Pak Syam, seorang Kicau Maniak area Klaten berniat
menunaikan ibadah haji tahun ini. Dan beliau berencana menetap selama tiga tahun di tlatah Makkah al
Mukarromah. Sebelum meninggalkan Indonesia, beliau berwasiat yang ditujukan kepada
ketiga anaknya.
Isi dari wasiat itu berupa pembagian tanggungjawab
ngerumat 7 ekor burung Jalak Bali istimewa yang sangat eksotik miliknya, kepada ketiganya, dengan perincian sebagai berikut. Setengah dari jumlah burung tanggungjawabnya diberikan
kepada anak tertua, seperempat dari jumlah burung tanggungjawabnya diberikan kepada
anak yang tengah, dan seperdelapan dari jumlah burung tangungjawabnya diberikan
kepada anak nomor bontot.
Mereka bingung dalam membagi, karena jika burung dibagi
sesuai wasiat sang ayah, maka burung-burung itu harus dipotong-potong. Jika itu dilakukan, maka burung itu pasti mati.
Untuk
itu kemudian mereka bertiga meminta pertimbangan Pak RT, Bakul Manuk dan seorang
pengangguran.
Pak RT memberi saran,
“Sebaiknya ikuti saja saran ayah kalian. Kalian tidak usah banyak tanya, nanti pasti ada hikmahnya.”
Bakul Manuk memberi masukan, “ Menurut saya, cara yang efektif adalah dengan menjual semua burung-burung itu dan uangnya dibagi sesuai wasiat, beres.”
Pengangguran memberi komentar, “Saya mengusulkan agar kalian lebih baik
mencari orang pinter, untuk menerawang ada filosofi apakah di balik wasiat ayah kalian, oke.”
Opo to karepe cerita ini:
Pak RT berfikir serba fikih, letterlijk, segala penyelesaian terhadap masalah selalu
bersifat formalistic, seperti apa bunyi ayatnya ya seperti itu aplikasinya, meskipun kita kadang-kadang ndak faham toh nanti
bakal ada ibrohnya.
Bakul Manuk berfikir ala pedagang yang gampang
itung-itungannya, tapi biasanya orang type ini amat pragmatis
Pemuda penganguran ini tukang hayal, tidak berpijak di
bumi, tapi kadang orang macam ini yang meramaikan dunia ini.
Type manakah Anda ? Type Pak RT, type bakul manuk atau type pengangguran. Atau jangan-jangan anda bertype mBah Hadi. Oh . . iya anda belum tahu siapa mbah hadi ya . . . . . .baiklah kalau begitu kita persilakan mBah Hadi untuk mengemukakan pendapatnya.
Setelah dipersilakan mBah Hadi berkata, “Begini saja, kita pinjam burung Jalak Balinya Mas Tarmin satu ekor saja, biar jumlah burungnya menjadi 8 ekor. Biar gampang dibaginya. Sesuai wasiat, kamu le . . anak paling gede akan mendapatkan setengahnya yaitu 4 ekor. Kamu anak nomor tengah seperempatnya yaitu 2 ekor. Kamu anak nomor bontor mendapat seperdelapan, berarti mendapat 1 ekor. Terakhir, masih tersisa 1 ekor burung pinjaman tadi, dikembalikan lagi kepada Mas Tarmin. Beres to . . .uenak to . .. sueger to ?”
mBah Hadi ini type orang realistis, walaupun kadang tidak terlalu persis dengan rumusan formalnya. Memang begitulah kadang persoalan kehidupan ini melesat melebihi perkembangan perumusan ayat-ayat hukumnya. Mana ada setengahnya 7 kok 4. Tapi di lapangan mana ada burung kok jumlahnya 3,5 ekor.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar