Oleh : Pak Syam, Penangkar burung
Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA.
081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9
Pusat penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" telah berhasil menangkarkan burung jalak bali dan merawat anakan burung jalak bali hingga dewasa. Dengan demikian penangkaran burung jalak bali yang dilakukan "AHA Breeding Klaten" telah turut menyokong program pemerintah dalam mencegah kepunahan burung jalak bali tersebut. Budi daya burung jalak bali ini juga sangat berarti secara ekonomi, dan "AHA Breeding Klaten" telah banyak menjual burung jalak bali hasil tangkarannya kepada para penggemar burung jalak bali dan penghobi burung langka lainnya.
Bagi saya pertemuan dengan sesama penangkar merupakan anugerah yang selalu saya cari, maklum penangkar nDeso. Sebagai penangkar nDeso tentu saja saya jarang update informasi, baik soal tips-tips breeding agar tetap produktif, pemasaran yang lancar, apa lagi di sini ada kesempatan untuk membangun koneksi dengan kalangan atas awan he he he. . . . .
Awalnya
saya dihubungi bu Emy, salah seorang pembesar Pelestari Burung Indonesia (PBI).
Beliau menyampaikan undangan dari FOKSI (Forum Konservasi Satwa Liar Indonesia ) bahwa akan diadakan Loka Karya Burung
Berkicau di Taman Safari Indonesia Cisarua Bogor. Langsung saja saya menyambut
undangannya.
Sabtu
pagi 29 Agustus lalu, saya meluncur ke Citeureup untuk bergabung dengan rombongan. Saking
semangatnya saya datang kepagian. Maka sambil menunggu anggota rombongan yang lain
saya sarapan lontong sayur. Ini sarapan khas orang kota kayaknya, dan tentu
saja tidak bisa saya temui di Klaten. Sajiannya aneh karena meski bernama
lontong sayur tapi hampir gak pakai sayur, saking minimnya. Maklum ini di kota
bukan di Klaten di mana untuk mendapatkan sayur bukan hal yang gampang dan tentu saja tidak murah.
Sekitar
pukul 08.30 kami mengawali perjalan penting ini. Setengah jam meluncur kami sudah dihadang oleh kemacetan yang panjang mengular. Inilah penyakit utama jalanan kota. Tapi bagi saya kemacetan ini tidak mengganggu sama sekali, bahkan menjadi anugerah karena dalam perjalanan ini saya bersama para pakar penangkaran sekaligus
para jurgan besar. Sehingga saya bisa menimba ilmu lebih lama dari mereka.
Bertindak
sebagai komandan perjalanan adalah Pak Sukardi. Siapa tidak kenal beliau,
lelaki kalem yang sudah puluhan tahun menggeluti dunia perburungan ini, bukan
lagi bergelar sebagai pakar burung jalak bali semata. Beliau sudah berada dua
level di atas pakar alias mbahe pakar. Beratus burung telah lahir dari
penangkarannya.
Bertindak
sebagai pendamping pak Sukardi adalah Mas Saidi. Lelaki muda energik ini, bukan
orang baru dalam dunia perburungan. Di usia yang berkisar tiga puluhan beliau
sudah membangun “kerajaan” murai dengan jumlah prajurit ratusan ekor di
penangkarannya. Saya sempat dibuatnya terbelalak dan mengucapkan wouw saat saya
anjang sana ke penangkarannya beberapa waktu lalu. Kandang sebanyak ini berisi
burung murai semua ? Tidak ada yang berisi manuk gemak (burung puyuh) ? bisik
hati saya terheran-heran.
Saya
tidak habis mengerti bagaimana menangkarkan burung murai batu ekor panjang (
minimal 20 cm ) dalam jumlah ratusan ekor dengan produksi yang tinggi ?
Sedangkan saya selama ini setiap kali menjodohkan burung murai selalu dibuat
pusing. Maka ketika hari ini saya berjumpa dengan beliau al mukarom mas Saidi, saya
percaya bahwa ini adalah scenario dari Allah. Allah akan menunjukkan kepada saya
tentang profil yang mesti saya teladani dalam menangkarkan burung, untuk untuk
menuju keberhasilan sebagaimana yang telah Allah berikan kepada wong pati ini.
Hati saya sempat berbisik, insya Allah tahun depan wong Klaten juga bakal bersiap
memiliki keberhasilan yang setara, aamiin . . .
Di
jajaran bangku tengah mobil mewah yang kami tumpangi ini, persis disebelah saya
duduk dengan tenang seorang lelaki hitam manis, semanis tebu he he he . . .
Komunitas burung Jabodetbek sering memanggilnya mas Yoen. Lelaki berkumis tipis
asli Krakitan kampung jalak suren di laten ini, memiliki pengalaman menangkarkan
burung yang cukup lengkap. Skillnya cukup beragam. Jika penjenengan kesulitan memilih
cucak rawa ropel hutan atau ropel kaset, beliau ini rujukan yang tepat.
Penjenengan memiliki problem pleci yang macet tidak mau berbunyi, beliau adalah
nara sumber yang pas. Apalagi kalau sekedar berkonsultasi tentang penangkaran
burung jalak bali, cucak rawa atau murai batu, beliau ibaratnya weruh sak
durunge winarah. Penjenengan belum bertanya saja mas Yoen sudah siap dengan
jawaban.
Satu
lagi skills yang beliau miliki adalah kemampuan untuk menjinakkan burung-burung
sulit. Beliau ini ibaratnya pawang bagi penjinakan burung. Tak ayal berbagai burung
telah berhasil beliau jinakkan; berbagai spesies jalak, rangkong, raja udang
bahkan burung gerejapun berhasil beliau jinakkan . . .
Membersamai
beliau bertiga ini, obrolan kami mengalir begitu saja. Obrolan yang tentu saja
tidak jauh-jauh dari burung, prospek penangkaran burung, keprihatinan terhadap
ancaman kepunahan berbagai spesies burung berpadu dengan bumbu berbagai impian seputar
perburungan. Dalam balutan obrolan yang bernas ini macetnya tol menuju Taman
Safari Cisarua tidak banyak saya rasakan.
Akibat
parahnya kemacetan, perjalanan yang seharusnya hanya membutuhkan waktu 45 menit
ini, kami tempuh selama 4 jam lebih. Namun sekali lagi saya tidak merasakan adanya kebosanan akibat macet
tersebut, justru yang saya rasakan seperti tengah menempuh kuliah semester
pendek, dalam ruangan ber-AC dengan tiga professor yang sudah botak-botak akibat
digerus pengalaman panjangnya. Mantab to ? Insya Allah kuliah 4 jam on the road
yang akan menghijrahkan saya dari penangkar kelas kampong menjadi selevel
dengan penangkar kelas Jabodetabek, aamiin . . .
Sampailah
kami di tempat acara. Acara berlangsung cukup seru, dihadiri oleh orang-orang
besar di dunia satwa. Ada pak Toni Sumampouw selaku tuan rumah, ada pak Mega
dari MBOF, bu Emy dan bu Susi dari PBI, ada pak Badil dan yang terhormat saya sendiri. . .he . . .he . . .he, maaf dari
tadi kok saya gak disebut, ya saya sebut sendiri saja xe . . .xe . . .xe.
Dalam
pertemuan ini di luar acara formal, ada hal kecil yang menurut saya cukup menarik.
Begitu rombangan kami masuk, ada seorang bule dengan senyum yang mengembang
lepas, sangat bersemangat melambaikan tangan menyambut kedatangan kami dengan tanda
persahabatan yang tulus. Eh . . siapa dia, apakah dia anggota kumpeni seperti
yang dulu pernah diceritakan oleh pak guru waktu SD ? Apakah dia mau balik menjajah negara kami
terus mengemplang burung-burung kami, begitu
bisik hatiku.
Rombongan
kami menuju ke bangku kosong yang berada di belakang si bule. Acara terus
berlangsung, sesekali saya mendengar si bule ngomong dalam bahasa Indonesia
beraksen Jerman beneran bukannya jejer kauman. Ooo . . .ternyata si bule ini bukan kumpeni, tapi bule Jerman.
Ada apa dia di sini ?
Penasaranku
tentang si bule ini sedikit memudar ketika sesi makan siang. Saat menuju
Caravan Resto saya mendekati pak Sukardi untuk menelisik siapa bule ini
sebenarnya. Menurut pak Sukardi, bule ini bukan orang baru dalam dunia
perburungan. Empat tahun lalu si bule membangun penangkaran burung yang cukup
besar di daerah Sukabumi. Bahkan dalam masa empat tahun itu si bule berhasil
menangkarkan jalak putih sampai 500 ekor. . . .haaa . . .lima ratus eeekoorrr .
. .??? Banyak amat ya ?
Berbekal
sedikt informasi tersebut saat makan siang saya mendekati si bule. Nampak si
bule duduk di kursi dekat sebuah meja bundar yang dikelilingi lima tempat duduk yang ditata rapi di restoran ini. Saya mengambil tempat duduk persis berhadapan
dengan si bule. Kami ngobrol berlima. Saat saya mau bercakap dengan si bule saya
agak ragu, sebab saya mesti menyiapkan bahasa Tarzan terlebih dahulu.
Padahal jelek-jelek begini saya menguasai tiga bahasa loh. Pertama Bahasa Indonesia, terus Bahasa Jawa dan terakhir Bahasa Tarzan. Sayang dua bahasa yang saya kuasai justru tidak dia mengerti, terpaksa deh mengundang Tarzan. Akhirnya dialog dalam bahasa Tarzan ini hanya menghasilkan foto selvy he he he . . . dan sedikit informasi tentang penangkarannya.
Padahal jelek-jelek begini saya menguasai tiga bahasa loh. Pertama Bahasa Indonesia, terus Bahasa Jawa dan terakhir Bahasa Tarzan. Sayang dua bahasa yang saya kuasai justru tidak dia mengerti, terpaksa deh mengundang Tarzan. Akhirnya dialog dalam bahasa Tarzan ini hanya menghasilkan foto selvy he he he . . . dan sedikit informasi tentang penangkarannya.
Sekitar
jam dua rombongan kami meninggal Taman Safari. Mobil pak Sukardi yang hanya
berkapasitas empat orang terpaksa harus di isi dengan enam orang karena kami
ketambahan dua orang kicau mania yang antic dan unik. Satunya perempuan,
satunya ya si bule tadi. Ini orang perempuan jauh-jauh dari Nganjuk hanya untuk
ngomongin burung, saya heran kok ada ya perempuan suka burung.
Perjalanan pulang ke Jakarta terhambat kemacetan, maklum ini akhir pekan. Di akhir pekan seperti ini, jalur Jakarta puncak
dan sebaliknya bukanlah jalur yang ramah bagi siapa saja terutama bagi orang yang memburu waktu. Saya sangat gelisah dengan keadaan ini karena pukul 18.30 saya sudah harus sampai di Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng.
Ketika perjalanan baru sekitar sepuluh menit saya memutuskan untuk naik ojeg saja. Saya memutuskan untuk untuk mengejar kereta di stasiun Bogor saja. Lima puluhan kilo meter saya terombang-ambing dalam deru ojek yang melaju di jalanan yang disesaki mobil-mobil pribadi itu. Zigzag adalah cara terbaik yang dipilih pak ojeg, untuk mengejar waktu. Syukurlah sekitar pukul 15.46 saya sampai stasiun bogor. Ada waktu dua jam seperempat lagi untuk sampai di bandara cengkareng, moga tidak ada aral melintang.
Ketika perjalanan baru sekitar sepuluh menit saya memutuskan untuk naik ojeg saja. Saya memutuskan untuk untuk mengejar kereta di stasiun Bogor saja. Lima puluhan kilo meter saya terombang-ambing dalam deru ojek yang melaju di jalanan yang disesaki mobil-mobil pribadi itu. Zigzag adalah cara terbaik yang dipilih pak ojeg, untuk mengejar waktu. Syukurlah sekitar pukul 15.46 saya sampai stasiun bogor. Ada waktu dua jam seperempat lagi untuk sampai di bandara cengkareng, moga tidak ada aral melintang.
Alhamdulillah
kereta lancar. Sejam kemudian saya sudah sampai di stasiun Cawang dan sejurus kemudian
sudah meluncur ke Bandara Soekarno-Hatta Cengkareng. Taksi yang dikemudikan
orang Purwokerto ini melaju dengan kencang, dan sebelum jadwal yang tertera di
tiket saya sudah check in di Terminal 1B Bandara terbesar di Indonesia
tersebut. Saya ngotot malam ini mesti kembali ke Klaten karena saya sudah janji
untuk nganter burung ke Tulungagung esok
hari.
Awalnya
saya janji hari sabtu tapi saya tunda hari Minggu, lah kalau tertunda lagi
bisa-bisa konsumen kehilangan kepercayaan. Wah ini bisa gawat, karena pilar
utama dari penangkaran saya adalah kepercayaan konsumen. Produksi lancar tanpa
diimbangi kepercayaan konsumen maka stok burung akan numpuk. Jika stok numpuk
bisa gawat. Iya toh. Makanya konsumen itu raja.
Singkat
cerita malam itu saya sudah sampai di Klaten. Esok hari setelah saya
membereskan urusan kandang saya bersama istri meluncur ke Tulungagung. Alamat
sudah jelas, cuma rutenya saya belum tahu terutama rute Nganjuk sampai Tulungagung.
Beberapa kali saya kontak mas Janjang (pembeli), tapi telepon tidak diangkat.
Saat
sudah hampir tiga jam di perjalanan mas Jajang menelepon. Saat saya sampaikan
saya sudah sampai di Ngawi, dia kaget “Lo . . .bener ini pak Syam sendiri yang
mengantarkan ? Tanya mas Janjang. “Ya iyalah . . .memang siapa yang mengantar”.
Urusan mengirim burung Jalak Bali, biasanya saya antar sendiri, karena sampai
saat ini konsumen saya seringnya “kurang percaya” sama ekspedisi. Inilah efek
dari penipuan via internet yang marak akhir-akhir ini. Jadinya saya harus
nganter sendiri.
Beberapa
konsumen saya pada awalnya sering tidak percaya bahwa saya sendiri yang akan
mengantar burungnya sampai ke alamat. Sebagian besar mereka mengira bahwa
burung pesanannya akan dianter oleh orang lain. Rupanya mereka salah persepsi,
dikiranya saya adalah penangkar besar, sehingga tidak mungkin akan turun tangan
mengantar burung. Padahal saya penangkar kelas kampong, alias penangkar nDeso dengan
jumlah burung yang belum seberapa jika dibandingkan dengan bos-bos yang saya
ceritakan di awal tadi. Tapi saya bertekad untuk meraih kesuksesan seperti
mereka, karena kesuksesan adalah hak setiap orang. Kalau pak Sukardi, mas Saidi
dan mas Yoen hari ini sudah menjadi penangkar besar dengan jumlah burung sampai
ratusan, insya Allah saya juga bakal bisa mendapatkannya, Aamiin.
Tengah hari
saya memasuki Kecamatan Wilangan Kabupaten Nganjuk. Memasuki daerah ini ada
yang saya incer. Apa itu ? Bothok Tawon mBok Minthiel. Ini bothok kesukaan
saya. Akhirnya kami mampir, untuk melepas lapar. Setelah puas membothok saya
melanjutkan perjalanan. Sore sekitar pukul 16 saya sampai di alamat.
Di rumah
yang halaman belakangnya banyak dihuni satwa ini saya menemukan titik cerah
bahwa penangkaran burung di Indonesia bakal bisa menyelamatkan satwa kita yang
terancam punah. Berbagai satwa ditangkarkan di halaman belakang. Ada kacer, ada
perkutut, ada ayam jepang yang berkor panjang apa namanya, lupa saya . . . . Kenari, love bird, ayam mutiara
juga ada.Terus
satu lagi yang membuat saya plong ketika melepas jalak bali kepada konsumen
kali ini. Yaitu profil konsumen, dimana mas Janjang adalah type orang yang ulet
dalam bekerja.
Seperti
biasa saya selalu menanyakan kepada calon pembeli saya perihal pengalaman berinteraksi
dengan burung; sejak kapan memelihara burung, apakah pernah menangkarkan burung.
Ini pertanyaan dasar. Syukurlah mas Janjang alias mas Endut ini bukan orang baru dalam dunia perburungan
juga dalam dunia penangkaran burung, bahkan sudah beberapa kali mengalamai
kegagalan dalam menangkarkan satwa. Makanya saya plong.
Sependek
pengetahuan saya, dunia penangkaran adalah dunia yang berliku. Saya belum
pernah menemukan penangkar burung yang sukses pada tangkaran yang pertama.
Selalu saja saya menemukan orang yang eksis dalam dunia penangkaran setelah dia
mengalami kegagalan demi kegagalan. Setiap kali gagal dalam satu spesies dia mencoba
lagi sampai berkali-kali, bahkan kadang dia sampai harus beralih ke spesies lain. Demikian
seterusnya, dia tetap bangkit meski telah jatuh bangun, akhirnya baru mendapatkan kesuksesan
Profil
penangkar yang sudah jatuh bangun seperti ini saya temukan dalam diri mas
Janjajng ini. Profil seperti ini insya Allah akan segera menemukan
keberhasilan, karena jatah kegagalannya sudah dia pakai berkali-kali, hingga
stok kegagalannya sudah menipis bahkan mungkin tinggal sisa-sisa. Jika kelak stok
kegagalannya sudah habis, maka keberhasilanlah yang akan menggantikannya. Ini
sudah sunnatullah ( hukum alam ) dalam setiap kesuksesan. Kata para sesepuh
inna ma’al usyri yusro. Kalau kata bang Haji Oma Irama “ berakit-rakit kehulu .
. . berenang ketepian”
Setelah
puas bercengkerama, sore hari menjelang jam lima saya meluncur lagi menuju
Klaten. Kali ini saya mencoba rute baru. Saya lewat jalur selatan, karena jalur
utara banyak dilalui truck-truck besar bermuatan material berat limpahan dari
pantura akibat amblesnya jembatan comal.
Asyik
juga mengarungi jalur selatan ini. Sepanjang perjalanan tak henti-hentinya saya
mengagumi keindahan alam Indonesia. Benarlah kata orang bahwa Indonesia ini mirip
sepotong surga.
Konon dahulu kala saat Allah sedang menciptakan surga dengan segala keindahannya, tiba-tiba ada sedikit bagian yang bocor. Kebocoran surga ini menetes ke dunia persisnya di titik 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT yang tak lain sekarang kita kenal dengan nama Indonesia ini. Ck ck ck hebat ya . . .ada sepotong surga di sini. Begitu cerita orang-orang yang ngelantur itu . . .
Konon dahulu kala saat Allah sedang menciptakan surga dengan segala keindahannya, tiba-tiba ada sedikit bagian yang bocor. Kebocoran surga ini menetes ke dunia persisnya di titik 6º LU – 11º LS dan 95º BT - 141º BT yang tak lain sekarang kita kenal dengan nama Indonesia ini. Ck ck ck hebat ya . . .ada sepotong surga di sini. Begitu cerita orang-orang yang ngelantur itu . . .
Setelah
melalui berbagai kelokan yang indah, menerobos hutan jati, naik turun tanjakan,
kami mengakhiri petualangan ini sekitar pukul 22.00. Saat masuk rumah anak-anak sudah
tidur. Ada rasa sepi di hati. Maafkan kami nak, karena meski ayahmu ini bukan bang Thoyib, namun kadang
juga terlambat datang karena harus mencari beras dan sebongkah berlian . . .
Kami
menutup hari ini dengan ungkapan syukur dan istighfar. Syukur atas segala
karunia yang telah Allah berikan seharian ini, dan istighfar atas segala
kesalahan yang terjadi. Semoga Allah memberi kelancaran ikhtiyar kami dalam
menangkarkan burung dan melapangkan hidup ini. Saya bertekad meraih ridhonya dengan wasilah penangkaran burung. Insya Allah, aamiin.
Pusat penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" telah berhasil menangkarkan burung jalak bali dan merawat anakan burung jalak bali hingga dewasa, hingga turut berperan dalam menyokong program pemerintah dalam mencegah kepunahan burung jalak bali tersebut. Di samping telah menghindarkan dari kepunahannya budi daya burung jalak bali ini juga sangat bermanfaat secara ekonomi. "AHA Breeding Klaten" telah banyak menjual burung jalak bali hasil tangkarannya kepada para kicau mania yang hobi burung jalak bali maupun penangkar burung jalak bali.
Para peminat burung jalak bali bisa menghubungi owner penangkaran "AHA Breeding Klaten" yaitu pak Syam Hp. 087877486516, pin BB 25D600E9.
wah menarik pak Syam..aku jadi kepikir jadi penangkar besar...minim 100 kandang, BTW kenapa pak Syam sendiri sudah sukses menangkar kok masih cari nafkah di Jakarta..tidak fokus jadi penangkar profesional yang amat menjajanjikan?
BalasHapus