Selasa, 10 Desember 2013

Penangkar Jalak Bali Klaten : Jalan-Jalan ke Penangkaran Jalak Bali Taman Nasional Bali Barat

Saya ada satu rencana lagi, yaitu menengok penangkaran Jalak Bali di habitatnya yang asli. Maka rencananya besok Sabtu pagi, seorang diri, dengan kereta api ekonomi saya pergi ke Pulau Bali. Sekarang tiket kereta api ekonomi Sri Tanjung sudah di tangan ini. Tiket kereta ekonomi jurusan Jogjakarta – Banyuwangi. Haa . . . ke Bali naik kereta api ? Apa bisa sampai ? Tenang aja boy . . .


Perjalanan kereta ini sungguh sangat menyenangkan hati. Sepanjang jalan tersaji dengan rapi hamparan sawah yang baru dipanen petani. Sawah hutan dan ladang silih berganti mewarnai pemandangan selama perjalanan yang memakan waktu seharian ini. Berbagai pengalaman saya meresap di hati. Sesuatu banget . . .cetar membahana badai.




Malam hari saya sampai di stasiun kereta api Banyuwangi. Semalaman saya menginap di bumi Blambangan warisan Minak Jinggo ini. Ya masih sangat jelas kuingat sudut-sudut kota ini, sebab aku memang dilahirkan dan dibesarkan di daerah yang bersuku asli osing ini. Saya menghabiskan masa kecil di daerah ini. Demikian juga saat sekolah nanti. SD, SMP, dan SMA aku rampungkan dengan manis di daerah ini. Baru setelah SMA aku meninggalkan tempat ini untuk melanjutkan studi dan mengembara mencari hakikat diri.
Semalam aku menginap di bumi nenek moyangku ini. Aku tidur di bangku pelabuhan di kota ini. Nyenyak sekali . . .sebab nyamuk-nyamuk pada pergi, dia tahu sejak kemarin saya belum mandi.
Minggu dini hari, menggunakan pelayaran pertama kapal fery, aku meninggalkan pelabuhan Banyuwangi. Hanya setengah jam pelayaran, saya sudah menginjakkan kaki di Pulau Bali. 
Duh senangnya hati ini. Semilir angin pagi menyapaku ramah mengenalkanku lebih dalam tentang pulau ini. Hangatnya mentari pagi mengingatkanku akan misi sebenarnya kepergianku kali ini. Ya aku ingin melihat penangkaran Jalak bali di habitatnya yang asli. Bukan penangkaran yang di Kota Solo atau penangkaran yang berada di Kabupaten Klaten apa lagi yang di penangkaranku sendiri. Ya . . . memang aku ingin melihat penangkaran di habitatnya yang asli.
Saat asyiknya saya menyusuri pantai tiba-tiba seorang kakek tua tegap berdiri di depanku dan menatapku tiada henti. “Aku tahu, anda bukan penduduk sini”, kata sang kakek membuatku heran tiada bertepi. “Kok kakek tahu, saya bukan orang sini ?” tanyaku mengerti. “He he heh . . .” kakek itu malah terkekeh seakan memamerkan gusinya yang sudah tidak bergigi. “Baumu . . . baumu . . . bukan bau orang sini” katanya menjelaskan bahwa bauku bukan bau penduduk asli. “Penduduk sini rajin mandi, sedangkan kamu sudah dua hari tidak mandi . . .he he he” kata kakek itu lagi. “Sialan dia tahu aku tidak mandi sudah dua hari . . . maklum dalam perjalanan hal yang paling sering aku lupakan memang masalah mandi” bisikku dalam hati. 
“Aku tahu kamu kesini, ke pulau bali ini ingin melihat penangkaran Curik Bali” katanya membuyarkan lamunan ini. “Iya benar kek, saya memang ingin melihat penangkaran Curik Bali di pulau ini” kataku buru-buru menimpali. “Baiklah akan aku ceritakan seutuhnya tentang penangkaran Curik Bali di sini”, kata kakak memulai.
Itu hutan yang di depan kita itu adalah bagian dari Taman Nasional Bali Barat. Di sana ada penangkaran Curik Bali, tepatnya berada di desa Tegal Bunder, Sumber Klampok, Gerokgak, Singaraja. Orang-orang itu sudah menangkarkan Curik Bali ini sejak bulan April 1995. Sudah lama kan ? Tanya sang kakek tua. “Wah sudah lama ya kek, pasti anakan yang dihasilkannya sudah banyak ya kek ?” tanyaku pada sang kakek. Sang kakek terdiam, tidak merespon pertanyaan saya.



Kakek melanjutkan ceritanya. Kata mereka para pejabat kehutanan itu, proyek ini merupakan ‘tindak lanjut’ dari Proyek Penyelamatan Jalak Bali yang dilaksanakan oleh ICBP (International of Conservation for Bird Preservation) bekerjasama dengan Direktorat Jenderal Perlindungan Hutan dan Pelestarian Alam (PHPA)  atau Ditjen Perlindungan Hutan dan Konservasi Alam (PHKA) Departemen Kehutanan waktu itu. Tapi penduduk sini tidak tahu apa yang dimaksud dengan proyek-proyek itu. Penduduk sini merasa tidak dilibatkan dengan sepenuhnya. “Ooo . . .begitu “ kataku dalam hati.
Sang kakek mengajakku menyusuri area penangkaran yang memakan tempat seluas satu hektar ini. Mula-mula kami mengitari pagar besi. Sebuah pagar besi yang kukuh setinggi 5 meter berdiri mengitari area penangkaran ini. Di ujung yang agak jauh di sebelah sana berdiri dua menara penjaga. Mirip menara penjaga yang saya lihat di Lembaga Pemasyarakatan Cipinang beberapa waktu lalu.
Akhirnya kami masuk ke dalam area penangkaran ini. Tampak kandang-kandang penangkaran kukuh berdiri. satu, dua tiga . . . delapan . . . sebelas . . .lima belas. Ya . . . ada lima belas kandang penangkaran di sini. Ukurannya lumayan besar, saya perkirakan sekitar 3m x 3m x 4m. Gede ya ? Setidaknya jika saya bandingkan dengan kandang penangkaran saya di Klaten sana. 
Kandang saya hanya berukuran 1m x 1,6 x 2m. “Pasti ini hasilnya sangat bagus, sebab penangkaran saya di Klaten dengan ukuran yang seadanya saja indukannya beranak pinak dengan produktif, apa lagi di sini di kandang mewah ini”, begitu pikiran yang mepintas dalam kepala ini.
Kata kakek kelima belas kandang ini berbeda-beda fungsi. Ada kandang calon induk sebanyak lima buah. Lima buah kandang lagi berfungsi sebagai tempat betina bertelur. Sedangkan anak-anak jalak bali yang dihasilkan dari penangkaran ini ditaruh dalam kandang khusus. Untuk itu telah disediakan dua buah kandang khusus untuk anakan tersebut. Sedangkan tiga kandang terakhir dimanfaatkan untuk tempat koleksi burung-burung eksotik ini.
Saat menoleh ke arah kanan saya terperanjat bukan alang kepalang. Sebab dalam jarak yang tak terlalu jauh, sekitar sekitar 500m dari kandang penangkaran ini, berdiri sebuah kandang raksasa. “Ha . . . ternyata di sini juga menangkarkan raksasa ? Jadi di sini juga menangkarkan leak bali . . .? kataku dalam hati. Berdiri bulu kudukku . . .
“Hei . . . jangan ngelantur kamu !” bentak kakek seakan tahu sepenuhnya isi hatiku. “Itu bukan kandang penangkaran leak. Itu kandang penyiapan burung untuk dilepasliarkan ke habitatnya. Itu tempat trainingnya. Di situ burung-burung itu magang dulu sebelum dilepas ke alam”, panjang lebar kakek menjelaskan. “Ooo . . .bunder”, kataku dalam hati, sebab O memang mirip donat, bunder.
Setelah mengetahui bahwa kandang super besar itu ternyata bukan kandang raksasa, saya berjalan lebih mendekat. Buru-buru saya mengukur panjangnya. “Hei . . . tak perlu kamu mengukurnya. Kandang itu mempunyai ukuran 17m x 17m x 17,5m” teriak kakek dengan yakin. oo . . . pantas besar sekali . . .



Setengah hari kami menyusuri area penangkaran ini. Kami bertemu dengan beberapa petugas penangkar yang setiap saat siap menampung segala keluh kesah burung jalak bali di sini. Mereka siap menangani segala problema semua burung jalakbali sekaligus memenuhi keperluan burung untuk hidup dan berkembangbiak dengan nyaman. 

Kami juga melihat ada beberapa orang petugas dari polisi kehutanan. Kata mereka jumlahnya 10 petugas dengan jadwal kerja system shift alias bergantian. Wouw mantab, man ! Di penangkaran ini bakal bebas pencurian man !

Sebagaimana kita ketahui bahwa burung Jalak bali rawan pencurian karena nilai ekonominya memang sangat tinggi. Konon harga perekornya bisa mencapai puluhan juta rupiah.

Para petugas bercerita bahwa penangkaran ini dimulai pada tahun 1995. Waktu itu Taman Nasional Bali Barat mendapatkan kiriman indukan burung Jalak Bali dari Kebun Binatang Surabaya (KBS) sebanyak 3 ekor (2 betina dan 1 jantan) Namun tidak terlalu lama induk tersebut mati 1 dan tersisa 2 (sepasang). Ha . . .maaatiiii, kataku terkaget-kaget. Soalnya sepanjang pengalaman saya menangkar burung Jalak bali, burung ini tergolong burung yang bandel. Gak gampang sakit, apa lagi kalau usianya sudah dewasa. Tapi di sini, di kandang-kandang yang mewah ini, kok malah bisa mati . . .
Pada tahun 1996 didatangkan lagi induk sebanyak 8 ekor dari KBS, sedangkan pada tahun 1997 sumbangan dari TMII sebanyak 20 ekor, dan tahun 1998 sebanyak 30 ekor didatangkan lagi dari TMII. Dari sumbangan ini ternyata5 ekor mati dan 1 ekor dicuri orang. Hah . . . mati lagiiii . . . lima ekoooorrrr. Kok bisa sih ? kataku tak mengerti. Dan satu ekor dicuri oooraaaannggg . . .bukannya polisi hutannya ada 10 orang. Heran deh . . . !

Oke kita beri kesempatan lagi kepada bapak-bapak ini untuk melanjutkan ceritanya. Tahun 1999 didatangkan sebanyak 32 ekor dari KBS, Madiun dan Taman Safari Indonesia (TSI). Untuk kali ini lebih parah lagi. Dari jumlah tersebut ternyata 8 ekor mati dan 6 ekor dicuri orang. Untuk kali ini saya tidak kaget lagi. Saya pikir ini sistemik . . . apa itu sistemik ? Tak tahulah itu . . .

Sedangkan pada tahun 2000/2001 Taman Nasional Bali Barat mendapatkan kiriman burung sitaan dari penangkar dan penghobi tak berijin sebanyak 26 ekor. Dari jumlah ini setelah diserahterimakan tak lama kemudian terdengar berita bahwa ada10 ekor burung yang dicuri orang. Saya sama sekali tidak kaget. Kesimpulan saya makin jelas : ini sistemik. Gak percaya bertanyalah pada Gayus Tambunan atau Nazarudin dan Angelina Sondakh. Pasti kau akan semakin pusing dibuatnya.

Tiba-tiba kepala ini terasa pusing . . . dengan mata yang masih kriyip-kriyip saya raba kepalaku. Ternyata kepala ini benjol. Lo kok bisa ? Apa akibat dipukuli pencuri burung jalak bali ? Ooo . . . bukan sodar-sodara . . .

Rupanya saya terjatuh dari kursi di ruang tamu. Inilah akibatnya tidur lagi sesudah subuh. Bukankah Kanjeng nabi telah berpesan untuk tidak tideur kembali setelah sholat subuh ? Makanya ngimpi kemana-mana tak karuan, bahkan glundung dari kursi tamu dan jatuh ke lantaipun, seakan masih mengembara di Taman Nasional Bali Barat . . . he . . he . . . he . . . 

Menyadari hal ini saya segera ke belakang membereskan kandang. Satu persatu saya ganti pakan voor, jangkrik  dan pisang. Tak lupa jangkrik dan kroto anak si semut rang-rang. Kiyek-kiyek si jalak kecil saya suapi dengan jangkrik,  voor dan pisang.






Begitulah kegiatan rutinku di hari sabtu, dari pagi sampai siang. Bahkan kadang-kadang sampai petang. Waktuku saya habiskan di kandang, sampai lupa bahwa aku masih menanggung banyak utang di bank.

Buat anda yang pingin ikutan melestarikan burung jalak bali sekaligus mengeruk uang silakan datang. Saya terbuka untuk berbagai pengetahuan tentang bagaimana mengelola kandang, bagaimana memberi jangkrik dan pisang.

Oke kalau begitu selamat datang melihat-lihat kandang. Asal waktu pulang jangan sampai minta uang apa lagi nembung mau ngutang. Sebab status anda di sini adalah tamu tak diundang . . .he he he . . . maling . . .maling . . . maling . . .




tulisan ini juga dipublikasikan dalam kompasiana : http://lifestyle.kompasiana.com/hobi/2013/12/10/penangkar-jalak-bali-klaten-jalan-jalan-ke-lokasi-penangkaran-taman-nasional-bali-barat-618102.html 


Tidak ada komentar:

Posting Komentar