Kamis, 09 April 2015

AHA Breeding Klaten : Penangkar Jalak Bali nDeso, Mental Kota, Hasilnya Joosss . . .


Oleh : Pak Syam, Penangkar burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA. 081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9


Berpuluh kali saya menerima sms, bbm, WA, telepon maupun kunjungan langsung dari para kicau mania untuk omong-omong soal penangkaran burung jalak bali. Ngomongnya kadang ngalor ngidul alias ke sana kemari, tapi under-underane nanti balik maning nang penangkaran burung jalak bali. Ibaratnya sejauh-jauh blekok terbang, kemana saja dia muternya dia bakal balik ke sawah juga. Biasanya begitu . . .

Setelah balik maning nang penangkaran burung jalak bali, obrolan wabil khusus akan mengerucut kepada tema “gimana caranya menjadi penangkar burung jalak bali yang joss . . . . ? Ini dia topic obrolan yang paling disukai oleh para penangkar jalak bali dan calon penangkar jalak bali yang berencana menerjuni dunia penangkaran.

Satu hal yang sangat sering saya temui dalam obrolan tersebut adalah seringnya saya mendeteksi adanya “penyakit mental sukses” dari para penangkar maupun calon penangkar burung jalak bali tersebut. “Penyakit mental sukse” ini adalah bahasanya orang kota. Dan kata orang-orang kota tersebut, jika penyakit tersebut masih bersarang dalam fikiran kita, maka impian untuk menjadi penangkar burung jalak bali yang josss . . . hanya sekedar mimpi semata. Waduh gawat . . .


Kata mereka “penyakit mental sukses” wujudnya berupa pikiran yang ngerecoki, ngganggu, nggandoli seorang penangkar untuk mengembangkan penangkarannya.
Dari mana saya bisa mendeteksi bahwa sebagian di antara mereka mengidap penyakit mental yang bakal menghalangi mereka untuk mewujudkan diri mereka menjadi penangkar burung jalak bali yang josss tersebut ?

Saya mendeteksi keberadaan mental penghalangan tersebut dari cara berfikirnya. Cara berfikir ini biasanya saya ambil dari cerita mereka sendiri. Atau dari pertanyaan yang mereka ajukan.

Misalnya begini. Ada seorang calon penangkar burung jalak bali dari Jombang Jawa Timur, sebut saja namanya Heru. Dia cerita bahwa dia sangat berkeinginan untuk menjadi penangkar burung jalak bali. Namun cerita yang panjang itu diakhiri dengan sebuah pertanyaan yang menjadi pemutus keinginannya untuk menjadi penangkar burung jalak bali tersebut, begini “Kalau saya nanti menjadi penangkar, kemudian burung-burung saya sudah beranak pinak dengan banyak, apakah nanti saya bisa memasarkan”.

Mas Heru ini bercerita bahwa sepengetahuan beliau pasar burung jalak bali tidak seluas burung lain seperti burung dara, kenari, murai batu, kacer dan lain-lain. Karena potensi pasarnya tidak seluas burung-burung tersebut dan segmennya hanya kelas orang gedongan maka jika nanti beliau sudah berhasil mengembangkan burung jalak bali dalam penangkarannya maka dia akan susah sendiri karena dia pasti kesulitan untuk memasarkannya.

Kalau begitu fikiran penjenengan ya bagus, artinya penjenengan orangya berhati-hati dalam mengambil keputusan. Dan itu bagus juga sih . . . Tapi dalam hati yang paling dalam saya memaknai kehati-hatian beliau ini sebagai penyakit mental sukses, karena saking hati-hatinya menyebabkan dia tidak jadi melangkah. Menurut saya sikap hati-hatinya kurang proporsional, sehingga malah berubah menjadi penyakit mental sukses.

Di lain waktu, seorang calon penangkar lainnya menceritakan keinginannya untuk menjadi penangkar jalak bali. Dengan bahasa halus dia mengatakan bahwa “saya minta bimbingannya pak syam”. Setelah bercerita panjang lebar akhirnya keinginannya untuk menjadi penangkar burung jalak bali yang josss . . .tersebut kepentok pada rasa takutnya sendiri karena menurut dia menangkarkan burung jalak bali itu sulit.

Karena menangkarkan burung jalak bali itu sulit maka dia khawatir jika sudah kadung membeli burung jalak bali yang berharga mahal itu nantinya gagal menangkarkannya. Untuk menghindari kerugian, mending investasi pada penangkaran burung yang harganya terjangkau tapi memiliki tingkat keberhasilan yang tinggi, seperti kenari atau murai batu biasa.

Ya . . . terserahlah, karena pada akhirnya keputusan untuk menangkarkan burung jenis apa, semuanya terpulang kepada penjenengan sendiri. Sama dengan kasus yang pertama di atas, dalam kasus ini saya juga mengkategorikan kekhawatirannya sebagai penyakit mental juga.

Calon penangkar burung jalak bali lain yang juga menceritakan kepada saya adalah calon penangkar burung jalak bali dari Batang Jawa Tengah dan Kediri Jawa Timur ( yang sedang mengadu nasib di Malaysia, sebagai TKI). Dalam rentang waktu yang tidak terlalu lama beliau berdua menceritakan kasus pembelian burung jalak bali untuk ditangkarkan. Namun keduanya memeiliki nasib yang sama yaitu tertipu. Uang muka yang telah dia transfer menguap begitu saja karena paket kiriman burung tidak kunjung diterima dan penjual tidak bisa lagi dihubungi.

Dalam kasus ini saya mengkategorikan calon penangkar kita ini sebagai orang yang terkena penyakit mental sukses. Karena mereka berdua ini begitu mudahnya ditipu oleh seseorang yang mengaku pedagang burung jalak bali. Pancingan dari sang penipu langsung saja ditangkap begitu penjual menawarkan harga burung jalak bali dengan harga yang sangat miring. Harga yang ditawarkan kurang dari separoh harga burung jalak bali di pasaran. Demi didengarnya ada penjual burung jalak bali yang menjual dengan harga yang sangat murah maka dia langsung menyetuji. Inilah kesalahan mereka. Di sinilah penyakit mental sukses itu bersarang.

Jika mereka berdua tidak terjangkiti penyakit mental sukses, maka dengan melihat harga yang semurah itu, mestinya sang calon penangkar burung jalak bali segera menaruh curiga, bukan justru merasa mendapatkan keberuntungan.

Dalam prakteknya memang banyak calon penangkar yang berencana membel burung jalak bali yang mendasarkan keputusannya kelak kepada harga burung semata-mata. Dia hanya focus pada harga yang murah saja. Padahal sesuai hukum pasar bahwa harga bersesuaian dengan kualitas barang. Kadang memang ada sih, barang dengan kualitasnya bagus tapi dijual dengan harga di bawah standart. Namun hal ini tentu saja frekwensinya jarang.


Nah calon penangkar burung jalak bali kita kali ini, rupanya menganut prinsip ini. Mungkin mereka berdua berfikiran bahwa “Apa salahnya jika ada burung jalak bali berharga murah saya beli, toh kualitas burung jalak bali itu sama saja”. Maka dibelilah burung jalak bali berharga miring tersebut, namun ternyata dugaannya meleset, dia tertipu.

Rabu, 01 April 2015

AHA Breeding Klaten : Bahagia ala Tukang Burung ( Jalak Bali )


Oleh : Pak Syam, Penangkar burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA. 081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9


Sabtu pagi kemarin cuaca cerah sekali, secerah hati pak Syam. Dengan rengeng-rengeng syair tanpo waton Gus Dur, pak Syam mengganti pakan dan minum burung jalak balinya. “Ngawiti ingsun nglaras syi’iraaaannn . . . kelawan muji maring peeengeran . . . kang paring rohmat lan kenikmatan . . .rino wengine tanpo pitungan” . . . begitu suara nyanyian pak Syam mengikuti suara bariton syi’iran Gus Dur.

Sabtu pagi memang hari istimewa buat pak Syam. Karena itulah waktu yang bisa dimanfaatkan buat berdekat-dekatan dengan si burung cantik jalak bali di kandang penangkarannya. Buat seorang penangkar burung jalak bali semacam pak Syam ini, berdekat-dekatan dengan burung jalak bali dalam penangkarannya bisa memberikan sensasi tersendiri. Itulah asyiknya menjadi penangkar burung jalak bali.

Kata pak Syam, penangkar burung jalak bali yang bisa menyertakan hatinya ke dalam aktivitas penangkarannya akan bisa menyulap aktivitas menangkar menjadi kegiatan yang terasa nikmat untuk dijalani. Saat membersihkan kandang, saat menggati pakan, saat mengganti air untuk minum dan mandinya burung, saat meloloh piyikan, saat membuat gelodok tempat sarang, saat mencari daun cemara untuk bahan sarang adalah sederetan kegiatan yang sebenarnya melelahkan tapi sekaligus mengasikkan. Bagi penangkar yang menyertakan hatinya dalam penangkaran maka kelelahan itu membawa kenikmatan. Setidaknya itulah yang selama ini dirasakan oleh pak Syam saat merawat burung-burung dalam penangkarannya.

Di tengah keasyikannya merawat burung-burung jalak bali di kandang belakang tersebut, istrinya memberitahu ada tamu yang datang. “Pak . . .itu ada tamu,” kata istrinya yang sedang memasak di dapur. “Bau tempe gorengnya . . .sedap nyeeee . . .” kata pak Syam yang terganggu dengan aroma tempe goreng yang menyeruak dari dapur. “Halah . . .bapak ini  . . . malah kayak si Upin saja, wong ada tamu kok malah ngurusi tempe goreng,” kata istrinya “Oh . . .lah ibu goreng tempenya pinter banget . . . sedap nyeee . . . he he he . .  .” jawab pak Syam sambil tertawa.

Sejurus kemudian kang Iwan shohib pak Syam di dunia perburungan, diantar istri pak Syam menemui di kandang belakang.

“Assalamu’alaikum pak Syam,” sapa kang Iwan yang segera disambut oleh pak Syam “Wa’alaikum salam warohmatullahi wabarokatuh.”

Setelah saling berbasa basi menanyakan tentang kabar masing-masing akhirnya mereka terlibat dalam pembicaraan yang serius, namun tetap dalam suasana santai. Sesekali terdengar canda tawa di antara mereka.

“Jadi begini pak Syam,” kata pak Iwan. “Ooo . . .jadi begitu kang Iwan,” jawab pak Syam menggoda. “Wah pak Syam ini . . .wong saya baru memulai cerita kok sudah di jawab,” kata pak Iwan memprotes. “La . . . penjenengan mengawali ceritanya dengan . . .jadi begini . . .ya saya jawab . . .ooo jadi begitu . . .he he he ‘” tawa mereka pecah bersama-sama.

“Pak Syam . . .serius nih . . .kenapa ya saya kok  merasa bosen dengan hidup saya,” kata kang Iwan Serius. “Bosen gimana . . . wah bahaya itu . . . kita hidup mesti bersemangat kang Iwan,” kata pak Syam tak kalah seriusnya.

“Saya merasa hidup saya kok begini begini terus . . . gak ada kemajuan . . . burung juga gak berkembang . . . indukan pada macet terus . . . harga jalak suren malah terjun bebas,” kata kang Iwan nyerocos terus. Sementara pak Syam dengan serius hanya menjawab “OOOooo . . .’” sebagai tanda tidak mengerti.


“Saya merasakan hidup ini hambar pak, agak ada variasinya, gak ada nikmatnya . . . tolong nasihati saya pak Syam !” pinta kang Iwan. Sementara pak Syam yang di mintai nasihat dari tadi hanya mengatakan “OOOooo . . . begitu ya ?” dia malah balik bertanya.

“Apa lagi masalah saya itu lo pak Syam . . . masalah saya hanya itu ituuu saja . . . paling masalah duit, masalah burung yang gak bertelur, burung yang susah pemasarannya . . . hanya itu ituuu saja . . . saya sampai bosen dengan hidup saya sendiri’” kata kang Iwan. Sementara pak Syam masih konsisten dengan jawaban semula,”OOOooo . . . begitu ya . . .?” pak Syam malah balik bertanya.

“Pak Syam ini gimana to . . .wong dimintai nasihat kok malah . . .OOOooo . . . begitu ya . . . kasih solusi dong,” kata kang Iwan sewot. “Kang Iwan . . . bukannya saya tidak mau membantu teman . . . tapi saya benar-benar tidak tahu saya harus berbuat apa. Saya sendiri juga tidak mengerti. Saya juga sering kok merasakan seperti yang sampean rasakan itu,” kata pak Syam serius. Kali ini memang serius, pak Syam benar-benar tidak mengerti apa solusi yang bisa diberikan kepada kang Iwan.

Sejurus kemudian, ada malaikat lewat,”Cling . . . aha . . . aku ada ide, bagaimana kalau kita silaturahim ke rumah pak Mudzakir . . . kita minta tausyiyah kepada beliau . . . saya yakin beliau bisa memberikan pencerahan kepada kita . . . beliau itu tukang kompor maksudnya suka memberi motivasi,” kata pak Syam yang gentian nyerocos. “Oke . . . saya setuju, kita kesana kapan ?” jawab kang Iwan tidak kalah semangatnya. “Kalau begitu besok pagi kita ke sana,” kata pak Syam yang di amini oleh kang Iwan.

Pagi ini sekitar pukul tujuh, pak Syam dan kang Iwan macak necis menuju masjid Raya Klaten. Loh kok pergi ke masjid Raya Klaten ? La kok tumben ?

Dengan mengendarai sepeda kumbang mereka nampak riang bersepeda bareng puluhan orang yang sedang menikmati car freeday menuju TKP di Alun-alun Klaten dan sekitarnya. Ya . . . setiap minggu pagi jalur sepanjang jalan Pemuda Utara, Pemuda Tengah dan Pemuda Selatan Kota Klaten, memang difungsikan sebagai area car freeday. Ratusan orang bahkan mungkin ribuan orang setiap Hari Ahad pagi tumpah ruah di jalan-jalan tersebut menikmati sejuknya udara pagi sambil cuci mata dan menikmati berbagai sajian kuliner di sepanjang jalan tersebut.

Tak terkecuali pak Syam dan kang Iwan, meski dengan tujuan untuk menghadiri pengajian Ahad pagi yang digelar di pelataran Masjid Agung (Masjid Raya) Klaten yang terletak di sebelah utara Alun-Alun kota Klaten yang pagi ini mejadi jantung yang menghubungkan urat nadi keramaian car freeday . . . Mereka berdua tampak menikmati sekali acara car freeday pagi ini. Maklum tukang burung, masuk kota.

Mereka berdua mendatangi pengajian Ahad pagi karena ada janji untuk bertemu dengan bapak Mudzakir, mubaligh kondang yang mengisi pengajian Ahad pagi kali ini. Sedianya beliau akan menyediakan waktu untuk konsultasi setelah pengajian selesai. Jika bukan karena sudah terikat janji mungkin mereka berdua akan lebih suka menikmati car freeday saja.

Singkat cerita, setelah muter-muter alun-alun sampai capek disambung dengan pengajian Ahad pagi sambil menahan kantuk selama kurang lebih satu jam, akhirnya mereka berdua menemui pak Mudzakir di aula lantai satu Masjid Agung (Masjid Raya) Klaten.


Dengan senyum khasnya Bapak Mubaligh kondang ini bertanya, “Ada apa to ada apa . . .kok seperti ada masalah penting,”

“Begini pak ustadz,” kata pak Syam memulai pembicaraan yang segera saja di sambut  pak Mudzakir,”OOOooo . . .begitu to.” Kang Iwan terkekeh yang diikuti tawa yang lain . . .