali “ Saya tadi melihat pak Hendra menjual
burung putih itu ke pak Gatot bakul burung yang di ujung gang itu pak. Kata pak
Hendra dijualnya dengan harga miring karena untuk membayar angsuran motor. Dibelinya
satu juta pak,” kata Rudi penuh semangat. “Halah kamu . . .” kata ibunya tidak
percaya. “Eh . . .bener bu . . .pak Syam tetangga kita itu kalau menjual burung
harganya juga berjuta-juta bu.” kata Rudi tidak mau kalah. “Yang dijual pak
Syam itu kan burung jalak bali, bener
harganya mahal sampai berjuta-juta. Sampai belasan juta malah,” kata pak Kusno
menimpali.
Mendengar percakapan itu, badan saya
terasa lemes. Itu pasti burung saya yang terbang sore tadi. Secepat itu burung
berpindah-pindah tangan. Dari pak Margono ke Pak Rudi, ke pak Gatot si bakul
burung.
Mungkin burung itu sekarang sudah berpindah
ke konsumen pertama terus dibeli temannya terus ke mana lagi saya tidak tahu.
Mungkin sekarang sudah pindah ke tangan ke empat ke tujuh atau tangan ke
sebelas . . . .
Begitulah liku-liku kehidupan penangkar
burung. Liku-liku kehidupannya kadang memang zigzag seperti halnya jalan
rejeki. Setelah pagi harinya dapat rejeki, sore harinya burung saya lepas dari
kandang. Semua kejadian ini tentu bukan berdiri sendiri, bisa saja hal ini
memang menjadi bagian dari mekanisme perjalanan rejeki. Mungkin begitulah salah
satu cara Tuhan membagi rejeki.
Lihatlah Margono si tukang Becak. Saat
dia kebingungan mengatasi masalah bagaimana caranya mengganti tas sekolah
anaknya yang sudah robek-robek, tiba-tiba ada burung datang masuk ke dalam
rumahnya. Ini burung dari alam. Karena di alam maka burung ini tidak ada
pemiliknya. Maka dia tangkap terus dia jual. Maka sekarang beres deh urusan tas
anaknya.
Juga pak Hendra. Saat tagihan kredit
sepeda motornya sudah mendesak untuk dibayar, dia dapat peluang bisnis
menggiurkan. Datang pak Margono untuk menjual burung bagus dengan harga murah.
Instingnya sebagai tukang kredit segera muncul. Maka dibelilah burung bagus itu
seharga 200 ribu. Kemudian dia jual burung itu ke Pak Gatot seharga satu juta.
Dia merasa sangat beruntung karena kulakan burung seharga 200 ribu dijual satu
juta rupiah. Dia untung 400%. Lunaslah tagihan kredit kotornya.
Demikian juga dengan pak Gatot. Sebagai
bakul burung dia faham. Ini adalah burung jalak bali. Harganya mahal. Pas pak Hendra
menawarkan harga satu juta seratus ribu, dia pura-pura menawar satu juta
rupiah. Eeeehh . . . ternyata di kasih . . .Setelah itu dia memiliki
kemungkinan untuk menjual dengan harga yang tentu saja berjuta-juta sebagaimana
yang biasa dilakukan oleh pak Syam . . . .
Saat itu sesuatu telah terjadi. Di saat
pak Syam tidak tahu harus berbuat apa tiba-tiba alarm handphonenya yang
meraung-raung. Pak Syam terbangun dari tidurnya. Rupanya sudah jam 03.15 dini
hari. “Oh mimpi yang aneh,” bisik pak Syam pada dirinya. Rupanya pak Syam
ketiduran sesaat setelah menelepon istrinya ba’da isya’ tadi . . .
Itulah akibat dari terlalu memikirkan
burung yang hilang, sampai-sampai memasuki alam mimpimya. Harusnya dia berfikir
bahwa persoalan burung itu hanya persoalan kecil. Persoalan sekecil itu
harusnya segera dilupakan, jangan sampai merasuki hatinya. Kata orang-orang di
pengajian, itu salah satu tanda hubud dun-ya yaitu cinta dunia yang melebihi
takarannya . . . Waduuuhh . . .hubud dun-ya . . .???
Bukankah para kasepuhan kita telah
mengajari kita agar jangan sampai memasukkan harta ke dalam hati, karena
sesungguhnya kita cukup meletakkan harta itu di tangan kita saja. Seperti kata
sebuah syair nasyid dalam album perdana group Azzam Semarang “ Genggam nikmat
dunia, bukan untuk disimpan di hati. . . . . . Surga tempat kembali, yang
abadi”
Pak Syam turun dari ranjang. Mengambil
air wudhu, selanjutnya sujud bersimpuh di atas sajadahsampai adzan subuh
berkumandang dari masjid sebelah rumah . . . ihdinashshirotol mustaqim . . . . (life
is beautiful). (pak Syam penangkar
burung jalak bali klaten Hp. 081280543060, 087877486516, PIN BB 53E70502, 25D600E9)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar