Belasan tahun sudah saya menggeluti dunia
burung. Awalnya bergelut dengan burung kenari, kemudian pindah ke burung jalak
suren, lanjut ke burung cucak rawa dan sekarang menggeluti penangkaran burung
jalak bali.
Bergelut dengan dunia burung, wabil
khusus di sektor penangkarannya adalah pergelutan yang mengasyikkan, meski juga
harus di akui ini bukan pekerjaan ringan. Jadi ngeri-ngeri sedaplah ya . . .
Membersihkan kandang, memberi pakan,
mengganti air minum dan mandinya, membuat kotak sarang, memberi bahan sarang, meloloh
piyik hingga siap jual dan seabreg kerjaan lainnya menjadi rutinitas harian
yang tidak boleh ditinggalkan. Tak terasa itu semua saya lakoni selama rentang
waktu belasan tahun. Alhamdulillah saya bisa melakoninya dengan senang hati . .
.
Tak terlalu berlebihan jika sebagai
tukang burung jalak bali saya mengatakan bahwa rasa-rasanya saya sudah menelan
banyak asam dan mengunyah banyak garamnya penangkaran burung jalak bali. Karena
suka dan duka sudah saya lewati bersama kandang dan burung-burung jalak bali saya
dalam rentang waktu yang lumayan lama.
Oh ya . . .rasa suka dan hati berbunga-bunga,
biasanya mulai timbul pada saat melihat burung jalak bali saya sudah mulai
unjal sarang alias bikin tarangan untuk bertelur. Jika sepekan kemudian burung jalak
bali saya sudah terlihat angkrem maka hati ini semakin berbunga. Serius . . .
Dan jika dua pekan kemudian (masa eram
burung jalak bali adalah empat belas hari) terndengar suara nan lembut
...iyik...iyik... iyik ...maka bunga-bunga di hati ini semakin bermekaran.
Suara lembut ...iyik...iyik ...iyik... itu pertanda bahwa si piyik jalak bali sudah
menetas. Dan kalau dua atau tiga bulan lagi burung jalak bali saya sudah
terjual bunga-bunga semakin memenuhi hatiku. Begitulah cerita yang di alami
oleh para tukang burung pada umumnya.
Dan efek penjualan burung tersebut, bisa
menyebar ke mana-mana. Misalnya senyuman jadi gampang menghias bibir, ngguya-nguyu alias
plengah-plengeh, binar-binar kegembiraan juga tak mau ketinggalan turut menghiasai
mata, keceriaan segera datang menyertai diriku kemana-mana. Sehingga mendadak
saya menjadi orang yang ceria, baik hati dan tidak sombong.
Itulah yang biasanya terjadi jika burung-burung jalak bali saya berproduksi secara aktif dan penjualan berjalan secara lancar. Dan cerita seperti ini juga di alami oleh para tukang burung yang lain.
Itulah yang biasanya terjadi jika burung-burung jalak bali saya berproduksi secara aktif dan penjualan berjalan secara lancar. Dan cerita seperti ini juga di alami oleh para tukang burung yang lain.
Namun sebaliknya jika sudah
berbulan-bulan, si burung jalak bali kesayangan tidak menunjukkan upaya unjal
sarang, bunga-bunga hati ini mulai redup. Jika sudah berkali-kali daun cemara
di buat pancingan, gelodok sarang dibersihkan bahkan diganti yang baru, menu
pakan ditingkatkan satu level dari jangkrik ke kroto, namun si burung jalak
bali kesayangan tidak juga menunjukkan tanda-tanda bertelur, maka semakin ciutlah
hati ini.
Jika hati sudah menciut maka benih-benih
bunga yang tersemai dalam hati, mendadak layu. Tak ada setangkai kuncup
bungapun yang mau mengembang. Efeknya bisa kemana-mana. Bibir ini menjadi berat
untuk menyungging senyuman, mata ini rasanya jadi ngantuk terus, badan
bawaannya jadi males. Ada masalah sedikit saja pinginnya marah-marah, dan
seterusnya. Cerita ini juga umum terjadi di kalangan para tukang burung.
Itulah kira-kira suka dan duka, pahit dan
getir serta asam garam yang senantiasa menghiasai perjalanan saya sebagai
penangkar burung jalak bali. Bertahun-tahun rasa hati saya bolak balik antara
rasa bahagia dan rasa sedih yang dikendalikan oleh burung jalak bali saya. Jika
burung jalak bali saya berproduksi dengan baik maka hati ini langsung cerah dan
hidup-pun terasa indah. Sebalikknya jika burung enggan bertelur, sedihlah hati
ini dan hidup-pun terasa kurang bergairah. Lebay ya . . . ?
Tapi alhamdulillah akhir-akhir ini saya
si tukang burung jalak bali ndeso ini mendadak menjadi sholih. Sebagai orang
yang mendadak sholih tiba-tiba saya merasakan adanya kesadaran baru, bahwa
hidup ini terlalu berharga untuk disedihkan oleh seekor burung, walau burung
jalak bali sekalipun. Hidup ini mesti dibuat seindah mungkin, sebahagia
mungkin, sesuai dengan fithroh kehidupan yang selalu ingin bahagia di dunia dan
akhirat. Hidup tidak berboleh bergantung pada burung, suasana hati tidak boleh
dikendalikan oleh hewan.
Saya bersyukur sejak timbulnya kesadaran
itu hidup saya sebagai tukang burung jalak bali menjadi lebih indah. Hati ini
selalu dipenuhi oleh rasa syukur. Dan alhamdulillah rasa syukur yang selalu
bersemayam di dalam hati ini ternyata tidak hanya nyambung dengan suasana dalam
kandang, namun juga nyambung dengan pasar. Hasilnya burung jadi produktif dan
penjualan jadi lancar.
Buktinya sejak rasa syukur itu selalu
hidup dalam hati, burung-burung juga semakin stabil bertelurnya, penjualan juga
semakin lancar. Jadi rupanya kesadara baru ini telah memberikan buah di mana
dengan menambahkan rasa syukur ke dalam
hati rupanya Allah menambah rejeki di dalam kandang. Mungkin ini yang oleh para
ustadz di tipi diistilah dengan kalimat
“kalau kalian bersyukur maka nikmatmu akan ditambah“ (la in syakartum la
azi dannakum)
Saya benar-benar baru merasakan bahwa ternyata
menangkarkan burung jalak bali itu sederhana, dengan bersyukur saja sudah
cukup. Baru kusadari ternyata keinginan yang berlebihan tentang target
penangkaran burunglah yang menjadikan pekerjaan menangkarkan burung jalak bali
menjadi rumit dan berat. Padahal kata para orang-orang sholih di tipi itu, hidup
kita ini sebenarnya selalu dimudahkan oleh Tuhan “Dan sesungguhnya Tuhanmu
benar-benar mempunyai kurnia yang besar (yang diberikanNya) kepada manusia, tetapi kebanyakan mereka tidak
mensyukurinya” QS 27:73. Begitu kata mereka.
Baru kusadari ternyata kesedihan karena
ketidakpuasan terhadap kinerja burung di kandang sebenarnya sekedar cerminan
dari ketidaksiapan hati ini untuk pasrah, tidak mau melepas target karena
merasa sebagai pemilik burung. Padahal jika kita mau ikhlas dan sadar bahwa
burung yang ada dalam penangkaran kita semuanya milik Allah dan berjalan sesuai
kehendakNya maka akan plong dada ini dan lega tanpa ada kesedihan sedikitpun nyantol di hati. “Kepunyaan
Allahlah segala yang ada di langit dan bumi; dan kepada Allahlah dikembalikan
segala urusan” (Qs. 3 :109)
Kini saya sangat bersyukur sekarang
berada pada kesadaran fikiran seperti ini. Saya akan menjaga agar fikiran ini
tetap berada pada posisi syukur ini seterusnya. Saya sangat menyadari bahwa
fikiran ini sangat gampang berubah. Saking mudahnya berubah, ibaratnya semudah
membalikkan telapak tangan. Untuk mengikatnya maka saya memerlukan tali
pengikat berupa dzikir, menjaga ibadah terutama sholat dan tilawah al qur’an.
Dan juga tak kalah pentingnya adalah menjaga pergaulan dengan orang-orang baik
pada umumnya dan para penangkar burung yang sholih pada khususnya . . . mantab
ya . . . he he he . . .
Jadi dalam kamus hidup saya sekarang
tidak ada lagi istilah sedih berkepanjangan. Buat saya sekarang yang paling
utama adalah merawat burung sebaik-baiknya sambil berdoa semoga Allah
memberikan produktifitas yang tinggi dan stabil serta pemasaran yang lancar. Setelah
itu saya pasrah. Kalau Allah memberikan rejeki saya bersyukur, tapi kalau Allah
berkehendak untuk menyimpannya dan memberikannya di lain waktu ya saya sabar
atas hal ini. Karena saya berkeyakinan bahwa itu semua adalah yang terbaik buat
saya.
Saya berusaha untuk menjaga hati ini,
agar tidak tertular dengan kebiasaan sebagian penangkar yang terlalu menuntut
hasil dari penangkarannya secara berlebihan. Ada sebagian penangkar yang mematok
hasil secara kaku. Di mana dia mentargetkan semua indukannya harus berproduksi.
Untuk mencapai target tersebut maka segala suplemen pabrikan diberikan kepada
si burung. Padahal sesungguhnya sebaik-baik suplemen burung adalah makanan
alami. Maka pemberian suplemen terbaik bagi burung sebenarnya adalah makanan
yang berasal dari alam, yaitu buah dan serangga. Bukan zat-zat kimia.
Menurut saya mereka terlalu terpaku pada
persoalan teknis menangkar, sampai lupa bahwa berproduksi dan tidaknya burung
kita, semuanya di tangan Allah. Tugas kita hanya menangkar dengan
sebaik-baiknya, yaitu merawat dengan baik, dengan penuh kasih sayang,
memberinya pakan yang terbaik, minum yang terbaik, mensuasanakan kandang
senyaman mungkin. Jika semua prasyarat untuk tumbuhnya produktifitas tersebut
sudah kita berikan, maka insya Allah produktifitas penangkaran kita akan
meningkat. Sederhana kan ?
Alhamdulillah dengan mengambil sikap
seperti ini, penangkaran saya semakin produktif dan penjualan juga lancar. Ya
Allah tuntunlah hati ini untuk tetap berada dalam bimbinganMu, aamiin . . . (pak Syam, penangkar jalak bali klaten
081280543060)