tulisan berjalan

Kontak Om Breeder (Pak Syam) WA 081280543060

Selasa, 02 September 2014

Penangkar Burung Jalak bali Klaten ; Anugerah dari Cisarua Sampai ke Tulungagung

Oleh : Pak Syam, Penangkar burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA. 081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9


Pusat penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" telah berhasil menangkarkan burung jalak bali dan merawat anakan burung jalak bali hingga dewasa. Dengan demikian penangkaran burung jalak bali yang dilakukan "AHA Breeding Klaten" telah turut menyokong program pemerintah dalam mencegah kepunahan burung jalak bali tersebut. Budi daya burung jalak bali ini juga sangat berarti secara ekonomi, dan "AHA Breeding Klaten" telah banyak menjual burung jalak bali hasil tangkarannya kepada para penggemar burung jalak bali dan penghobi burung langka lainnya.

Kali ini untuk ke sekian kalinya saya kembali mendapatkan anugerah itu. Anugerah berupa pertemuan dengan penangkar besar yang tentu saja tidak setiap penangkar mendapatkan semempatan langka seperti ini. Sungguh ini bukan pertemuan biasa.

Bagi saya pertemuan dengan sesama penangkar merupakan anugerah yang selalu saya cari, maklum penangkar nDeso. Sebagai penangkar nDeso tentu saja saya jarang update informasi, baik soal tips-tips breeding agar tetap produktif, pemasaran yang lancar, apa lagi di sini ada kesempatan untuk membangun koneksi dengan kalangan atas awan he he he. . . . .

Awalnya saya dihubungi bu Emy, salah seorang pembesar Pelestari Burung Indonesia (PBI). Beliau menyampaikan undangan dari FOKSI (Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia ) bahwa akan diadakan Loka Karya Burung Berkicau di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor. Langsung saja saya menyambut undangannya.

Sabtu pagi 29 Agustus lalu, saya meluncur ke Citeureup untuk bergabung dengan rombongan. Saking semangatnya saya datang kepagian. Maka sambil menunggu anggota rombongan yang lain saya sarapan lontong sayur. Ini sarapan khas orang kota kayaknya, dan tentu saja tidak bisa saya temui di Klaten. Sajiannya aneh karena meski bernama lontong sayur tapi hampir gak pakai sayur, saking minimnya. Maklum ini di kota bukan di Klaten di mana untuk mendapatkan sayur bukan hal yang gampang dan tentu saja tidak murah.

Sekitar pukul 08.30 kami mengawali perjalan penting ini. Setengah jam meluncur kami sudah dihadang oleh kemacetan yang panjang mengular. Inilah penyakit utama jalanan kota. Tapi bagi saya kemacetan ini tidak mengganggu sama sekali, bahkan menjadi anugerah karena dalam perjalanan ini saya bersama para pakar penangkaran sekaligus para jurgan besar. Sehingga saya bisa menimba ilmu lebih lama dari mereka.

Bertindak sebagai komandan perjalanan adalah Pak Sukardi. Siapa tidak kenal beliau, lelaki kalem yang sudah puluhan tahun menggeluti dunia perburungan ini, bukan lagi bergelar sebagai pakar burung jalak bali semata. Beliau sudah berada dua level di atas pakar alias mbahe pakar. Beratus burung telah lahir dari penangkarannya.

Bertindak sebagai pendamping pak Sukardi adalah Mas Saidi. Lelaki muda energik ini, bukan orang baru dalam dunia perburungan. Di usia yang berkisar tiga puluhan beliau sudah membangun “kerajaan” murai dengan jumlah prajurit ratusan ekor di penangkarannya. Saya sempat dibuatnya terbelalak dan mengucapkan wouw saat saya anjang sana ke penangkarannya beberapa waktu lalu. Kandang sebanyak ini berisi burung murai semua ? Tidak ada yang berisi manuk gemak (burung puyuh) ? bisik hati saya terheran-heran.

Saya tidak habis mengerti bagaimana menangkarkan burung murai batu ekor panjang ( minimal 20 cm ) dalam jumlah ratusan ekor dengan produksi yang tinggi ? Sedangkan saya selama ini setiap kali menjodohkan burung murai selalu dibuat pusing. Maka ketika hari ini saya berjumpa dengan beliau al mukarom mas Saidi, saya percaya bahwa ini adalah scenario dari Allah. Allah akan menunjukkan kepada saya tentang profil yang mesti saya teladani dalam menangkarkan burung, untuk untuk menuju keberhasilan sebagaimana yang telah Allah berikan kepada wong pati ini. Hati saya sempat berbisik, insya Allah tahun depan wong Klaten juga bakal bersiap memiliki keberhasilan yang setara, aamiin . . .

Di jajaran bangku tengah mobil mewah yang kami tumpangi ini, persis disebelah saya duduk dengan tenang seorang lelaki hitam manis, semanis tebu he he he . . . Komunitas burung Jabodetbek sering memanggilnya mas Yoen. Lelaki berkumis tipis asli Krakitan kampung jalak suren di laten ini, memiliki pengalaman menangkarkan burung yang cukup lengkap. Skillnya cukup beragam. Jika penjenengan kesulitan memilih cucak rawa ropel hutan atau ropel kaset, beliau ini rujukan yang tepat. Penjenengan memiliki problem pleci yang macet tidak mau berbunyi, beliau adalah nara sumber yang pas. Apalagi kalau sekedar berkonsultasi tentang penangkaran burung jalak bali, cucak rawa atau murai batu, beliau ibaratnya weruh sak durunge winarah. Penjenengan belum bertanya saja mas Yoen sudah siap dengan jawaban.

Satu lagi skills yang beliau miliki adalah kemampuan untuk menjinakkan burung-burung sulit. Beliau ini ibaratnya pawang bagi penjinakan burung. Tak ayal berbagai burung telah berhasil beliau jinakkan; berbagai spesies jalak, rangkong, raja udang bahkan burung gerejapun berhasil beliau jinakkan . . .

Membersamai beliau bertiga ini, obrolan kami mengalir begitu saja. Obrolan yang tentu saja tidak jauh-jauh dari burung, prospek penangkaran burung, keprihatinan terhadap ancaman kepunahan berbagai spesies burung berpadu dengan bumbu berbagai impian seputar perburungan. Dalam balutan obrolan yang bernas ini macetnya tol menuju Taman Safari Cisarua tidak banyak saya rasakan.

Akibat parahnya kemacetan, perjalanan yang seharusnya hanya membutuhkan waktu 45 menit ini, kami tempuh selama 4 jam lebih. Namun sekali lagi  saya tidak merasakan adanya kebosanan akibat macet tersebut, justru yang saya rasakan seperti tengah menempuh kuliah semester pendek, dalam ruangan ber-AC dengan tiga professor yang sudah botak-botak akibat digerus pengalaman panjangnya. Mantab to ? Insya Allah kuliah 4 jam on the road yang akan menghijrahkan saya dari penangkar kelas kampong menjadi selevel dengan penangkar kelas Jabodetabek, aamiin . . .

Sampailah kami di tempat acara. Acara berlangsung cukup seru, dihadiri oleh orang-orang besar di dunia satwa. Ada pak Toni Sumampouw selaku tuan rumah, ada pak Mega dari MBOF, bu Emy dan bu Susi dari PBI, ada pak Badil dan yang terhormat  saya sendiri. . .he . . .he . . .he, maaf dari tadi kok saya gak disebut, ya saya sebut sendiri saja  xe . . .xe . . .xe.

Dalam pertemuan ini di luar acara formal, ada hal kecil yang menurut saya cukup menarik. Begitu rombangan kami masuk, ada seorang bule dengan senyum yang mengembang lepas, sangat bersemangat melambaikan tangan menyambut kedatangan kami dengan tanda persahabatan yang tulus. Eh . . siapa dia, apakah dia anggota kumpeni seperti yang dulu pernah diceritakan oleh pak guru waktu SD  ? Apakah dia mau balik menjajah negara kami terus mengemplang burung-burung kami,  begitu bisik hatiku.

Rombongan kami menuju ke bangku kosong yang berada di belakang si bule. Acara terus berlangsung, sesekali saya mendengar si bule ngomong dalam bahasa Indonesia beraksen Jerman beneran bukannya jejer kauman. Ooo . . .ternyata si bule ini bukan kumpeni, tapi bule Jerman. Ada apa dia di sini ?

Penasaranku tentang si bule ini sedikit memudar ketika sesi makan siang. Saat menuju Caravan Resto saya mendekati pak Sukardi untuk menelisik siapa bule ini sebenarnya. Menurut pak Sukardi, bule ini bukan orang baru dalam dunia perburungan. Empat tahun lalu si bule membangun penangkaran burung yang cukup besar di daerah Sukabumi. Bahkan dalam masa empat tahun itu si bule berhasil menangkarkan jalak putih sampai 500 ekor. . . .haaa . . .lima ratus eeekoorrr . . .??? Banyak amat ya ?

Berbekal sedikt informasi tersebut saat makan siang saya mendekati si bule. Nampak si bule duduk di kursi dekat sebuah meja bundar yang dikelilingi lima tempat duduk yang ditata rapi di restoran ini. Saya mengambil tempat duduk persis berhadapan dengan si bule. Kami ngobrol berlima. Saat saya mau bercakap dengan si bule saya agak ragu, sebab saya mesti menyiapkan bahasa Tarzan terlebih dahulu. 

Padahal jelek-jelek begini saya menguasai tiga bahasa loh. Pertama Bahasa Indonesia, terus Bahasa Jawa dan terakhir Bahasa Tarzan. Sayang dua bahasa yang saya kuasai justru tidak dia mengerti, terpaksa deh mengundang Tarzan. Akhirnya dialog dalam bahasa Tarzan ini hanya menghasilkan foto selvy he he he . . . dan sedikit informasi tentang penangkarannya.


Sekitar jam dua rombongan kami meninggal Taman Safari. Mobil pak Sukardi yang hanya berkapasitas empat orang terpaksa harus di isi dengan enam orang karena kami ketambahan dua orang kicau mania yang antic dan unik. Satunya perempuan, satunya ya si bule tadi. Ini orang perempuan jauh-jauh dari Nganjuk hanya untuk ngomongin burung, saya heran kok ada ya perempuan suka burung.

Perjalanan pulang ke Jakarta terhambat kemacetan, maklum ini akhir pekan. Di akhir pekan seperti ini, jalur Jakarta puncak dan sebaliknya bukanlah jalur yang ramah bagi siapa saja terutama bagi orang yang memburu waktu. Saya sangat gelisah dengan keadaan ini karena pukul 18.30 saya sudah harus sampai di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.

Ketika perjalanan baru sekitar sepuluh menit saya memutuskan untuk naik ojeg saja. Saya memutuskan untuk untuk mengejar kereta di stasiun Bogor saja. Lima puluhan kilo meter saya terombang-ambing dalam deru ojek yang melaju di jalanan yang disesaki mobil-mobil pribadi itu. Zigzag adalah cara terbaik yang dipilih pak ojeg, untuk mengejar waktu. Syukurlah sekitar pukul 15.46 saya sampai stasiun bogor. Ada waktu dua jam seperempat lagi untuk sampai di bandara cengkareng, moga tidak ada aral melintang.

Alhamdulillah kereta lancar. Sejam kemudian saya sudah sampai di stasiun Cawang dan sejurus kemudian sudah meluncur ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Taksi yang dikemudikan orang Purwokerto ini melaju dengan kencang, dan sebelum jadwal yang tertera di tiket saya sudah check in di Terminal 1B Bandara terbesar di Indonesia tersebut. Saya ngotot malam ini mesti kembali ke Klaten karena saya sudah janji untuk nganter  burung ke Tulungagung esok hari.

Awalnya saya janji hari sabtu tapi saya tunda hari Minggu, lah kalau tertunda lagi bisa-bisa konsumen kehilangan kepercayaan. Wah ini bisa gawat, karena pilar utama dari penangkaran saya adalah kepercayaan konsumen. Produksi lancar tanpa diimbangi kepercayaan konsumen maka stok burung akan numpuk. Jika stok numpuk bisa gawat. Iya toh. Makanya konsumen itu raja.



Singkat cerita malam itu saya sudah sampai di Klaten. Esok hari setelah saya membereskan urusan kandang saya bersama istri meluncur ke Tulungagung. Alamat sudah jelas, cuma rutenya saya belum tahu terutama rute Nganjuk sampai Tulungagung. Beberapa kali saya kontak mas Janjang (pembeli), tapi telepon tidak diangkat.

Saat sudah hampir tiga jam di perjalanan mas Jajang menelepon. Saat saya sampaikan saya sudah sampai di Ngawi, dia kaget “Lo . . .bener ini pak Syam sendiri yang mengantarkan ? Tanya mas Janjang. “Ya iyalah . . .memang siapa yang mengantar”. Urusan mengirim burung Jalak Bali, biasanya saya antar sendiri, karena sampai saat ini konsumen saya seringnya “kurang percaya” sama ekspedisi. Inilah efek dari penipuan via internet yang marak akhir-akhir ini. Jadinya saya harus nganter sendiri.

Beberapa konsumen saya pada awalnya sering tidak percaya bahwa saya sendiri yang akan mengantar burungnya sampai ke alamat. Sebagian besar mereka mengira bahwa burung pesanannya akan dianter oleh orang lain. Rupanya mereka salah persepsi, dikiranya saya adalah penangkar besar, sehingga tidak mungkin akan turun tangan mengantar burung. Padahal saya penangkar kelas kampong, alias penangkar nDeso dengan jumlah burung yang belum seberapa jika dibandingkan dengan bos-bos yang saya ceritakan di awal tadi. Tapi saya bertekad untuk meraih kesuksesan seperti mereka, karena kesuksesan adalah hak setiap orang. Kalau pak Sukardi, mas Saidi dan mas Yoen hari ini sudah menjadi penangkar besar dengan jumlah burung sampai ratusan, insya Allah saya juga bakal bisa mendapatkannya, Aamiin.

Tengah hari saya memasuki Kecamatan Wilangan Kabupaten Nganjuk. Memasuki daerah ini ada yang saya incer. Apa itu ? Bothok Tawon mBok Minthiel. Ini bothok kesukaan saya. Akhirnya kami mampir, untuk melepas lapar. Setelah puas membothok saya melanjutkan perjalanan. Sore sekitar pukul 16 saya sampai di alamat.


Di rumah yang halaman belakangnya banyak dihuni satwa ini saya menemukan titik cerah bahwa penangkaran burung di Indonesia bakal bisa menyelamatkan satwa kita yang terancam punah. Berbagai satwa ditangkarkan di halaman belakang. Ada kacer, ada perkutut, ada ayam jepang yang berkor panjang apa namanya, lupa saya . . . . Kenari, love bird, ayam mutiara juga ada.Terus satu lagi yang membuat saya plong ketika melepas jalak bali kepada konsumen kali ini. Yaitu profil konsumen, dimana mas Janjang adalah type orang yang ulet dalam bekerja.

Seperti biasa saya selalu menanyakan kepada calon pembeli saya perihal pengalaman berinteraksi dengan burung; sejak kapan memelihara burung, apakah pernah menangkarkan burung. Ini pertanyaan dasar. Syukurlah mas Janjang alias mas Endut ini bukan orang baru dalam dunia perburungan juga dalam dunia penangkaran burung, bahkan sudah beberapa kali mengalamai kegagalan dalam menangkarkan satwa. Makanya saya plong.

Sependek pengetahuan saya, dunia penangkaran adalah dunia yang berliku. Saya belum pernah menemukan penangkar burung yang sukses pada tangkaran yang pertama. Selalu saja saya menemukan orang yang eksis dalam dunia penangkaran setelah dia mengalami kegagalan demi kegagalan. Setiap kali gagal dalam satu spesies dia mencoba lagi sampai berkali-kali, bahkan kadang dia sampai harus beralih ke spesies lain. Demikian seterusnya, dia tetap bangkit meski telah jatuh bangun, akhirnya baru mendapatkan kesuksesan


Profil penangkar yang sudah jatuh bangun seperti ini saya temukan dalam diri mas Janjajng ini. Profil seperti ini insya Allah akan segera menemukan keberhasilan, karena jatah kegagalannya sudah dia pakai berkali-kali, hingga stok kegagalannya sudah menipis bahkan mungkin tinggal sisa-sisa. Jika kelak stok kegagalannya sudah habis, maka keberhasilanlah yang akan menggantikannya. Ini sudah sunnatullah ( hukum alam ) dalam setiap kesuksesan. Kata para sesepuh inna ma’al usyri yusro. Kalau kata bang Haji Oma Irama “ berakit-rakit kehulu . . . berenang ketepian”

Setelah puas bercengkerama, sore hari menjelang jam lima saya meluncur lagi menuju Klaten. Kali ini saya mencoba rute baru. Saya lewat jalur selatan, karena jalur utara banyak dilalui truck-truck besar bermuatan material berat limpahan dari pantura akibat amblesnya jembatan comal.

Asyik juga mengarungi jalur selatan ini. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya saya mengagumi keindahan alam Indonesia. Benarlah kata orang bahwa Indonesia ini mirip sepotong surga. 

Konon dahulu kala saat Allah sedang menciptakan surga dengan segala keindahannya, tiba-tiba ada sedikit bagian yang bocor. Kebocoran surga ini menetes ke dunia persisnya di titik  6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT yang tak lain sekarang kita kenal dengan nama Indonesia ini. Ck ck ck hebat ya . . .ada sepotong surga di sini. Begitu cerita orang-orang yang ngelantur itu . . .

Setelah melalui berbagai kelokan yang indah, menerobos hutan jati, naik turun tanjakan, kami mengakhiri petualangan ini sekitar pukul 22.00. Saat masuk rumah anak-anak sudah tidur. Ada rasa sepi di hati. Maafkan kami nak, karena meski ayahmu ini bukan bang Thoyib, namun kadang juga terlambat datang karena harus mencari beras dan sebongkah berlian . . .

Kami menutup hari ini dengan ungkapan syukur dan istighfar. Syukur atas segala karunia yang telah Allah berikan seharian ini, dan istighfar atas segala kesalahan yang terjadi. Semoga Allah memberi kelancaran ikhtiyar kami dalam menangkarkan burung dan melapangkan hidup ini. Saya bertekad meraih ridhonya dengan wasilah penangkaran burung. Insya Allah, aamiin.

Pusat penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" telah berhasil menangkarkan burung jalak bali dan merawat anakan burung jalak bali hingga dewasa, hingga turut berperan dalam menyokong program pemerintah dalam mencegah kepunahan burung jalak bali tersebut. Di samping telah menghindarkan dari kepunahannya budi daya burung jalak bali ini juga sangat bermanfaat secara ekonomi.  "AHA Breeding Klaten" telah banyak menjual burung jalak bali hasil tangkarannya kepada para kicau mania yang hobi burung jalak bali maupun penangkar burung jalak bali. 

Para peminat burung jalak bali bisa menghubungi owner penangkaran "AHA Breeding Klaten" yaitu pak Syam Hp. 087877486516, pin BB 25D600E9.

1 komentar:

Anonim mengatakan...

wah menarik pak Syam..aku jadi kepikir jadi penangkar besar...minim 100 kandang, BTW kenapa pak Syam sendiri sudah sukses menangkar kok masih cari nafkah di Jakarta..tidak fokus jadi penangkar profesional yang amat menjajanjikan?