Senin, 03 Maret 2014

Penangkar Jalak bali Klaten : Menangkar Jalak Bali; Entrepreneur Berbasis Hobi (bag.1)


Sering sekali saya menerima pertanyaant tentang bagaimana caranya menangkarkan jalak bali ? Bagaimana prospeknya penangkaran jalak bali  ? Atau saran seperti ini “Saya berminat menangkarkan jalak bali, minta bimbingannya”. Dan masih banyak lagi pertanyaan permintaan dan harapan lainnya.

Menanggapi pertanyaan permintaan maupun harapan di atas saya selalu memulainya dengan pertanyaan balik; apakah anda mas, om,  bapak selama ini adalah seorang penggemar burung ?


Jawaban mereka saya klasifikan menjadi tiga golongan. Pertama adalah golongan para penggemar burung. Golongan kedua adalah orang yang  sekedar suka dengan burung dan telah memelihara beberapa ekor burung ‘ringan’ semacam kutilang, trucukan dan ciblek. Golongan ketiga adalah orang-orang yang  tidak atau belum memiliki minat kepada burung, namun memiliki keinginan untuk terjun dalam penangkaran jalak bali.


Jawaban atas pertanyaan pembuka tersebut akan menentukan cerita saya lebih lanjut. Jika dia seorang penghobi burung, maka saya akan siap untuk belajar bersama dia dalam menangkarkan burung jalak bali. Kalau dia sekedar seneng dengan burung maka saya perlu omong-omong lebih lama untuk mengetahui kesiapan dia menangkar burung jalak bali. Untuk golongan orang ketiga yaitu orang yang selama ini belum memiliki ‘rasa’ terhadap burung saya selalu menyarankan agar tidak usah meneruskan niatnya untuk menangkar jalak bali, kecuali dia bertekad untuk menumbuhkan minatnya kepada burung.

Lo kok ada orang yang belum memiliki rasa suka terhadap burung tapi berminat untuk menerjuni dunia penangangkaran jalak bali. Sekilas memang nampak aneh,  tapi begitulah kenyataannya. Karena ternyata keuntungan potesial  (prospek) yang ditawarkan oleh penangkaran jalak bali benar-benar telah menjadi magnet yang menarik mereka. Mereka mengetahui bahwa dalam penangkaran jalak bali terdapat peluang untuk mendapatkan keuntungan yang cukup bsar.

Terus mengapa saya terkesan menganaktirikan golongan yang ketiga ini ? Apakah ini tidak berarti saya telah melakukan sikap tebang pilih dalam bekerjasama dengan penangkar ? Apakah sikap seperti ini tidak bertentangan dengan nurani sebagai penangkar yang bertekad berbagi ilmu dan pengetahuan menangkarkan jalak bali demi kelestarian jalak bali di Indonesia ?

Mungkin itu sederetan pertanyaan yang muncul ketika mengetahui sikap saya seperti dalam paparan diatas, dimana saya tidak antusias menyambut keinginan mereka untuk menerjuni dunia penangkaran jalak bali. Mungkin sekilas saya akan nampak tidak fair, tebang pilih dalam menanggapi keinginan orang yang ingin menerjuni dunia penangkaran jalak bali, namun sebenarnya saya justru berkeinginan untuk “menyelamatkan” mereka dari kemungkinan dampak negative dari penangkaran jalak bali.

Dunia penangkaran sesungguhnya adalah salah satu bentuk dari dunia usaha (entrepreneur). Sebagai salah satu varian dari dunia usaha maka penangkaran jalak bali mewarisi semua tantangan, problem, peluang, hambatan yang sama dengan kegiatan wira usaha yang lain.


Menerjuni dunia penangkaran tak ubahnya seperti menerjuni bisnis kuliner, penerbitan, otomotif, dan lain-lain. Menerjuni bisnis selalu membutuhkan modal, planning, kerja keras, jiwa yang ulet, passion dan lain-lain. Dan mereka selalu dihadapkan pada dua kemungkinan yang sama yaitu kegagalan versus kesuksesan. Bersambung . . . . .

Tidak ada komentar:

Posting Komentar