Saya ingin menjelaskan terlebih
dahulu bahwa maksud judul di atas adalah lomba mentertawakan gajah, bukan lomba
untuk menertawakan gajah. Sebab salah mengeja akan salah menghukumi. Ini berbahaya,
dan benar-benar pernah terjadi yaitu saat KPK mengkriminalisasi LHI.
Mentertawakan gajah adalah
tindakan mulia yang akan menjadi amal sholih karena bisa menghibur gajah dengan
membuatnya tertawa. Sedangkan menertawakan gajah, bernilai sebaliknya dan
termasuk tindakan yang tercela karena menistakan gajah dengan menertawakannya.
Konon di sebuah Bun-Bin di Kota
Jogja, seekor gajah terlihat sangat murung.
Hal ini terhitung sejak maret lalu, persis setelah LHI ditangkap KPK.
Drh.speG Hamongprojo, kepala
klinik gajah di Bun-Bin tersebut dibuat pusing tujuh keliling. Pasalnya sebagai
dokter hewan spsesialis gajah satu satunya di Asia Tenggara yang sudah empat
tahun menjabat kepala klinik gajah, baru kali ini menemukan sakit yang aneh
pada gajah binaannya. Semua tindakan medis pergajahan; klinis maupun laboraries sudah dijalankan
sesuai SOP klinik gajah, tapi hasilnya nol.
Pak Syam seorang budayawan
pencinta hewan terutama burung wabil khusus jalak suren, memberikan usul. Setelah
ngoceh ngalor-ngidul dia berucap, “Tertawa adalah obat, bagaimana kalau kita
mengobati gajah dengan cara membuatnya tertawa ?”.
Usul yang nyleneh ini kontan saja
di tolak oleh forum. Dan forumpun meneruskan musyawaroh untuk mencari cara
bangaimana agar gajah kembali sumringah. Semua usul telah diusulkan, semua
saran telah disarankan, bahkan sampai semua hidangan dimakan dan semua minuman sudah
dihabiskan, namun tak sebutirpun kesimpulan bisa dirumuskan. Deadlock.
Setelah larut malam, akhirnya mereka
kembali menengok usul sang budayawan pecinta hewan, ibarat kata pepatah para
pemburu : tak ada gorilla monyetpun jadi.
Esok harinya, rapat ditingkat
teknis memutuskan, untuk menggelar lomba mentertawakan gajah. Yaitu sebuah
perlombaan yang bertujuan untuk membuat sang gajah tertawa dengan target
tertawa terpingkal-pingkal dengan derajat sepingkal-pingkalnya.
Setelah melalui audisi yang ketat
terpilihlah tiga finalis. Mereka terdiri dari seorang peniup seruling dari
India, seorang pawang kanguru dari Australia dan seorang politisi dari senayan.
Mula-mula majulah finalis dari
india. Peniup seruling yang mempunyai keahlian mentarikan king kobra ini
memulai aksinya. Dia meniup seruling yang mendayu-dayu persis di depan telinga
sang gajah. Awalnya gajah menunjukkan reaksi yang positif. Namun setelah beberapa
menit seruling ditiup bukannya gajah tertawa tapi justru ketiduran. Peserta pertama
gagal.
Tampillah finalis kedua. Dia mengambil
boomerang dari selipan pinggangnya. Di menggerak-gerakkan ke udara untuk
memancing perhatian sang gajah. Dengan sekuat tenaga boomerang dilemparkan ke
udara. Wusss . . . . . maka terbanglah boomerang
ke arah selatan untuk kemudian menukik dan kembali memutar ke utara persis ke
arah sang pawang berdiri dan . . . .braakk . . .bumerang menabrak kepala sang
pawang dengan keras sampai sempoyongan. Alih-laih sang gajah tertawa justru
penonton yang tepingkal-pingkal menertawakan sang pawang. Peserta keduapun
gagal
Sekarang giliran finalis dari
senayan. “Assalamu’alaikum wr.wb. Kenalkan nama saya Fahri Hamzah”. Suasana
menjadi meriah, teriakan bergema dimana-mana. ada yang mendukung ada yang
menghina. Ada yangmemuji ada yangmencela.
Dengan tenang Fahri berucap, “Saya
akan mencoba menghibur gajah semoga dia bisa tersenyum !” Kemudian wakil dari
senayan itu mendekati gajah. Dia membisikkan sesuatu. Gajahpun bereaksi. Kembali
dia membisikkan ke telinga gajah agak lama. Gajahpun tersenyum. Pada bisikan
yang ketiga gajah itu benar-benar tertawa puas. Kembali Fahri mendekat ke
kuping gajah. Kali ini gajah itu benar-benar meledak dalam tawanya sampai
kelihatan gigi taringnya yang panjang itu. Fahri berhasil menghibur gajah.
Dan benar seperti dikatakan sang
budayawan pecinta hewan, dengan tertawa maka gajah itupun kembali sehat. Dengan
demikian maka peserta ketiga dinyatakan berhasil dan menjadi juara dalam lomba
ini.
Tapi ngemeng-ngemeng tahukah anda
apa yang dibisikkan politisi senayan yang dicap suka omong besar ini ke telinga
sang gajah ?
Ternyata pada kali pertama Fahri
berbisik “ Assalamu ‘alaikum sobat, ada salam dari ustad Luthfi”. Sejenak kemudian
Fahri melanjutkan bisikan kedua.
Pada kali yang kedua Fahri
berbisik agak panjang “La tahzan ya akhiy. . . kau gak boleh sedih bro. Percayalah
ustad Luthfi, insya Allah bisa melewati cobaan ini “. Gajah mulai tersenyum. Kemudian Fahri
melanjutkan berbisik yang ketiga.
Bisikan ketiga yang membuat sang
gajah benar-benar sumringah adalah “Percayalah saudaraku bahwa Allah akan
benar-benar mendewasakan kita dengan cara ini. Kita sedang diberi jamu kuat
jiwa, Cuma rasanya memang pahit. Percayalah kita akan semakin solid, insya
Allah target tiga besar akan tercapai”. Gajahpun tertawa dengan puas.
Dan yang membuat gajah itu
tertawa terpingkal-pingkal sampai tahap sepingkal-pingkalnya adalah bisikan ke
empat. Pada kali keempat ini Fahri sebenarnya tidak membisikkan sesuatu tapi
mengajukan pertanyaan”Bagaimana kalau Johan Budi kita bawa ke Bogem ( tukang
sunat) ?”. Sepontan sang gajah langsung membayangkan kelucuan seorang Johan
Budi menjadi penganten sunat di pelataran Gedung KPK, dan jadi tontonan jutaan
pemirsa melalui siaran langsung di metro tipi dan tipiwan.
Tapi dasar Johan dia tetap dingin
sedingin ideology yang dianutnya. Dingin di luar panas di dalamnya.
1 komentar:
Mantapks tadz...tapi iki malah mripate ngetutke tulisan gudang jalak terus rasido moco he he he selamat berkarya
Posting Komentar