Senin, 14 Juli 2014

Penangkar Burung Jalak Bali Klaten : Anak Adalah Kacang Yang Butuh Lanjaran, Bukan Kacang Yang Lupa Akan Kulitnya

Oleh : Pak Syam, Penangkar burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA. 081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9


Seri Ramadhan, session 11

!! menangkar jalak bali !! merawat jalak bali !! menjual jalak bali !! budi daya jalak bali !!

Konon di balik kebesaran seorang tokoh, selalu ada wanita yang menopangnya. Peran ini bisa ditopang oleh ibunya atau istrinya.

Seorang ibu menjadi arsitek pertama bagi sang tokoh, saat ia masih kecil. Ibarat keramik, sang ibulah yang menggulowentah saat dia masih berujud lempung (tanah liat). Ruang kerjanya di sawah, saat hujan dan panas. Saat sawah becek maupun ketika terik matahari menyengat.

Sedangkan seorang istri kerap kali mengambil peran signifikan saat sang tokoh sudah melangkah ke tengah lapangan. Saat tanah tak lagi becek, saat matahari kadang tak lagi terik. Namun begitu perannya juga tak kalah heroic. Aksi-aksi berat sang tokoh sering kali diback up secara nyata oleh sang istri, meski kadang tidak ditempatnya sang tokoh beraksi. Bahkan kadang jauh dari tempatnya berdiri.

Lalu di mana peran heroism sang Ayah dalam drama ketokohan anak-anaknya ?


Tersebutlah seorang ayah yang sangat rindu ingin memiliki bakti yang lebih nyata kepada agamanya. Ia sangat berharap agar dikaruniai anak yang ahli fikih (faqih) dan pendakwah yang ulet. Di tengah berbagai pengajian yang diikutinya beliau sering menangis kemudian meminta kepada Allah agar diwujudkannya.

Harapannya diijabah Allah. Dua putra beliau benar-benar menjadi qurrota a’yun. Satu putranya menjadi seorang faqih yang mumpuni yaitu Abu Hamid Muhammad bin Muhammad al Ghozali dan satu putranya lagi menjadi pendakwah yang ulung dan tak kenal lelah membenahi ummat yaitu Abu Futuh Majd al Din Ahmad bin Muhammad.

Satunya menguasai dunia buku, dan mengendalikan fikiran para pengkajinya. Yang satunya merambah kerasnya alam nyata, dengan tanpa kenal lelah untuk terus memperbaikinya. 

Meski Ihya’ Ulumuddin nampak lebih panjang umurnya lebih membahana suaranya dan lebih harum namanya, namun bukan berarti merambah alam nyata, terjun di tengah-tengah ummatnya tidak lebih berharga. Keduanya sama urgensinya.

Itulah ayah jaman dahulu, bagaimana dengan ayah jaman sekarang. Bagaimana dengan saya ? Saya beternak burung untuk membiayai keperluan mereka.

Ah . . . rasanya tidak cukup hanya itu. Karena membiayai mereka hanyalah sebagian tugas seorang ayah. Karenanya masih banyak peran lain yang menuntut kehadiran seorang ayah. Sebab tumbuh kembangnya anak ibarat pohon kacang panjang. Dia tidak hanya butuh pupuk, namun juga butuh lanjaran.


Jika kita merasa hanya mampu memberinya pupuk dan merasa tak kuasa menjadi lanjaran jangan terus kau perlakukan dia sebagai kacang tanah. Tetaplah kau memandangnya sebagai kacang panjang, dan pinjamlah lanjaran dari mana saja kau dapatkan. Sebab jika kau sebagai ayahnya memandangnya sebagai kacang tanah, hanya karena kau tidak mampu menjadi lanjaran, maka kelak kau akan kecewa. 

Ingat jangan beri dia peluang untuk menjadi sebatang pohon kacang panjang yang tumbuh dengan meninggalkan lanjaran, atau menjadi kacang tanah yang hanya akan melupakan kulitnya. Agar kelak kita tidak kecewa.

!! menangkar jalak bali !! merawat jalak bali !! menjual jalak bali !! budi daya jalak bali !!

2 komentar:

  1. Semoga penangkaran yang Bapak lakukan membuahkan banyak burung2 jalak Bali, saya sebagai orang Bali mengucapkan terima kasih, salut buat Bapak yang peduli pada burung maskot pulau Dewata

    BalasHapus
  2. Buat rare-angon, terima kasih atas do'anya.

    Di samping saya memang menyukai burung, menangkar jalak bali juga menguntungkan secara finacial.

    Tentu saja aspek pelestarian atas satwa langka ini juga sangat penting. Semoga makin banyak pihak yang peduli terhadap keberlangsungan hidup nutfah asli Indonesia ini.

    BalasHapus