Senin, 06 Mei 2013

Lapar


“Diminum tehnya!” kata sang bapak sambil mengulurkan seplastik teh tawar belas kasihan warung angkringan depan Matahari Klaten yang sejak tadi dicantolkan di stang sepadanya. 

Perut keroncongan perempuan cungkring usia delapan tahunan dengan rambut memerah karena sengatan matahari itupun sedikit terganjal, meski hanya dengan teh tawar.


Dan bayangan sego kucing  itu masih menari-nari di pelupuk matanya, meski telah ratusan langkah ia ayun meninggalkan angkringan itu, mengekor bapaknya yang terseok-seok menuntun sepeda butut yang  bannya bocor itu. Menambah keroncongan perutnya.

 “Semoga hari ini ada yang memberi nasi, syukur-syukur roti seperti kemarin siang !” harapnya dalam hati. Kemarin manisnya coklat sekerat donat yang dilempar dari jendela pajero putih yang melintas angkuh itu, telah mengganjal perutnya seharian penuh dan sekaligus menghapus rasa penasarannya tentang rasa donat yang ia lihat dari iklan tivi di pos ronda dua minggu yang lalu.

Sesampai di depan rumah dinas bupati ia tak mampu mengangkat kaki lagi. Di emperan rumah dinas itu, dua orang satpam sedang ngopi ditemani dua piring jajanan pasar.

"Dua piring besar penuh  makanan hanya dimakan dua orang ?" tanyanya dengan mata yang semakin berkunang-kunang . . . . . . . . . . 



Tidak ada komentar:

Posting Komentar