Oleh : Pak Syam, Penangkar burung
Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA.
081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9
Sabtu pagi kemarin cuaca cerah sekali,
secerah hati pak Syam. Dengan rengeng-rengeng syair tanpo waton Gus Dur, pak
Syam mengganti pakan dan minum burung jalak balinya. “Ngawiti ingsun nglaras
syi’iraaaannn . . . kelawan muji maring peeengeran . . . kang paring rohmat lan
kenikmatan . . .rino wengine tanpo pitungan” . . . begitu suara nyanyian pak
Syam mengikuti suara bariton syi’iran Gus Dur.
Sabtu pagi memang hari istimewa buat pak
Syam. Karena itulah waktu yang bisa dimanfaatkan buat berdekat-dekatan dengan
si burung cantik jalak bali di kandang penangkarannya. Buat seorang penangkar
burung jalak bali semacam pak Syam ini, berdekat-dekatan dengan burung jalak
bali dalam penangkarannya bisa memberikan sensasi tersendiri. Itulah asyiknya
menjadi penangkar burung jalak bali.
Kata pak Syam, penangkar burung jalak bali
yang bisa menyertakan hatinya ke dalam aktivitas penangkarannya akan bisa
menyulap aktivitas menangkar menjadi kegiatan yang terasa nikmat untuk dijalani.
Saat membersihkan kandang, saat menggati pakan, saat mengganti air untuk minum
dan mandinya burung, saat meloloh piyikan, saat membuat gelodok tempat sarang,
saat mencari daun cemara untuk bahan sarang adalah sederetan kegiatan yang
sebenarnya melelahkan tapi sekaligus mengasikkan. Bagi penangkar yang
menyertakan hatinya dalam penangkaran maka kelelahan itu membawa kenikmatan.
Setidaknya itulah yang selama ini dirasakan oleh pak Syam saat merawat
burung-burung dalam penangkarannya.
Di tengah keasyikannya merawat
burung-burung jalak bali di kandang belakang tersebut, istrinya memberitahu ada
tamu yang datang. “Pak . . .itu ada tamu,” kata istrinya yang sedang memasak di
dapur. “Bau tempe gorengnya . . .sedap nyeeee . . .” kata pak Syam yang
terganggu dengan aroma tempe goreng yang menyeruak dari dapur. “Halah . .
.bapak ini . . . malah kayak si Upin
saja, wong ada tamu kok malah ngurusi tempe goreng,” kata istrinya “Oh . . .lah
ibu goreng tempenya pinter banget . . . sedap nyeee . . . he he he . . .” jawab pak Syam sambil tertawa.
Sejurus kemudian kang Iwan shohib pak
Syam di dunia perburungan, diantar istri pak Syam menemui di kandang belakang.
“Assalamu’alaikum pak Syam,” sapa kang
Iwan yang segera disambut oleh pak Syam “Wa’alaikum salam warohmatullahi
wabarokatuh.”
Setelah saling berbasa basi menanyakan
tentang kabar masing-masing akhirnya mereka terlibat dalam pembicaraan yang
serius, namun tetap dalam suasana santai. Sesekali terdengar canda tawa di
antara mereka.
“Jadi begini pak Syam,” kata pak Iwan.
“Ooo . . .jadi begitu kang Iwan,” jawab pak Syam menggoda. “Wah pak Syam ini .
. .wong saya baru memulai cerita kok sudah di jawab,” kata pak Iwan memprotes.
“La . . . penjenengan mengawali ceritanya dengan . . .jadi begini . . .ya saya
jawab . . .ooo jadi begitu . . .he he he ‘” tawa mereka pecah bersama-sama.
“Pak Syam . . .serius nih . . .kenapa ya
saya kok merasa bosen dengan hidup
saya,” kata kang Iwan Serius. “Bosen gimana . . . wah bahaya itu . . . kita
hidup mesti bersemangat kang Iwan,” kata pak Syam tak kalah seriusnya.
“Saya merasa hidup saya kok begini begini
terus . . . gak ada kemajuan . . . burung juga gak berkembang . . . indukan
pada macet terus . . . harga jalak suren malah terjun bebas,” kata kang Iwan
nyerocos terus. Sementara pak Syam dengan serius hanya menjawab “OOOooo . . .’”
sebagai tanda tidak mengerti.
“Saya merasakan hidup ini hambar pak,
agak ada variasinya, gak ada nikmatnya . . . tolong nasihati saya pak Syam !”
pinta kang Iwan. Sementara pak Syam yang di mintai nasihat dari tadi hanya
mengatakan “OOOooo . . . begitu ya ?” dia malah balik bertanya.
“Apa lagi masalah saya itu lo pak Syam .
. . masalah saya hanya itu ituuu saja . . . paling masalah duit, masalah burung
yang gak bertelur, burung yang susah pemasarannya . . . hanya itu ituuu saja .
. . saya sampai bosen dengan hidup saya sendiri’” kata kang Iwan. Sementara pak
Syam masih konsisten dengan jawaban semula,”OOOooo . . . begitu ya . . .?” pak
Syam malah balik bertanya.
“Pak Syam ini gimana to . . .wong
dimintai nasihat kok malah . . .OOOooo . . . begitu ya . . . kasih solusi
dong,” kata kang Iwan sewot. “Kang Iwan . . . bukannya saya tidak mau membantu
teman . . . tapi saya benar-benar tidak tahu saya harus berbuat apa. Saya
sendiri juga tidak mengerti. Saya juga sering kok merasakan seperti yang
sampean rasakan itu,” kata pak Syam serius. Kali ini memang serius, pak Syam
benar-benar tidak mengerti apa solusi yang bisa diberikan kepada kang Iwan.
Sejurus kemudian, ada malaikat
lewat,”Cling . . . aha . . . aku ada ide, bagaimana kalau kita silaturahim ke
rumah pak Mudzakir . . . kita minta tausyiyah kepada beliau . . . saya yakin
beliau bisa memberikan pencerahan kepada kita . . . beliau itu tukang kompor
maksudnya suka memberi motivasi,” kata pak Syam yang gentian nyerocos. “Oke . .
. saya setuju, kita kesana kapan ?” jawab kang Iwan tidak kalah semangatnya.
“Kalau begitu besok pagi kita ke sana,” kata pak Syam yang di amini oleh kang Iwan.
Pagi ini sekitar pukul tujuh, pak Syam
dan kang Iwan macak necis menuju masjid Raya Klaten. Loh kok pergi ke masjid
Raya Klaten ? La kok tumben ?
Dengan mengendarai sepeda kumbang mereka nampak
riang bersepeda bareng puluhan orang yang sedang menikmati car freeday menuju
TKP di Alun-alun Klaten dan sekitarnya. Ya . . . setiap minggu pagi jalur
sepanjang jalan Pemuda Utara, Pemuda Tengah dan Pemuda Selatan Kota Klaten, memang
difungsikan sebagai area car freeday. Ratusan orang bahkan mungkin ribuan orang
setiap Hari Ahad pagi tumpah ruah di jalan-jalan tersebut menikmati sejuknya
udara pagi sambil cuci mata dan menikmati berbagai sajian kuliner di sepanjang
jalan tersebut.
Tak terkecuali pak Syam dan kang Iwan,
meski dengan tujuan untuk menghadiri pengajian Ahad pagi yang digelar di
pelataran Masjid Agung (Masjid Raya) Klaten yang terletak di sebelah utara
Alun-Alun kota Klaten yang pagi ini mejadi jantung yang menghubungkan urat nadi
keramaian car freeday . . . Mereka berdua tampak menikmati sekali acara car
freeday pagi ini. Maklum tukang burung, masuk kota.
Mereka berdua mendatangi pengajian Ahad
pagi karena ada janji untuk bertemu dengan bapak Mudzakir, mubaligh kondang
yang mengisi pengajian Ahad pagi kali ini. Sedianya beliau akan menyediakan
waktu untuk konsultasi setelah pengajian selesai. Jika bukan karena sudah
terikat janji mungkin mereka berdua akan lebih suka menikmati car freeday saja.
Singkat cerita, setelah muter-muter
alun-alun sampai capek disambung dengan pengajian Ahad pagi sambil menahan
kantuk selama kurang lebih satu jam, akhirnya mereka berdua menemui pak Mudzakir
di aula lantai satu Masjid Agung (Masjid Raya) Klaten.
Dengan senyum khasnya Bapak Mubaligh
kondang ini bertanya, “Ada apa to ada apa . . .kok seperti ada masalah penting,”
“Begini pak ustadz,” kata pak Syam
memulai pembicaraan yang segera saja di sambut
pak Mudzakir,”OOOooo . . .begitu to.” Kang Iwan terkekeh yang diikuti
tawa yang lain . . .
“Kami berdua ini merasakan hidup kok
begitu-begitu saja . . . gak ada variasinya . . . dan masalah yang kami hadapi
itu-ituuuu saja . . . sampai-sampai kami ini seakan-akan telah bosen dengan
hidup kami sendiri . .. kami ini ingin
merasakan kebahagiaan hidup . . . tapi rasanya kok sulit. Itu kenapa ya Pak
Ustadz,” pak Syam nyerocos kepada pak Mudzakir.
“Karena kalian bosen dengan hidup kalian
sendiri maka Allahpun juga bosen kepada kalian . . . Allah males melihat kalian
. . . karena kalian hidup hanya sibuk dengan mainan dunia . . . sehingga hidup
kalian menjadi hambar,” kata pak Mudzakir dengan mantap.
“Allah bosen kepada kami pak Ustdz . . .
kok bisa begitu ?” tanya kang Iwan serius. “Kami yang sudah capek-capek
membanting tulang bekerja dari pagi sampai petang dengan harapan mendapatkan
kebahagiaan . . . kami capek pak Ustadz . . . ” kata pak Syam memelas.
“Kalau bapak merasa capek telah bekerja
dan mengejar kebahagiaan, sebenarnya Tuhan juga “capek” mencari bapak. Tuhan
mencari-cari bapak untuk membagikan rahmatnya agar bapak mendapatkan
kebahagiaan itu, tapi Tuhan tidak menemukan bapak berdua,” kata pak Mudzakir
dengan lembut.
“Tuhan mencari-cari saya . . . nyarinya
dimana . .. orang saya tiap hari ada di kandang burung ?” bisik hati kang Iwan
keheranan. “ Lah . . . kata pak Ustadz Tuhan mencari saya dan tidak menemukan
saya . . . wong saya setiap hari ada kok . . . saya bekerja dari pagi sampai
petang . . . kok kata pak ustadz Tuhan tidak menemukan saya ?” bisik hati pak
Syam tidak kalah herannya.
“Waktu Allah mencari bapak di antara
orang-orang yang sedang khusu’ mengerjakan sholat dhuha . . . bapak berdua
tidak ada di sana . . .iya to ?
“Waktu Allah mencari bapak di antara para
muzakki yang sedang mengantarkan zakat-zakat mereka . . . bapak berdua tidak ditemukan
di sana . . . iya to ?
“Oh mungkin bapak berada di antara kerumunan
orang-orang yang sedang menginfakkan uang di kotak amal untuk membantu korban
bencana alam . . . Allah mencari bapak di antara orang-orang yang sedang berinfaq
itu . . . bapak berdua juga tidak ada di sana . . .
“Lebih-lebih ketika Allah mencari bapak berdua
di antara orang-orang yang sedang khusu’ mengerjakan sholat tahajud . . . bapak
bedua tidak ada di sana . . . sekampung itu yang sholat tahajud bisa dihitung
dengan jari sebelah tangan pak
“Waktu Allah mencari bapak di antara
orang-orang yang sedang puasa sunnah senin-kamis atau yaumul bid . . . bapak berdua
malah asyik ongkang-ongkang di warung soto pak Mus Boyolali . . . iya to ?
“Waktu Allah mencari bapak di antara
orang-orang yang sedang khusu’ membaca al Qur’an di masjid . . . bapak berdua
tidak ada di sana . . . malah baca koran di gardu ronda . . .
“Waktu Allah mencari bapak di antara
orang-orang yang sedang manasik haji . . . bapak berdua tidak ada di sana . . .
bahkan tabungan hajipun rekeningnya belum bapak buka . . . iya to ?
“Waktu Allah mencari bapak di antara
orang-orang yang rajin memakmurkan masjid . . . bapak berdua malah asyik
ngobrol di rumah . . . padahal adzan maghrib sudah berkumandang . . .
“Karena bapak adalah orang-orang yang
sibuk sehingga Allah merasa “capek” mencari bapak namun tak ditemukan juga,
sehingga rahmatNya belum sampai juga kepada bapak berdua. Tapi jangan khawatir
pada dasarnya Allah itu memiliki sifat welas asih. Jatah rahmatNya buat bapak
berdua masih utuh, tidak berkurang sedikitpun. Allah simpan rahmat itu di
sisiNya. Cobalah datangi masjid, rahmat itu terhampar dalam lembaran sajadah .
Perbanyaklah ruku’ dan sujud di sana. Sholat fardhu yang lima waktu, rowatib,
dhuha, tahiyatul masjid.
“ Cobalah untuk mengambil kembali rahmat
Allah yang menjadi jatahmu itu di kotak-kotak amal bantuan bencana, di majlis-majlis dzikir
orang-orang sholih, di forum-forum yang membahas agenda kepentingan ummat . . .
“Ambillah rahmat Allah yang menjadi
jatahmu itu di kotornya mushollamu, disepinya jama’ah sholat subuh di masjidmu,
di kemiskinan tetanggamu, dan di manapun kamu temukan . . .
“Di sanalah Allah menyimpan rapi jatah
rahmat buat bapak berdua . . . ambillah pak sebelum Allah berkeputusan untuk
menarik kembali rahmatNya itu,” pesan pak Mubaligh.
Suasana haru benar-benar menyelimuti hati
mereka berdua. Mereka menyadari betul bahwa mereka berdua memang terlalu sibuk
dengan urusan mereka sendiri.
“Baik pak Ustadz,” kata mereka berdua.”
Kami mohon diri . . . do’akan kami semoga bisa istiqomah melaksanakan nasihat
apak Ustadz !” Merekapun mohon diri.
Sepanjang perjalanan pulang mereka hanyut
dalam kebisuan. Tak ada percakapan diantara mereka, apa lagi canda tawa. Arus
tekad begitu kuat menarik mereka ke dalam khusu’nya azzam untuk meraih rahmat
yang dijanjikan Tuhannya itu. Semoga mereka benar-benar istiqomah, agar
ketenterman hidup bisa mereka raih. Sebagai tukang burung mereka sangat
menginginkan ketenteraman hidup.
Dalam perjalanan pulang itu, pak Syam
memutar kembali ingatannya tentang pengajian dalam peringatan Nuzulul Qur’an
bulan Ramadhan kemarin. Dalam pengajian tersebut pak Mubaligh memaparkan
tentang janji-janji Allah kepada orag beriman yang dibeberkan oleh al Qur’an.
Kata
pak ustadz di dalam Alquran terdapat banyak janji mulia dan istimewa yang berikan
oleh Allah kepada orang-orang yang beriman. Janji itu bisa berupa janji untuk
kehidupan di dunia sekarang ini maupun janji-janji di akhirat kelak. Janji tersebut
sifatnya ada yang tersembunyi dan ada yang terang-terangan. Pak Syam masih
mengingat beberapa diantaranya.
1. Allah SWT berjanji akan
menolong orang-orang yang beriman. Sebagaimana firman Allah SWT, "... Dan Kami selalu berkewajiban menolong
orang-orang yang beriman." (QS.
Ar-Ruum: 47).
2. Alah berjanji akan menunjukkan
ke jalan yang benar (Al-hidayah). Allah berfirman, ”... Sesungguhnya Allah adalah Pemberi petunjuk
bagi orang- orang yang beriman kepada jalan yang lurus. ” (QS. Al-Hajj: 54).
3. Allah akan memberikan keberkahan
(Al-barakah dan ar-rizqu ath-thayyib). Allah SWT berfirman, "Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri
beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari
langit dan bumi." (QS.
Al-A'raaf: 96).
4. Allah akan memberikan kehidupan
yang baik (al-hayah ath-thayyibah) Allah SWT berfirman,"Barangsiapa
mengerjakan amal saleh baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman,
maka sesungguhnya Kami akan berikan kepadanya kehidupan yang baik." (QS. An- Nahl: 97).
Semoga mereka berdua bisa
istiqomah dalam mewujudkan tekadnya. Aamiin !!!
(ruh dari cerita ini dipungut
dari hikmat yang bertebaran di jalan-jalan)
Mantab. Saya suka penggemar jalak putih, dari banyuwangi.
BalasHapusMantab pak syam. saya juga penggemar jalak Putih dari banyuwangi.
BalasHapus