Senin, 30 Juni 2014

Penangkar Burung Jalak Bali Klaten : Belajar Mengendalikan Amarah dari Kanjeng Nabi Muhammad Saw

Oleh : Pak Syam, Penangkar burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA. 081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9

Seri Ramadhan, session 3


Kicau Mania . . . apa kabar ?
Alhamduuu . . . . .Lillaa h h h . . .
Gimana puasa kan ?
Lapar gaaak ? Lemeeesss . . .gak ? Ya tentu saja lemes ya . . .

Kicau Mania . . . salah satu sifat yang mestinye bisa mengendur alias turun di bulan ramadhan ini adalah sifat marah.  Soalnya orang pada lemes-lemesnya, makanya energy marah juga ikut lemes. Iya to ?
Di samping itu juga karena setan-setan sedang dibelenggu. Setan yang berujud manusia, yang biasanya suka jahil hingga memancing emosi kita, sekarang  dia juga sedang lemes, karena juga sedang berpuasa. Karena si penggoda sedang lemes, yang digoda juga sedang kelaparan maka frekuensi marah diseluruh dunia selama sebulan ini turun drastis. Tentu saja ini adalah berita yang menggembirakan. Iya to ?

Ngomong-ngomong soal marah, menurut para kasepuhan marah merupakan salah satu emosi yang dianugerahkan Allah Swt kepada manusia. Di samping itu Allah membekali kita dengan berbagai macam emosi lainnya seperti sedih karena trotolannya mati misalnya, kangen dengan suara murai yang aduhai, kecewa karena gantangannya gak pernah dilirik juri, berbunga-bunga karena love birdnya juara, cinta kepada burungnya melebihi cinta kepada anaknya, terbukti anaknya tidak dibelikan buah tapi cucak rawanya malah dibelikan pisang kapok tiap hari  dan lain-lain. Itu semua adalah emosi yang diberikan oleh Allah kepada kita. Tiap-tiap emosi tersebut memiliki potensi positif dan dampak negative yang berbeda-beda kadarnya.


Jika dilakukan perbandingan dengan emosi-emosi yang lainnya, emosi marah memiliki sifat yang khas. Emosi marah menuntut ketersediaan energy yang tinggi, sifatnya merusak, bisa mendorong orang menjadi pemberani, tidak kenal takut, tapi sekaligus sangat melelahkan. Bikin kita jadi gampang capek. Namun begitu, sebagai sebuah emosi, marah diberikan oleh Allah bukan tanpa guna, tapi dia diberikan sebagai bekal untuk membentuk rasa berani kepada kita.

Misalnya ya. Tiba-tiba dalam sebuah angkutan umum kita melihat ada seorang nenek-nenek yang dicopet oleh seorang preman terminal yang berbadan tegap, tangan gede bertato dangan perut yang buncit. Jika dalam kondisi normal maka, kita akan kecut melihatnya. Namun demi dilihatnya pemandangan yang memilukan tersebut, dimana nenek-nenek dicopet kantung uangnya, maka serentak kemarahan kita bangkit. Nah energy marah inilah yang membuat kita jadi berani untuk melawan preman terminal yang berbadan kekar tersebut. Padahal dalam kondisi yang normal, baru ngelihatnya saja mungkin kita sudah lari terbirit-birit, apa lagi harus melawannya. Itulah fungsinya emosi marah. Kita mesti menyalurkannya dengan cara yang tepat.

Jangan sampai kita saat jengkel kepada murai yang macet dan tidak mau berkicau, tapi penyalurannya kepada pembantu yang kita tuduh karena salah memberi pakan. Atau kucing tetangga yang kita gebugi pakai sapu lidi, karena telah membuat murai kita stress. Jangan begitu la yaa . . .

Bagaimana jika kita terpancing oleh sesuatu, kemudian emosi marah merembet ke dalam hati kita. Apakah kita harus sabar terus atau kita boleh melampiaskannya ?

Dalam hal ini Islam memberikan jalan keluar. Pada prinsipnya agama kita menyarankan umatnya untuk menahan emosi agar tidak marah ketika menghadapi ketidakpuasan. Namun dalam kasus-kasus tertentu, dimana kita justru menahan marah terhadap persoalan yang seharusnya kita marah terhadapnya maka hal itu justru tidak baik.

Misalnya ada anak-anak yang main bola di halaman masjid, ee . . tiba2 turun hujan. Dasar anak-anak ee . .  . dia malah memindahkan main bolanya dari pelataran masjid ke dalam masjid. Setelah ditegur malah ngeyel. Nah anak macam begini harus dimarahi. Iya to ?

Atau anak kandang kita tidak beres. Waktu kita tinggal ke luar kota kita sudah berpesan agar murai kita dirawat dengan baik. Kroto diberikan setiap hari. Ternyata pas kita pulang dari luar kota murai kita kelenger karena kurang gizi. Pas kita tanya dia ngaku bahwa murainya memang tidak pernah diberi kroto selama sepekan ini karena uangnya habis untuk membeli jajan. Nah anak macam begini juga perlu diberi pelajaran dengan sedikit kemarahan agar besok tidak berulang lagi.


Namun jika kita terlalu sering marah yang tidak pada tempatnya, hal itu bisa menumpulkan hati. Dan hati yangtumpul alias kurang sensitive maka dia akan menjauhkan kita dari Allah Swt. Misalnya melihat pengemis yang datang ke rumah sama sekali tidak tergugah hati, bahkan pingin memarahinya. Itulah contoh hati yang tumpul.

Maka kata para sesepuh, marah pada dasarnya merupakan salah satu alat yang digunakan oleh setan untuk memperdaya manusia. Apa tujuan setan memperdaya manusia ? Yaitu agar dia mendapat teman sebanyak-banyaknya di akhirat nanti.

Sebagai muslim beneran tentu saja kita tidak mau diperdaya setan seperti ini to ? Karena itu, pengendalian diri haruslah senantiasa kita kedepankan. Kanjeng Nabi Muhammad, sebagai teladan kita, memberikan jalan bagaimana mengendalikan emosi dengan baik. Saran beliau, “Bila salah seorang dari kamu marah dalam keadaan berdiri, hendalah duduk, bila kemarahan masih belum hilang hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad).

Suatu hari saat Kanjeng Nabi Muhammad Saw melihat seseorang sedang marah besar, beliau bersabda, “Aku akan ajarkan kalimat-kalimat kalau dia membacanya akan hilang kemarahannya. Kalau dia mengucapkan A’udzubillahi min as syaithonir rajiim pasti akan hilang amarahnya.” (HR Bukhari dan Muslim). Begitulah Rasulullah mengajari kita cara mengendalikan marah.

Pada suatu ketika, ada seorang penangkar burung jalak bali yang terkenal bertemperamental tinggi datang ke rumah pak Syam. Dia mengeluh bagaimana cara menjual burung jalak balinya agar bisa lancer sebagaimana burung jalak milik pak Syam.
Pak Syam berucap sebagaimana ucapan nabi ratusan tahun yang lalu “La taghdhob wa laka aljannah”. Apa itu pak Syam maksudnya ? Jangan gampang marah, maka kamu akan mendapatkan surga. Loh apa hubungannya dengan penjualan jalak bali pak Syam . . .haya-haya waek pak Syam ini . . .kumaha atuh kang . . .pak Syam ngelantuuurrrr . . .

He he he . . .pak Syam malah ketawa. Ini bukan ngelantur kang . . .Ini ada hubungannya. Jadi kalau kita suka marah maka segala kebaikan yang ada di sekitar kita bakal nyingkir. Jika kita adalah ayah yang suka marah, maka segala potensikebaikan yangdimiliki oleh anak kita tidak bisa berkembang dengan baik. Jika kita adalah suami yang suka marah kepada istri maka segala bentuk kelembutan dan kasih yang sayang yang dimilik oleh istri kita tidak bisa kita rasakan. Jika kita adalah seorang tetangga yang pemarah maka kita akan dijauhi oleh tetangga.


Demikain juga dengan menjual burung. Jika kita memiliki temperamental yang tinggi maka pembeli burung akan takut mendatangi kita. Aura kita bisa dibaca oleh orang lain. Ekspresi wajah kita akan menunjukkan hal itu. Demikian juga dengan intonasi kita saat menerima telepon dari calon pembeli, atau kalimat-kalimat kita dalam bbm ataupun sms, semuanya bisa dirasakan oleh calon pembeli.

Apa lagi jika kita pernah memilik pembeli yang ternyata kurang cocok dengan burung yang pernah dibelinya kepada kita, kemudian kita marahi, maka energy kemarahan itu akan menyebar kepada calon-calon pembeli lainnya. Jika kemarahan itu menyebar maka suatu hari kelak akan menghalangi datangnya para pembeli ke farm kita. Begituuu . . .nyambung to ?
Nah omset penjualan burung yang naik itu sama dengan surga. Surga dunia maksud saya.

Makanya hafalin haditsnya ya. Baca berulang ulang, nanti kan hafal sendiri.
“La taghdhob wa laka aljannah”
“La taghdhob wa laka aljannah”
“La taghdhob wa laka aljannah”

Nah untuk menterapi sang penangkar jalak bali tersebut,  pak Syam memberikan ulet keket sebanyak 25 ekor dan mengatakan kepadanya agar menaruh seekor ulet pada pohon bayem dikebunnya untuk setiap kemarahan yang dia lakukan. Satu kali marah, satu ulet keket dilepas di kebun bayemnya. Kebetulan dia berkebun bayem di samping rumahnya. Ada sekitar 25 batang bayem tumbuh subur di sana.

Hari pertama sang penangkar sudah melepaskan 9 ekor ulet keket, karena seharian ini dia ngomel Sembilan kali. Hari kedua 6 ekor ulet dilepas di kebunnya. Pada hari ke lima ulernya tersisa 6 ekor. Namun bayem dikebunnya sudah ludes di hari ke 4 kemarin.

Sang breeder jalak bali mendatangi pak Syam sambil marah-marah “Apa-apan ini pak Syam. Sudah pembeli burung jalak bali tak kunjung datang, sekarang malah tanaman bayem saya ludes dimakan ulet keket”. Apa ini maksudnya hah . . . bentak sang penangkar jalak bali dengan marah . . .


He he he . . . pak Syam malah ketawa cekikikan . . . kamu sih dibilangi tidak mau. “La taghdhob wa laka aljannah”. Jangan marah maka bayemmu tidak akan habis. “La taghdhob wa laka aljannah” Jangan gampang marah maka rejekimu akan lancer. Karena kalau kamu tidak gampang emosi orang akan seneng bergaul dengan kamu. Kalau orang seneng bergaul dengan kamu maka semua temanmu akan menjadi tenaga marketing yang akan menularkan dari mulut ke mulut informasi tentang jalak balimu. Begitu u u uu  . . .

Marah itu ibarat ulet keket tadi. Dia akan makan apa saja yang dia jumpai. Emosi marah itu juga akan menelan semua potensi kebaikan di sekitar kita, termasuk rejeki kita juga akan dicurinya. Jika kita pemarah maka teman kita akan menjauh. Jika teman menjauh maka kita jadi kesepian, tidak ada orang yang mau diajak tukar fikiran. Akibatnya kita akan stress. Kalau stress akan marah-marah. efeknya burung kita juga tidak laku, wong pembelinya pada takut iya toh.

Terus yang kedua, energy marah itu sangat besar loh. Buktinya tadi uletmu masih sisa 6 toh, tapi bayemmu sudah habis. Artinya 25 batang pohon bayem dihabiskan oleh 19 ekor ulet iya to ? Itulah energy marah. Makanya jangan gampang marah.

“La taghdhob wa laka aljannah”
“La taghdhob wa laka aljannah”
“La taghdhob wa laka aljannah”
( Jangan marah, dan kamu berhak atas surga )

Tidak ada komentar:

Posting Komentar