Ingin
sukses menangkar burung. Jangan lupa hadirkan hati anda di dalam kandangnya.
Alkisah, seorang pria sedang asyik memancing ikan di
sebuah kolam pemancingan. Lalu datang seorang anak muda, “Bapak sedang
mancing?” “Iya,” jawab pria itu. “Pakai umpan apa, Pak?” tanya si anak muda.
“Cacing,” jawab si Bapak. “Ya . . . .Bapak kenapa susah-susah pakai umpan
cacing Pak. Untuk memancing ikan di sini bapak bisa pakai umpan rumput pak.
Rumput nyarinya gampang. Bapak gak perlu repot-repot?” kata si anak muda itu dengan
semangat patlima. “Oh iya to “ jawab si Bapak terheran. Lama-lama si Bapak
kemakan omongan ngelantur si anak muda itu juga. “Tak ada salahnya jika saya
mencoba anjurannya. Gampang sih soalnya, gak perlu susah-susah cari cacing,
disekitaran sini banyak rumput” guman si Bapak dengan manggut-manggut tanda
yakin.
Hari ini, seharian penuh si Bapak menunggui pancingnya. Tapi
sampai maghrib datang menjelang, tak satu ikan pun dapat dia pancing. Tak kapok juga, esok hari
dia masih meneruskan kegiatan mancingnya dengan tetap istikomah menggunakan umpan rumput sawah. Setengah hari
telah dia lalui, namun tak satupun ikan yang berhasil nyantol dipancingnya.
Dengan hati yang dongkol dia mencari si anak muda, “Hai
bocah, saya sudah mengganti pakan cacing menjadi rumput, tapi kok malah gak dapat ikan?” Eh . . . alih-alih
menjawab si anak muda yang dimintai pertanggungjawaban tersebut malah ngeloyor
pergi. “Rumput memang bisa digunakan untuk memancing, Pak. Tapi enggak bisa untuk mendapatkan ikan!”
teriaknya dari kejauhan.
Begitu urang lebih cerita Mario Teguh saat menjadi pembicara dalam
seminar entrepreneur bertajuk “Berbisnis dengan Hati
Bekerja dengan Cinta” dalam rangka memperingati 10 tahun Pesantren Aa Gym beberapa waktu lalu.
Dari cerita itu, Om Mario ingin menggambarkan bagaimana sebuah
keinginan tidak mungkin bisa dicapai bila tidak menggunakan cara yang layak. Memang sih memancing
ikan dengan menggunakan rumput sawah sebagai umpan itu bisa. Bahkan kalau ditilik
dari sisi teknisnya ia lebih gampang dibanding jika menggunakan umpan cacing tanah.
Tapi sebagai sebuah cara untuk mencapai tujuan maka cara itu hanyalah cara yang
mudah, bukan cara yang tepat apa lagi efektif.
Rumput
sawah, atau barang apapun, pasti bisa digunakan untuk memancing, tapi jangan
harap dapat menarik minat ikan untuk memangsanya. Intinya, menurut Mario, tidak
semua cara yang digunakan untuk mencapai sesuatu akan mendatangkan hasil yang
diinginkan. “Perlu dipikirkan cara yang tepat untuk mendapatkan hasil yang
diinginkan,” tandas motivator ulung itu.
Begitu
pula yang berlaku di dunia penangkaran. Untuk menghasilkan indukan burung yang produktif, kita memerlukan cara
yang tepat. Sebenarnya untuk breeding burung jalak bali kita bisa hanya
memberikan voor ayam setiap hari. Pemberian voor semata kepada burung jalak
bali ini sangant menguntungkan bagi peternak. Disamping praktis cara
pemberiannya, harganya juga murah sekaligus gampang di dapat.
Hal ini
sangat berbeda jika dibandingkan dengan cara memelihara burung jalak bali yang
standard. Dalam pemeliharaan yang standard maka disamping diberi vorr burung
harus diberi makanan berupa buah yaitu pisang atau papaya. Ditambah lagi
makanan yang mengandung protein seperti jangkrik atau ulet hongkong.
Demikian
dengan luas ukuran kandang. Bagi kita yang tinggal di perkotaan maka lahan
menjadi faktor yang sangat penting. Nah untuk mensiasati mahalnya lahan kita
buat saja ukuran kandang yang kecil-kecil agar bisa menampug indukan dalam
jumlah yang banyak. Itu bisa saja kita lakukan. Tapi yang pasti ukuran seperti
ini akan membuat burung piaraan kita
menjadi tidak nyaman tinggal di dalam kandang. Jika burungnya tidak
nyaman berada di dalam kandang, apakah hati kita bakal tega berharap agar
burung kita mau bertelur dan beranak pinak secara lancar.
Itulah
sebabnya ada semacam patokan baku berapa ukuran minimal kandang burung jalak
bali agar dia bisa merasa nyaman berada di dalam kandang. Kenyamanan burung di dalam
kandang ini menjadi variabel penting mengingat dari pengalaman para penangkar jika burung tidak
merasa tentram di kandangnya maka dia akan protes kepada penangkarnya dalam
bentuk ‘ogah bertelur’. Berapa tahunpun kita menjalani penangkaran jika sepanjang tahun itu pula burung-burung tersebut selalu protes kepada kita, maka tangan kita akan tetap kosong tanpa hasil.
Maka
penting bagi kita untuk memahami perasaan burung. Ingat ungkapan rocker juga
manusia ? Nah dalam hal rasa aman bagi burung dalam sangkar penangkaran maka ungkapan
“burung juga manusia” sangat patut untuk kita kedepankan. Itulah yang saya
maksud dengan menangkarkan burung dengan hati.
Jika hati kita sudah hadir di kandang maka, burungpun akan senang. Jika si burung tangkaran kita hatinya senang maka dia akan membalas kita dengan balasan yang membuat hati kita riang. Apa itu ? Dia akan beranak pinank dengan tenang. Maka kitapun akan terkenang-kenang . . . . . . .
Sumber inspirasi tulisan : http://majalahqalam.wordpress.com oleh Ahmad Muhajir
Thank you for every other informative web site. The place else could I get that kind of info written in such an ideal method?
BalasHapusI've a challenge that I am simply now running on, and
I have been at the glance out for such info.
Feel free to surf to my web-site vintage women's clothing