Rabu, 09 Oktober 2013

Penangkar Jalak Bali Klaten : Kebanting-Banting di Arena Breeding ( bag. 3 )


Setelah menjajal Murai Batu, saya penasaran dengan Jalak Bali. Burung Jalak Bali yang langka dan eksotik dengan harga lumayan ini membuat saya jatuh cinta. Kebetulan teman saya yang sudah sukses menangkarkan Murai Batu yang kemarin saya ceritakan, beliau membeli burung Jalak Bali. Tidak tanggung-tanggung beliau memborong tiga pasang anakan sekaligus. Waktu itu sekitar bulan Juli 2012, harganya masih 11,5 juta.

Setelah saya menyaksikan betapa cantiknya burung Jalak Bali ini, dan dibumbui dengan berbagai cerita tentang prospek menangkarkan Jalak Bali species ini plus cerita manis diseputar proses penangkarannya, saya menjadi panas. Dari situ kemudian saya terseret turut membeli Jalak Bali, dua pasang. Bedanya saya sengaja memilih Jalak Bali yang sudah dewasa.


Hal ini saya lakukan mengingat burung Jalak Bali produktif pada usia di atas dua tahun. Maka saya putuskan untuk membeli burung Jalak Bali yang sudah indukan saja, biar cepat produksi. Di samping itu karena saya merasa sudah punya sedikit pengalaman menangkarkan Jalak Suren. Sebab kata orang species jalak-jalakan mempunyai karakter yang mirip. Jadi kalau sudah berpengalaman di Jalak Suren maka insya Allah bisa diterapkan di Jalak Bali. Oqela kalo begitu.

Dan Alhamdulillah, ternyata kesimpulan itu terbukti benar. Sekitar empat bulan setelah saya memboyong indukan Jalak Bali tersebut, dia bertelur. Dan syukurnya lagi indukan Jalak Bali yang satunya juga bertelur. Setelah melalui masa penyesuaian dimana masing-masing indukan Jalak Bali membuang telurnya sampai dua kali, akhirnya bulan juli yang lalu di pekan pertama indukan Jalak Bali pertama bertelur lagi. Disusul sepuluh hari kemudian indukan Jalak Bali yang kedua juga bertelur. Masing-masing tiga biji.

Indukan Jalak Bali pertama menetas pada tanggal 19 Juli 2013 dengan tiga piyikan merah yang manis-manis. Di susul sepuluh hari kemudian indukan Jalak Bali yang kedua yaitu tanggal 29 Juli juga menghasilkan piyikan yang manis semanis piyikan yang pertama. Jumlahnyapun sama yaitu tiga ekor piyik.


Senang bukan kepalang hatinya ini. Dan kini mereka semua sudah berumur dua bulanan. Piyikan Jalak Bali ini tampak manis, eksotik cantik dan ganteng . . . . seganteng pemiliknya xi xi xi. Siapa itu . . . yang di maksud ganteng . . . yang saya ini xi xi xi . ..  .

Terus apa yang menjadi faktor keberhasilan menangkarkan Jalak Bali ini ? Apakah pengalaman menjelajahi berbagai species burung, sebagai penangkar sudah mempunyai ilmu yang ’mumpuni’ dalam menangkarkannya sehingga dalam masa empat bulan Jalak Balinya sudah produksi ?

Kalau dibilang mumpuni ya belum lah . .. . . Tapi kalau sekedar mau sharing soal penangkaran Jalak Bali, insya Allah bisa lah ya. Kan untuk sekedar sharing gak perlu joss-joss amat. Iya toh ?

Sekali lagi untuk sharing itu tidak dibutuhkan yang serba joss kan ?. Sedikit yang kita punya kemudian kita bagi maka akan semakin berkah. Ingatlah lilin yang bernyala kecil itu. Dia tidak perlu bernyala gede untuk membagi apinya kan ? 

Eh ya . . . balik maning nang Murai Batu. Murai Batu yang pernah terhenti dulu itu, udah dapat jodoh maning. Dapat brondong lagi. Brondongnya turunan Lintang, konon ini trah juara. Lintang pernah melanglang buana dan cukup kesohor di wilayah Surakarta Hadiningrat. Dan bulan Oktober kemarin netes tiga ekor. Semoga untuk kali ini, Allah mengirimkan rejeki buat saya lantaran dirinya, Amin !

Kini saya baru merasakan bawa kebontang-banting di dunia breeding (penangkaran), tidak boleh bikin kepala jadi pusing apa lagi sampai tujuh keliling, juga jangan sampai bikin jari jadi kithing atau rambut tambah keriting. Sekalipun harus kehilangan burung yang digondol maling, hal itu tidak boleh membuat kita terus berpaling dan gak mau balik maning ke dunia breeding.


Sebab ternyata kebontang-banting di arena breeding, akan membuat kita menjadi tahan banting, tidak akan gampang jatuh apatah lagi terguling-guling. Dan pengalaman penting yang bisa saya sunting dari jatuh bangun di arena breeding, ternyata itu semua sekedar cara Allah untuk menunjukkan dan sekaligus melatih saya untuk memberikan kesuksesan aktivitas ngebreding saya, sampai kelak happy ending.

Meminjam istilahnya orang-orang sufi ( suka findah, alias ngontrak sana ngontrak sini ) kegagalan itu hanya sekedar wasilah (sarana) Allah untuk mengkatrol maqom kita menuju anak tangga yang lebih tinggi. Kelak jika kita telaten melakoninya insya Allah akan sampai juga ke puncak tangga. Insya Allah . . .

Kapan-kapan kita lanjutin sharing lagi soal ngebreeding ini ya. Oke boz. . . . .



Tidak ada komentar:

Posting Komentar