Pertanyaan
yang cukup sering mampir ke handphone saya baik dalam bentuk sms, WA maupun bbm
adalah “Berapa harga sepasang indukan burung jalak bali yang telah produktif pak
Syam ?” Terus biasanya saya jawab begini “Yang indukan di sayang-sayang . . . .
jadi sayang untuk dijual mas, stok yang ada sekarang anakan makan vor kering. .
. . . " Biasanya mereka melanjutkan “Wah kalau belinya anakan nunggu produksinya masih
lama dong pak Syam ?”. Terus saya jawab,”Iya mas . . .masih lama.”
Begitulah
penggalan dialog yang sering terjadi antara saya dengan calon penangkar burung
jalak bali. Dalam sebulan puluhan kali dialog serupa terjadi secara berulang-ulang.
Setelah
dialog seperti itu saya sering berfikir tentang mereka. Saya menyebut mereka sebagai
type penangkar burung “jalan pintas”. Mereka berharap dalam hitungan pekan sudah
bisa memetik hasil dari penangkaran burung jalak balinya.
Mereka
berhitung begini; bukankah siklus produksi sepasang burung jalak bali berlangsung
antara 4 sampai 5 pekan sekali ? Dengan demikian maka dengan membeli sepasang indukan
produktif maka paling lama dalam waktu 5 pekan ke depan diaa sudah bisa
menikmati hasilnya.
Benarkah
itung-itungan mereka ini ?
Di atas
kertas, secara matematika bolehlah menghitungnya dengan hitungan seperti itu. Dan mereka tidak salah menghitung, karena memang siklus produksi sepasang
burung jalak bali berlangsung antara 4 pekan sampai 5 pekan.
Tetapi
untuk mengatakan bahwa seorang penangkar jalak bali yang baru terjun selama
satu bulan kemudian mendapatkan hasil seperti dalam hitungan di atas, saya belum pernah membacanya dalam
sejarah penangkaran di Indonesia bahkan mungkin di dunia.
Memang kalau sekedar mengandalkan pada hitungan matematika, memang hitungannya masuk. Tapi ingat menangkarkan burung
bukanlah soal cerita sebagaimana dalam pelajaran matematika. Kan menangkar
burung tidak di lakukan di atas kertas dengan media tulis berupa pulpen to ?
Menangkar burung dilakukan di alam nyata dengan media kandang dengan segala
perangkat kebutuhan burungnya. Antara hitungan di atas kertas dengan kenyataan di kandang kerap kali berbeda
Tapi
bukan berarti hitungan di atas salah sama sekali lo ya. Hitungan di atas kertas
bisa diterapkan di dalam kandang namun syarat dan ketentuan berlaku. Jika berbagai asumsi
yang mendasarinya dan persyaratan yang diperlukan terpenuhi maka
hitung-hitungan tersebut akan bisa diwujudkan. Namun jika berbagai asumsi dan
persyaratan tersebut tidak bisa dipenuhi maka hitungan matematika tinggalah
sebuah deretan angka-angka tanpa ada maknanya yang tentu saja hal hasil perhitungannya tidak ada kaitannya
dengan hasil penangkarannya.
Penangkar
burung bertype “jalan pintas” ini memang memiliki plus dan minus. Nilai positifnya
dia potensial untuk menjadi pengusaha perburungan besar yang cepat berkembang. Karena
orang seperti ini sifatnya tidak sabaran. Sehingga selalu memacu penangkarannya dalam kecepatan tinggi.
Nilai negatifnya dia potensial gampang patah arang, karena dunia penangkaran bukanlah dunia matematika yang bisa di selesaikan dengan kalkulasi sederhana. Dunia penangkaran burung dunia yang penuh warna dan berliku-liku. karena tidak sabaran dia mudah patah arang.
Nilai negatifnya dia potensial gampang patah arang, karena dunia penangkaran bukanlah dunia matematika yang bisa di selesaikan dengan kalkulasi sederhana. Dunia penangkaran burung dunia yang penuh warna dan berliku-liku. karena tidak sabaran dia mudah patah arang.
Maksudnya,
dunia penangkaran adalah dunia yang penuh warna dan berliku-liku, apa pak Syam
?
Maksudnya
??? Lo . . .lo . . .kok ndadak pakai maksudnya barang ? Begini saja, saya kasih
contoh saja ya. Dengan contoh ini semoga menjadi jelas apa yang saya maksudkan. Misalnya
si A mau membeli indukan jalak bali. Dia pingin indukan yang sudah produktif,
agar cepat memperoleh hasil. Bertanyalah dia ke kios penjual burung, “Om . . .
ada indukan burung jalak bali produktif yang dijual ?” tanya si A kepada
pemilik kios penjual burung. “Sebentar ya mas saya kontak teman saya dulu . .
.dia penangkar top . .. . burungnya bagus-bagus,” jawab pemilik kios.
Setelah
itu dia pencet-pencet hp, dan terjadilah dialog bisik-bisik dengan seseorang yang
berada di seberang sana. Sejurus kemudian si pemilik kios bilang kepada si A “Ada Om . . .indukan produktif . . . baguusss
bangeeettt . . . dan harganya miring Om . . .”. Setelah itu terjadilah apa yang
seharusnya tidak terjadi, yaitu transaksi burung jalak bali dengan berbumbu kecak manis yang berlebihan. Maka dibawa pulanglah burung jalak bali yang katanya indukan aktif itu. Gampang banget ya mendapatkan indukan aktif di pasaran ?
Padahal sependek
pengalaman yang saya miliki “saya selalu sayang-sayangan” sama indukan burung
jalak bali saya. Saking sayangnya kepada indukan burung jalak bali tersebut maka
untuk menjualnya jadi sayang sekali.
Bagi seorang
penangkar burung jalak bali seperti saya, indukan burung ibaratnya adalah mesin
produksi. Mesin ini setiap bulan memproduksi piyik untuk pemiliknya. Masak saya
mau jual mesin produksi dengan gampangnya. Pabrik saya kan bisa tutup ? Iya toh ?
Terus
kok ada orang yang menjual indukan burung jalak bali . . .hayo ?
Ooo . .
.itu begini ceritanya. Mungkin si pemilik memiliki mesin produksi dalam jumlah
yang berlebihan sehingga dia perlu mengurangi jumlah mesin produksinya. Saya
kira juragan burung yang memiliki jumlah indukan yang melebihi kapasitas
kandangnya jarang sekali. Jadi mendapatkan indukan yang produktif di pasaran
tetap saja tidak gampang.
Atau
kemungkinan kedua, ini terkait dengan kejahatan pasar. Haaaa . . .kejahatan
pasar . . . apa maksudnya pak Syam ?
Maksudnya
??? Lo . . .lo . . .kok ndadak pakai maksudnya barang ? Gini . .. .saya kasih
contoh lagi berdasarkan pengalaman saja juga . . .
Saya
sering menerima pengaduan lewat telepon. Si penelepon menceritakan kejadian
yang dialaminya saat membeli burung jalak bali. Dia ketipu. Lah ketipu ? Iya
dia ketipu. Dan sekarang ternyata bentuk penipuan itu bermacam-macam modusnya. Makanya
ada pembeli yang tertipu karena sertifikatnya palsu, ada yang tertipu karena
burungnya cacat, ada yang sudah transfer tapi ternyata burungnya tidak dikirim
dan berbagai macam bentuk penipuan lainnya.
Nah
dari berbagai macam bentuk penipuan ini juga ada kemungkinan indukan yang sudah
tidak produktif dibilang indukan masih seger top markotop. Bisa saja toh ?
Makanya terhadap mereka yang pingin membeli indukan selalu saya sarankan untuk
berhati-hati. Teliti sebelum membeli ! Tapi sayangnya orang-orang yang bertype
penangkar “jalan pintas” ini, suka terburu nafsu. Mereka tidak teliti dalam
membeli, sehingga mereka jadi gampang kecewa di kemudian hari. Patah arang . . .
Atau ceritanya kita balik. Sekarang
taruhlah kita benar-benar beruntung karena terbebas dari penipuan dan mendapatkan
indukan yang produktif. Apakah ini berarti untuk menjadi penangkar yang
produktif sudah cukup ? Jawabnya "Belum Cukup! "
Saat
kita sudah mendapatkan indukan yang benar-benar produktif masih dibilang belum
cukup ? Kan kita sudah berhati-hati sebelum membeli sehingga bebas dari
penipuan dan sekarang sudah mendapatkan indukan burung yang produktif ? Kok
masih belum cukup sih ?? Heran deh . . .
Sabar .
. .sabar . . .sependek pengetahuan saya, itu semua memang belum cukup. Masih
ada satu lagi yaitu adaptasi burung di tempat yang baru yaitu di kandang kita.
Pengalaman
menunjukkan bahwa indukan yang produktif di sana belum tentu produktif di sini.
Indukan yang top markotop di tempat penjual, setelah kita pindah ke kandang
kita bisa saja macet. Kok bisa ? Itulah kenyataan yang sering terjadi di lapangan
eh . . . di kandang maksudnya.
Apa
lagi kalau pindahnya sampai jauh, beda kabupaten misalnya. Umpamanya membeli
indukan di Klaten terus dibawa ke Banjarnegara. Ini jelas potensial mengalami
kesulitan dalam penyesuaian.
Malah
saya punya pengalaman memindahkan sepasang burung murai dari kandang di lantai
satu yang adem karena posisi kandang dekat dengan sumur, kemudian saya pindah
ke lantai dua yang agak panas. Ternyata sekitar dua pekan kemudian burung jadi
mabung alias mbrodol bulunya.
Dalam literature
ornitologi (ilmu tentang burung) dan teknik lingkungan, burung memang dikenal
sebagai satwa yang sensitive. Pakar lingkungan menjadikan keberadaan burung di
suatu tempat sebagai indicator baiknya lingkungan tersebut. Wilayah yang dihuni
oleh berbagai spesies burung berarti tingkat polusi, cuaca, suhu kelembaban dan
kebisingan lingkungan tersebut masih bagus. Jika terjadi perubahan pada aspek-aspek
tersebut maka burung akan kabur ke tempat lain yang sesuai dengan seleranya.
Hal ini
beda dengan ayam, kambing, sapi, kerbau dan lain-lain. Misalnya seekor ayam
jago dibawa dari Jogjakarta ke Surabaya. Sesampainya di Surabaya begitu kita
lepas di kebun beberapa menit kemudian melihat ayam betina, maka si betina
langsung dikejar. Padahal ini jago dari Jogja yang terkenal sopan santun,
ketemu betina Surabaya yang terkenal bonek . . . eee .. .langsung dikejar.
Demikian juga dengan Kambing Solo yang dibawa ke Malang atau Sapi Bali yang
dibawa ke Bogor. Mereka langsung akrab dengan betina setempat.
Hal ini
tidak terjadi pada burung-burung di penangkaran kita. Karena burung dikenal sensitive
dengan lingkungan. Dan kemampuan menyesuaikan dengan lingkungan ini juga sangat
berpengaruh terhadap kemampuannya bereproduksi. Makanya jangan heran jika
sepasang indukan produktif saat dibeli orang dan dipindah kandang, dia macet
produksi.
Jadi
sekali lagi membeli indukan mesti hati-hati. Telitilah sebelum membeli, sampai
anda mendapatkan indukan yang benar-benar masih produktif. Setelah mendapatkan
indukan yang produktif, anda harus telaten mengurus burung anda sampai dia
berhasil adaptasi dengan baik ditempat anda.
Maka
paling aman sebenarnya anda membeli burung dari anakan. Memang sih ada kerugian
di mana untuk mendapatkan hasil kita memerlukan waktu yang lebih lama. Namun
sebenarnya kalau kita cermati, lamanya waktu ini bukan sepenuhnya menjadi
kerugian buat kita. Karena lamanya waktu memperoleh hasil ini, justru bisa
mendidik kesabaran kita. Dan dalam menangkarkan burung, faktor kesabaran
menjadi modal yang sangat penting. Dengan membeli burung yang masih berusia
muda maka kita akan terdidik untuk menjadi sabar, telaten, bisa menambah ilmu
dan pengalaman menangkarkan burung dan lain-lain.
Adapun
keuntungan membeli burung yang masih berusia muda di antaranya bisa saya
paparkan dalam uraian berikut ini;
Pertama
burung bisa beradaptasi sejak dini. Semakin kecil burung yang anda beli akan
semakin gampang untuk beradaptasi. Bahkan beberapa jenis burung yang dipiara
sejak masih diloloh, dia akan menjadi jinak.
Kedua
kita bisa menyiapkan indukan berkualitas sejak dini. Sependek pengalaman saya
kualitas indukan berbanding lurus dengan kualitas perawatan. Semakin bagus
perawatan maka dia akan menjadi indukan yang semakin berkulitas, demikian juga
sebaliknya. Perawatan ini meliputi pemberitan pakan, vitamin, perawatan mandi, jemur
dan perlakuan sehari-hari lainnya. Dengan membeli anakan kita bisa
memaksimalkan perawatan. Dan hasilnya ? Indukan berkualitas.
Ketiga
kita sudah mengenal karakter burung dengan baik. Sebagaimana kita ketahui bahwa
setiap burung memiliki karakter sendiri yang berbeda dengan karakter burung
lainnya. Demikian juga dengan kesukaannya terhadap makanan yang juga tidak
selalu sama. Burung-burung yang sudah lama berada dalam pemeliharaan kita,
biasanya karakter dan kesukaan makannya juga sudah bisa kita kenali dengan
baik. Iya to ?
Ooo . .
.begitu . . . jadi menangkarkan burung memang harus sabar ya . . .
Demikian
sekelumit urun rembug dari saya, semoga bermanfaat bagi anda yang berminat
menerjuni wira usaha menangkarkan burung, terutama burung jalak bali.
Salam Kicau . . .
Pak Syam
Penangkar Burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060