Rabu, 16 April 2014

Penangkar Jalak Bali Klaten : Uletnya Para Pahlawan Itu


Sebuah sumber menyebutkan, konon Indonesia memiliki 1.594 jenis burung dari 10.000-an jenis burung di dunia,  Jumlah ini menempatkan Indonesia sebagai pemilik burung urutan ke-5 terbanyak di dunia. 

Namun jika ditelisik lebih dalam ternyata kekayaan kita yang begitu besar tersebut, memiliki persoalan mengerikan. Tahukah anda bahwa status burung di Indonesia paling terancam punah di dunia ? Lebih parahnya lagi upaya pelestarian terhadap burung-burung tersebut lebih banyak dilakukan oleh peternak kampong, bukan oleh lembaga perburungan atau oleh pemerintah misalnya. Ironis ! Padahal jelas mereka memiliki otoritas dan sumber daya yang jauh lebih hebat dari para peternak kampong itu.


Perhimpunan Pelestari Burung Indonesia pernah mengeluarkan catatan dimana ada 122 jenis burung di Indonesia terancam punah dan masuk daftar merah IUCN (International Union for Conservation of Nature). Ngeri toh ?

Dari 122 jenis tersebut, 18 jenis berstatus ‘kritis’, 31 jenis berstatus ‘genting’, sementara 73 jenis tergolong ‘rentan’.  

Kok bisa sedemikian parahnya ? Bukanah rakyat Indonesia terkenal sebagai orang yang ramah, baik hati, murah senyum dan tidak sombong ? Kok bisa kekayaan hayati tersebut hingga terancam punah kebeadaannya dengan tingkat ancaman paling serius di dunia ?

Para cerdik pandai dan komentator itu punya analisa begini. Kata mereka ada banyak faktor seperti perburuan dan perdagangan. Yang utama terancam punahnya berbagai jenis burung di Indonesia adalah gangguan atau tekanan pada habitat mereka. Pengrusakan lingkungan alami (hutan) menjadi lahan pertanian, perkebunan, hingga pembangunan infrastruktur untuk kegiatan industri, merupakan serangkaian aktifitas yang menyebabkan berkurang bahkan hilangnya habitat burung, sebagaimana pernah diungkapkan Ria Saryanthi, Manager Program Konservasi Burung Indonesia dalam siaran pers saat  memperingati Hari Sejuta Pohon beberapa waktu yang lalu.

Upaya Pelestarian

Berbicara mengenai pelestarian burung, mestinya menjadi tema yang menarik, mengingat keberadaan burung-burung yang semakin dekat dengan ancaman kepunahan tersebut. Namun sayangnya di lapangan justru menjadi pekerjaan yang menyedihkan. Karena berbagai upaya pelestarian burung baik yang dilakukan oleh lembaga pecinta satwa maupun pemerintah sering kali tidak menyentuh pada pokok persoalannya. Mereka nampaknya hanya pandai berwacana di tataran teori yang sering kali membuat para penangkar (penyelamat burung ) itu bingung karena tidak nyambung dengan persoalan riilnya.

Mereka kadang hanya berorientasi pada proyek semata dan dalam prakteknya mereka tidak menyentuh pada aspek riil dengan sunguh-sungguh. Mereka hanya senang berwacana dengan menunjukkan data statistik yang tidak jelas jluntrungannya.

Yang justru bergerak pada tindakan nyata dalam pelestarian ini adalah para peternak kampong, misalnya seperti para peternak Jalak Suren, Jalak Putih dan Jalak Bali yang banyak terdapat di Kabupaten Klaten. Namun ironisnya usaha nyata dari masyarakat ini tidak mendapat respon yang berarti dari pemerintah maupun lembaga pelestari burung.

Ironisme Peran Penangkar.

Sementara itu, sebagai sebuah contoh, di Klaten Jawa Tengah terdapat ratusan penangkar Jalak Suren, Jalak Putih dan Jalak Bali. Mereka berjibaku menangkarkan burung-burung tersebut dengan semangat yang tinggi namun terabaikan oleh para pemangku kepentingan. Mereka kurang mendapatkan perhatian yang memadai dari para pemangku kepentingan seperti dinas pertanian kabupaten, kementerian kehutan (BKSDA) Jawa Tengah. Apa lagi oleh kementerian pusat.

Padahal sesungguhnya para penangkar ini layak disebut sebagai pahlawan penyelamat burung-burung itu. Mereka dengan berbekal modal yang seadanya, ilmu yang cupet tanpa bimbingan siapapun mereka tetap menangkarkan burung-burung itu dengan penuh semangat.

Melihat keberadaan mereka bahkan mungkin tidaklah berlebihan jika saya katakan bahwa sampai saat ini mereka masih menjadi anak tiri yang ditelantarkan oleh bapak kandungnya. Padahal peran mereka sangat nyata. Beratus burung bisa merek hasilkan dari penangkaran mereka setiap bulannya, tanpa dorongan pihak-pihak yang mestinya memberikan dorongan, bimbingan atau syukur-syukur memberikan bantuan modal itu.

Inilah yang saya sebut sebagai ironisme penyelamatan burung dari ancaman kepunahan. Tapi untunglah para penangkar ini adalah orang-orang yang berfikiran sederhana yang tidak berharap banyak uluran tangan dari berbagai pemangku kepentingan di atas.


Namun begitu semestinya pemangku kepentingan ( pemerintah ) memahami bahwa tugas pemberdayaan masyarakat ( penangkar ) juga berada di pundak mereka, walaupun para penangkar yang jumlahnya ratusan ini tidak pernah mengungkapkan keluhannya. Semoga pihak-pihak yang menjadi pemaangku kepentingan itu segera mengerti.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar