Kamis, 13 Februari 2014

Penangkar Jalak Bali Klaten : Menangkar Jalak Bali Itu Sulit bag. 1


Ngrawat burung itu gampang dan enteng lo. Kalau anda telaten burung anda akan moncer di arena kontes. Ini kan soal hobi, jadi gak berat. Sudah gitu burung anda akan terdongkrak nilai ekonominya. Bisa puluhan juta Bro . . . malah bisa ratusan juta lo mas Bro . . .

Beternak burung itu gampang dan gak berat kok. Dijamin anda bisa jadi jutawan dari kandang burung. Bayangkan sekarang harga sepasang trotolan Murai Batu ekor panjang, minimal 3,5 jt. Kalau anda punya 10 kandang dan produksi 70%nya saja coba berapa padatnya lalu lintas duit keluar masuk dari dan k e kantong anda tiap bulannya. Maklum jutawan Bro . . .


Apa yang anda fikirkan saat membaca tulisan seperti di atas ? Mungkin fikiran anda akan segera bangun dan . .. . cling . . .aha . .. begitu ya . . . ? Merawat trotolan itu sangat menguntungkan . . .Beternak burung itu gampang ! Itu berarti saya bisa menyalurkan hobi saya, terus duit-duit pada mengalir ke saya dong ? Mungkin sebagian dari calon peternak ada yang berfikiran begitu.

Tapi bagi saya . . .preeekkk . .. 

Ngrawat burung murai batu hingga menjadi juara itu gak gampang. Beternak burung jalak bali itu juga susah. Ini nyata. Hal ini dialami oleh sebagian besar penghobi murai batu dan peternak burung jalak bali.



Ketahuilah sodara-sodara bahwasanya Kicau Mania maupun Breeder yang merasakan gampang dan enteng dalam menangkar jalak bali itu hanya sebagian kecil saja. Dan kemudahan merawat murai batu maupun menangkar jalak bali tersebut biasanya mereka dapatkan setelah bertahun-tahun menggelutinya.

Ibaratnya dia telah jungkir balik dalam merawat burung kesayangan tersebut, maka kemudian atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa, mereka diberi kemudahan untuk menyususn preambule UUD’45 .. . eh kok nglantur, maksud saya mereka diberi kemudahan untuk merawat burungnya sehingga kinerja burungnya benar-benar moncer saat digantang dan keluarlah ia sebagai juara.

Atau kalau dia penangkar burung jalak bali, setelah melalui jalan penangkaran burung jalak bali yang berliku, makan waktu lama, telah berkorban dengan kematian beberapa burung jalak bali kesayangan, baru kemudian atas berkat rahmat Allah yang maha kuasa maka dia diberi kemudahan untuk mengembangkan burung jalak bali tangkarannya sampai beranak pinak sehingga menjadi banyak. Kalau burung jalak balinya sudah banyak maka setiap pagi dia tinggal cengar-cengir saja karena kantung sakunya sudah tebal berisi duit. Dan memang kalau sudah begini enak tenaaannnn . . .

Jadi gimana ini ? Ngrawat burung murai batu sampai menjadi juara itu gampang apa susah ? Beternak burung jalak bali itu gampang apa susah ?

Kalau menurut saya dua-duanya susah. Merawat burung dari trotolan hingga menjadi jawara itu susah. Menangkarkan burung jalak bali hinga beranak-pinak itu juga susah.

Kok begitu sih . . . kok gak memotivasi para pemula sih . . .

Mungkin sebagian orang akan memprotes begitu. Tapi baiklah saya akan memberikan alasan mengapa saya “tidak memotivasi” para calon penghobi murai maupun calon penangkar jalak bali.
Sebenarnya kalau tulisan ini ditafsirkan sebagai penghambat motivasi orang untuk merawat dan menangkar burung, nggak juga. Sebab lahirnya tulisan ini justru saya maksudkan untuk mendorong para kicau mania maupun breeder jalak bali untuk lebih tekun dan serius dalam menerjuni penangkaran jalak bali.. 

Ya bidang kicau dan penangkaran jalak bali ini memang mengasyikkan. Dingin2 empuklah ibaratnya. Sebab bidang ini memang menyenangkan dan sekaligus menghasilkan. Menyenangkan hati dan menghasilkan duit mantap to ?

Memasuki bidang penangkaran jalak bali yang menyenangkan dan menghasilkan duit ini tentu saja mengasyikkan bagi siapa saja to ? Karena penangkaran jalak bali mengasyikkan maka tidak sedikit orang yang memasuki penangkaran jalak bali ini hanya berbekal emosi belaka. Maksudnya dia memasuki bidang ini hanya dengan melihat aspek peluangnya dari bisnis jalak bali saja, tanpa mempertimbangkan aspek resikonya dari penangkaran jalak bali tersebut.

Padahal dalam hidup ini sudah menjadi sunnatullah ( hukum alam ) di mana di situ ada peluang, di situ juga ada resiko. Peluang dan resiko itu selalu lengket. Kalo kate bang Jali ibaratnye kayak surat ame perangkonye. Nempelllllll terus . . . .

Kalau peluangnya kecil, biasanya resikonya juga ringan. Dan sebaliknya, dunia penangkaran burung jalak bali kan berpeluang bisa menyulap anda menjadi jutawan, maka mestinya kita juga mengenali resikonya dimana dunia penangkaran burung jalak bali juga berpeluang menjadikan kita stress dan bahkan ambleg kita dibuatnya hingga menjadi kere. Iya dong. . .

Nah dengan berfikir seperti ini, mestinya kita justru menangkap tulisan tentang sulitnya menangkarkan burung jalak bali ini justru sebagai motivasi yang sesungguhnya. Bukan begitu Pak Mario ?

Oke . . . baiklah para sahabat super . . . kita akan melihat mengapa Tuhan kasih kita kesulitan saat kita menangkar burung terutama burung jalak bali.

Coba bayangkan kalau merawat trotolan murai batu itu gampang, cepet dan hasilnya selalu mak nyus. Misalnya kita merawat murai batu hanya dengan memberi pakan BR dalam waktu satu bulan hasilnya burung gacor cor. . . owor-owor dan josss . . . sekualitas Natalia om Gunawan.

Kita tahu Kicau mania jumlahnya bejibun bun . . . maka setiap bulan akan lahir ratusan burung murai batu joss gandos sekualitas Natalia semuanya. Apa yang terjadi ? Apakah dunia perkicauan akan semarak, harga burung terdongkrak ?

Atau malah sebaliknya ? Para kicau mania menjadi lemes kehilangan gairah karena tidak ada tantangan lagi. Karena hanya dengan membeli trotolan sembarangan di pinggir jalan, sampai rumah dikasih BR ayam sekilo sekalian untuk makannya selama sebulan. Dikasih minum satu siwur air ledeng untuk mandi sekalian minum sebulan, terus full kerodong.

Akhir bulan kerodongnya kita buka . . . dan sim salabim . . . burung juara sudah di tangan. Kalau ini yang terjadi di dunia kicau mania, maka saya membayangkan betapa hambarnya dunia kicau. Dunia kicau tidak nyaman lagi untuk digeluti. Iya to . . .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar