Selasa, 29 Januari 2013

Gubug Sewu Koco


Al kisah dahulu kala, konon di sebuah desa kecil di Klaten bagian selatan tepatnya di Desa Jimbung, di salah satu bukit kapur di pinggiran desa itu terdapat sebuah gubug tua yang dikenali masyarakat sekitarnya dengan nama Gubug Sewu Koco ( Rumah Seribu Cermin).

Di pagi yang masih berkabut, seekor burung Jalak Suren terbang mengelilingi desa dan melintasi Gubug Sewu Koco. Ia tertarik pada gubug itu dan memutuskan untuk mampir dan melihat lebih detail bangunan tersebut. Sambil terbang santai dan sesekali mendarat di pelataran dan pekarangan sekitar gubug atau nangkring di jendela tak henti-hentinya si Jalak Suren mendeteksi aura aneh dari gubug itu.


Sejurus kemudian dia telah berada dalam gubug. Seluruh panca inderanya dipasang baik-baik. Matanya tajam menatap setiap sudut gubug yang remang-remang itu, telinganya dibuka lebar-lebar untuk mendeteksi suara-suara dari semua jenis frekensi yang bisa dia tangkap. Otak cerdasnya tak henti-henti menganalisa semua data yang masuk dari mata dan telinganya.

Dan akhirnya . . . .betapa terkejutnya dia ketika mendapati pemandangan yang aneh bin ajaib. Dia menemukan ada beratus-ratus jalak suren dalam gubug itu. Sontak dia melompat dan seluruh burung itupun ikut melompat. Dia hinggap di jendela, seluruh burung itupun juga ikut hinggap di jendela gubug tua ( pintunya tinggal dua ). Dan ketika dia meringis burung-burung itu membalas dengan ringisan yang sama, ketika dia ngoceh semua mulut burung itu juga ngoceh namun tanpa suara. “Diapun berteriak Keeekk. . . .Keeekkk. . . . mulut merekapun komat-kamit dengan komat dan kamit yang sama, dan dengan makna yang jelas sekali yaitu selamat datang sobat ceriaku”. Dan akhirnya “ Ting . . . .Aha aku tahu sekarang “ kata Jalak Suren dalam hati. Ini semua adalah bayanganku yang terpantul dari cermin-cermin itu.
Setelah mengetahui mereka semua hanyalah bayangan dirinya maka si Jalak Suren yang kenes ini menjadi over acting, dia mengumbar kecantikan bulunya, keelokan paruhnya yang kuning keemasan itu, kelincahan gerakan tubuhnya dan gambar dalam seribu cermin yang ada dalam gubug itupun mengamini itu semua. Ia tersenyum puas, ratusan jalak suren itupun membalas dengan senyum paling manis yang dia miliki, hangat dan bersahabat. Dia puas anda lemas ! 
Ketika dia meninggalkan gubug itu, ia berkata pada dirinya sendiri, "Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat saya akan kembali mengunjunginya sesering mungkin." Katanya sambil melompat indah meninggalkan tempat itu

Sesaat setelah ia pergi, datanglah burung Gagak Galau yang sedang bermuram durja. Wajahnya ditekuk, matanya redup, bulu-bulunya hitam bulug awut-awutan tak dirawat. Nyelonong saja dia masuk ke dalam gubug. Sontak dia kaget dan reflek dia berteriak “ Kaaaaakkk. . . . Kaaaaaaakk . . . . . .yang artinya Ada Hantuuuu. . . . . ..!!!” Si Gagak Galau melihat ada seribu burung gagak hantu tengah mengelilingi dirinya dan semua berteriak serentak bagaikan kur kematian “Kaaakkk……Kaaaakkkk . . . . dengan arti yang belum berubah alias tetap sama yaitu “Kamu Hantuuuuu . . . “. Akhirnya Gagak Galau itu bertambah galau, sampai dia berada pada kondisi galau di atas galau.  Tempat ini sungguh mengerikan, saya takkan pernah mau kembali ke sini lagi, chiyuuss lo.  Katanya sambil melompat pergi meninggalkan tempat yang tidak sedikitpun memberikan pencerahan itu.

Lo kok bisa ? Si Jalak Suren disambut oleh malaikat keceriaan sedangkan si Gagak Galau disambut hantu mengerikan, padahal berada di tempat yang sama yaitu di Gubug Sewu Koco. Itulah kejujuran cermin. 
Seringkali gambaran atau kesan tentang wajah orang-orang di sekitar kita atau bahkan problem dalam hidup ini, yang kita lihat dan kita alami setiap hari, adalah cerminan dari gambaran dan kondisi dari kondisi wajah ( hati ) kita sendiri. Kalau kita menunjukkan keramahan, maka dunia akan tampak ramah... Kalau dunia terasa suram, mungkin itu karena wajah kita sedang muram, kalau hidup kita terasa kacau mungkin karena hati kita sedang galau . . . . Kata kanjeng nabi Allah pernah berfirman “Ana Inda Dhonniy abdi bihi” yang artinya “ Keeekkk . . . . Keeekkk . . . . maksudnya, Aku ( Allah ) berada dalam persangkaan hambaku tentang aku ( pent )”.    

So, wajah seperti apakah yang tampak pada orang-orang yang kita jumpai, adalah gambaran dari suasana hati kita, karena itu jagalah hati, jangan sampai ada mendung disana. Maka hidup anda akan cerah secerah matahari pagi dilereng timur merapi. Gak yakin. Buktikan sendiri. 

Pesan pentingnya adalah, bukan faktanya, bukan kondisinya, juga bukan peristiwanya yang membuat kita sedih atau gembira tapi respon kita terhadap hal tersebut. Bab ini membahas tentang potensi yang besar sebagai anugerah ilahi sekaligus memanejnya dengan cara menata hati dalam memilih respon, dan memelihara pilihan itu untuk kita manfaatkan sebagai tangga sukses.

           Secara psikologi gerakan kita dituntun oleh fikiran kita, apa yang mengisi fikiran kita itulah yang akan mewujud dalam langkah kaki kita. Sangat mustahil seseorang yang tidak pernah berfikir tentang bisnis, tiba-tiba dia melakukan impor barang-barang elektronik dari China dalam skala besar. Atau sebaliknya seseorang pedagang daging di pasar induk yang tidak pernah terlintas sedikitpun fikiran tentang dunia medis, tiba-tiba mendirikan klinik spesialis mata. Semua produk manusia sebelum dia ada sebagaimana wujud fisiknya yang sekarang, dia tecipta dalam fikiran terlebih dahulu. Apakah itu pesawat terbang, atau kios pakan burung di pasar pramuka, atau peternakan Jalak Suren di Krakitan Klaten sana. Semua diciptakan dalam fikiran terlebih dahulu baru menyusul bentuk fisiknya.













1 komentar: