Al kisah dahulu kala, konon di sebuah desa kecil di Klaten bagian
selatan tepatnya di Desa Jimbung,
di
salah satu bukit kapur di pinggiran desa itu terdapat sebuah gubug tua yang dikenali masyarakat
sekitarnya
dengan nama Gubug Sewu Koco ( Rumah
Seribu Cermin).
Di pagi yang masih berkabut, seekor burung Jalak
Suren terbang
mengelilingi
desa dan melintasi Gubug Sewu Koco. Ia tertarik pada gubug itu dan memutuskan untuk mampir dan melihat
lebih detail bangunan tersebut. Sambil terbang santai
dan sesekali mendarat di pelataran dan pekarangan sekitar gubug atau nangkring
di jendela tak henti-hentinya si Jalak Suren mendeteksi aura aneh dari gubug
itu.
Sejurus kemudian dia telah berada dalam gubug. Seluruh panca inderanya dipasang baik-baik. Matanya tajam menatap setiap sudut gubug yang remang-remang itu, telinganya dibuka lebar-lebar untuk mendeteksi suara-suara dari semua jenis frekensi yang bisa dia tangkap. Otak cerdasnya tak henti-henti menganalisa semua data yang masuk dari mata dan telinganya.
Dan akhirnya . . . .betapa terkejutnya dia ketika mendapati
pemandangan yang aneh bin ajaib. Dia menemukan ada beratus-ratus jalak suren
dalam gubug itu. Sontak dia melompat dan seluruh burung itupun ikut melompat.
Dia hinggap di jendela, seluruh burung itupun juga ikut hinggap di jendela
gubug tua ( pintunya tinggal dua ). Dan ketika dia meringis burung-burung itu
membalas dengan ringisan yang sama, ketika dia ngoceh semua mulut burung itu
juga ngoceh namun tanpa suara. “Diapun berteriak Keeekk. . . .Keeekkk. . . . mulut
merekapun komat-kamit dengan komat dan kamit yang sama, dan dengan makna yang
jelas sekali yaitu selamat datang sobat ceriaku”. Dan akhirnya “ Ting . . .
.Aha aku tahu sekarang “ kata Jalak Suren dalam hati. Ini semua adalah
bayanganku yang terpantul dari cermin-cermin itu.
Setelah mengetahui mereka semua hanyalah bayangan
dirinya maka si Jalak Suren yang kenes ini menjadi over acting, dia mengumbar
kecantikan bulunya, keelokan paruhnya yang kuning keemasan itu, kelincahan
gerakan tubuhnya dan gambar dalam seribu cermin yang ada dalam gubug itupun mengamini
itu semua. Ia
tersenyum puas,
ratusan
jalak suren itupun membalas
dengan senyum paling manis yang dia miliki, hangat dan bersahabat. Dia puas anda
lemas !
Ketika
dia meninggalkan gubug itu, ia berkata pada dirinya sendiri,
"Tempat ini sangat menyenangkan. Suatu saat saya akan kembali
mengunjunginya sesering mungkin." Katanya sambil
melompat indah meninggalkan tempat itu
Sesaat setelah ia pergi, datanglah burung Gagak
Galau yang sedang bermuram durja.
Wajahnya
ditekuk, matanya redup, bulu-bulunya hitam bulug awut-awutan tak dirawat.
Nyelonong saja dia masuk ke dalam gubug. Sontak dia kaget dan reflek dia
berteriak “ Kaaaaakkk. . . . Kaaaaaaakk . . . . . .yang artinya Ada Hantuuuu. .
. . . ..!!!” Si Gagak Galau melihat ada seribu burung gagak hantu tengah
mengelilingi dirinya dan semua berteriak serentak bagaikan kur kematian “Kaaakkk……Kaaaakkkk
. . . . dengan arti yang belum berubah alias tetap sama yaitu “Kamu Hantuuuuu .
. . “. Akhirnya Gagak Galau itu bertambah galau, sampai dia berada pada kondisi
galau di atas galau. “Tempat ini sungguh mengerikan, saya takkan pernah mau kembali ke sini
lagi,
chiyuuss lo.” Katanya sambil
melompat pergi meninggalkan tempat yang tidak sedikitpun memberikan pencerahan
itu.
Lo kok bisa ? Si
Jalak Suren disambut oleh malaikat keceriaan sedangkan si Gagak Galau disambut
hantu mengerikan, padahal berada di tempat yang sama yaitu di Gubug Sewu Koco.
Itulah kejujuran cermin.
Seringkali gambaran atau kesan tentang
wajah orang-orang
di sekitar kita atau bahkan problem dalam hidup ini, yang kita lihat dan kita alami
setiap hari, adalah
cerminan
dari gambaran dan kondisi dari kondisi wajah (
hati ) kita sendiri. Kalau kita menunjukkan keramahan, maka dunia akan tampak
ramah... Kalau dunia terasa suram, mungkin itu karena wajah kita
sedang muram, kalau hidup kita terasa kacau mungkin karena hati kita sedang
galau . . . . Kata kanjeng nabi Allah pernah berfirman “Ana Inda Dhonniy abdi
bihi” yang artinya “ Keeekkk . . . . Keeekkk . . . . maksudnya, Aku ( Allah )
berada dalam persangkaan hambaku tentang aku ( pent )”.
So, wajah seperti apakah yang tampak pada orang-orang yang
kita jumpai, adalah gambaran dari suasana hati kita, karena itu jagalah hati,
jangan sampai ada mendung disana. Maka hidup anda akan cerah secerah matahari
pagi dilereng timur merapi. Gak yakin. Buktikan sendiri.
Pesan pentingnya adalah, bukan faktanya, bukan kondisinya,
juga bukan peristiwanya yang membuat kita sedih atau gembira tapi respon kita
terhadap hal tersebut. Bab ini membahas tentang potensi yang besar sebagai
anugerah ilahi sekaligus memanejnya dengan cara menata hati dalam memilih
respon, dan memelihara pilihan itu untuk kita manfaatkan sebagai tangga sukses.
Mantab pak syam
BalasHapus