Selasa, 24 Maret 2015

AHA Breeding Klaten : Tukang Burung, Berhutang Untuk Beli Burung (jalak Bali), Malah Bingung . . . . Lah . . . Piye to ?

Oleh : Pak Syam, Penangkar burung Jalak Bali Klaten
Hp. 081280543060, 087877486516, WA. 081280543060, Pin BB. 53E70502, 25D600E9



Sore itu kang Gito tampak keheranan atas kejadian yang dialaminya. “Kok bisa ya . . . heran saya . . .kok bisa ya ?” gumamnya berkali-kali. “Saya benar-benar heran kok bisa. Uang yang satu juta itu kemana ya ? tanyanya kepada diri sendiri.

“Ada apa kang Gito, kok gemremeng sendirian ?” tanya Hari mengagetkan. “Eh kamu to Ri. Kaget aku . . . ini lo aku kehilangan uang satu juta,” kata kang Gito menerangkan. “Hilang di mana Kang ?” tanya Hari. “Nah itu yang aku bingung. Untung istriku belum tahu, kalau tahu . . . walah bakal ada perang baratayuda ini,” katanya panjang lebar.

“Loh . . .gimana to kang Gito ini kehilangan uang kok gak ngerti hilangnya di mana ?” kata Hari keheranan. “Lah kalau aku ngerti hilangnya di mana . . .ya nggak jadi hilang to Leee . . . cah stress tenan kamu ini,” jawab kang Gito geregetan. “Iyaa . . . iyaa . . .maaf kang,” kata Hari.

“La kejadiannya gimana to kang ? sambung Hari.

“Gini lo Ri ceritanya. Kemarin saya kan ditawari sepasang  burung jalak bali harganya 17 juta sepasang. Tapi saya gak punya uang sebanyak itu. Karena saya kepingin banget punya burung jalak bali, terus saya pinjam uang kepada Mas Haryo. Tapi dia hanya punya 10 juta, terus saya nambah lagi ngutang kepada mas Seno juga 10 juta. Setelah itu saya bayarlah burung itu sebesar 17 juta, sisanya kan 3 juta.  Trus saya masukkan ke dalam dompet.” Kata kang menceritakan.

“Oke . . . manteb, punya burung jalak bali dan masih punya 3 juta di dompet. Manteb kang !” komentar mas Hari.

“Manteb gundulmu itu Le .  .  . “! bentak kang Gito sewot.
“Iya . . .iya . . .maaf kang. Terus gimana kang ?” tanya Hari.

“Saya lanjutkan ya . . . terus sore harinya saya pikir-pikir kok sisanya masih banyak ya. Terus saya punya inisiatif untuk mengembalikan uang itu, masing-masing 1 juta kepada mas Haryo dan 1 juta kepada mas Seno. Biar besok mengembalikannya jadi agak ringan. Jadinya hutang saya kepada mas Hario menjadi 9 juta dan kepada mas Seno juga tinggal 9 juta. Sekarang saya punya sisa pengembalian tersebut cuma 1 juta. Padahal 9 + 9 = 18. Yang 1 juta itu lo ke manaaa . . . . ??? ” lanjut kang Gito.

 “Loh gimana sih kang Gito. Coba kita hitung lagi. Total hutang kan 10 juta + 10 juta. Jadinya 20 juta. Terus untuk membeli burung jalak bali seharga 17 juta, berarti masih sisa 3 juta. Terus kembalikan kepada mas Hario dan mas Seno masing-masing 1 juta. Nah 9 juta + 9 juta kan 18 juta, itu sekarang sisanya tinggal berapa ? tanya Hari tak kalah bingungnya.

"Satu juta" jawab kang Gito.  “Lah . . . kok bisa begitu . . . Yuk kita hitung lagi, biar jelas !” kata Hari mengajak menghitung bersama-sama.

“Oke sekarang kita hitung bersama-sama ya . . . 9 + 9 + 1 =  19” kata mereka serempak.  “Nah to . . . totalnya kan hanya 19 jt to . . . Kan harusnya 20 juta. Yang satu juta kemanaaaa . . .bingung saya ?” kata kang Gito makin kebingungan.

Di tengah kebingungan yang tak tentu arahnya itu datanglah si Danang,”Ada apa ini . . .ada apa . . .hah . . . ada apa ?” tanya Danang sambil ngeledek. “Ada apa . . . ada apa .  .gundulmu itu. Aku ini sedang pusing kok kamu malah bikin onar saja !” kata kang Gito diliputi emosi tingkat tinggi.

“Sabar kang . . .sabar . . .gitu saja kok marah, memang ada masalah apa ? tanya Danang menenteramkan kegalauan Kang Gito.

“Ini lo Nang, kang Gito kehilangan uang satu juta rupiah,” jawab Hari. “Wah kang Gito kehilangan uang satu juta rumah . . . dimana hilangnya.? tanya Danang tampak kaget.
Akhirnya Hari menceritakan pengalaman yang baru saja di alami pak Gito dari A sampai Z. “Ha . . . ha . . . ha . . . “ Danang tetawa terbahak-bahak. “Hai kok malah tertawa kamu Nang, bukannya sedih temannya kehilangan uang satu juta ?” tanya Hari. “Memang Danang itu bocah stress kok, dia seneng kalau ada orang susah. Dia sukanya menari di atas penderitaan orang lain,” kata kang Gito bersungut-sungut.



“Maaf . . .maaf kang Gito . . . . kok sensitive sekali to. Aku tertawa karena aku juga pernah mengalami kisah kayak gitu. Malah lebih parah. Karena ketahuan istriku akhirnya pecah deh perang baratayuda di rumahku. Saya hutang 10 juta malah hilang 16 juta,” jawab Danang. Kemudian dia menceritakan pengalamannya setahun lalu.

Waktu itu dia pingiiiinnnn banget memiliki kenari jagoan seperti si Bagong kenari milik mas Agus yang bisa dibawa ngamen ke berbagai lomba kicau. Lumayan sebulan bisa ikut lomba 3-4 kali. Sekali turun bisa mendapat 300 -750 ribu. Lumayan to ? Bahkan pernah sebulan turun turun full empat kali dan menggondol juara satu terus, total hadiahnya dapat tiga juta.
Danang ngiler mendengar cerita tersebut. Kemudian dia bermaksud membeli kenari F2 seharga 7 juta. Tapi sayang karena penangkaran kenarinya sedang surut dia tidak memiliki uang. Dia memutar otak,”Ahaiii .. . aku ada ide,” katanya sambil melompat “Yessss . . .!!!

Ide apa itu ? Jawabannya ada di dompet istrinya. Berhari-hari dompet istrinya menjadi sasaran. Dan kesempatan itupun akhirnya tiba juga. Dia mengambil dompet istrinya di lemari baju kamar tengah. “Wah ada 5 juta. . . masih kurang 2 juta nih,” bisiknya. Setelah itu dia meminjam uang kepada si Iwan juga 5 juta. Kelebihannya sebesar 3 juta mau dia buat beli amunisi untuk persiapan lomba bulan depan yaitu kandang yang bagus, estra fooding yang joss, kaos gambar kenari untuk dirinya dan tim soraknya.

Maka sore itu dia membayar kenari jagoannya. Setelah burung di bayar uangnya masih tersisa 3 juta. Kemudian dia pikir-pikir lagi. Sisa 3 juta kebanyaan ah . . .Maka diam-diam dia mengembalikan uangnya 1 juta ke dalam dompet istrinya. Dan 1 juta lagi dikembalikan kepada Iwan.

Tapi kok di dompetnya juga tinggal satu juta. Berkali-kali dia menghitung hutangya. Hutangnya 5 + 5 = 10. Dikembalikan 1 ke dompet dan 1 juta ke mas Iwan . kok ini sisanya tinggal satu juta. Dia menghitung lagi : 4 +4 = 8 . . .kok ini sisanya tinggal 1 juta . . .??? Yang 1 juta lagi kemanaaaa . . . ???

Di tengah kepanikan karena kehilangan uang satu juta . . . tiba-tiba dari jarak sekitar lima meter, ada sesosok perempuan paro baya berbadan gemuk mamakai daster hijau. “Kamu jadi tuyul ya sekarang . . .” teriaknya sambil memukul tubuh Danang berkali-kali. “Kamu nyolong duit saya di lemari ya,” katanya sambil terus memukuli suaminya dengan sapu lidi. Bahkan pukulannya semakin kencang saja. Danang babak belur . . .

“Ampun-ampun . . .ampun bune. Jangan mukuli terus,” kata Danang meminta ampun kepada istrinya yang kalap karena uangnya dia colong. Karena kalap uang hasil panen melinjo dicolong suaminya, dia tetap memukul suaminya. Tidak cukup sampai di situ bahkan dia juga menyabet kurungan burung kenari yang tergantung di sebelahnya, sampai berantakan. Dan burung kenari F1 yang baru saja dibeli Danang ngacir ke pohon mangga depan rumah.

“Wah tujuh juta . . .terbang . . .,” teriak Danang. “Hah . . . jadi uang sebanyak  itu kamu belikan burung itu  kang . . .? kata istrinya menjerit.

Rabu, 18 Maret 2015

AHA Breeding Klaten : Penangkar Burung Jalak Bali Klaten : Tukang Burung Terdampar di Stasiun Purwokerto


Sebagai tukang burung, saya biasa wira-wiri naik kendaraan umum menyinggahi berbagai kota di pulau Jawa. Selama ini saya memang seringnya gak sampai hati jika mengirim burung pakai jasa pengiriman hewan pada umumnya. Gak tahu kenapa begitu. Rasanya gak enak saja.

Selama masih bisa dijangkau oleh kereta api, atau didatangi dengan perjalanan darat lainnya, saya sering mengantarkan burung jalak bali pesanan konsumen sampai ke alamat. Konsekwensi atas pilihan ini maka saya sering wira-wiri alias bolak-balik naik kendaraan umum, terutama kereta api.

Sebenarnya saya paling senang jika pembeli memiliki waktu untuk datang sendiri ke gubug saya di Klaten. Dan Alhamdulillah memang banyak juga penggemar burung jalak bali yang mampir ke gubug saya. Biasanya mereka sekalian melihat-lihat kandang penangkaran burung jalak bali saya, nanya-nanya cara merawat burung jalak bali, ingin melihat langsung bagaimana cara menyuapi burung-burung jalak bali yang masih berusia dini dan lain-lain.

Tentu saja selama menjalani aktivitas wira-wiri tersebut, ada banyak pengalaman yang layak untuk saya catat. Salah satunya yang saya alami awal pekan ini.
Seperti biasanya sore itu saya diantar istri dan ditemani si bungsu, Azzam ke Stasiun Kereta Api Klaten. Sore itu saya akan berangkat ke Jakarta.

Berkereta dengan tujuan ke Jakarta, dalam beberapa bulan ini saya biasa pakai kereta api Senja Utama Jogjakarta. Saya pilih kereta ini karena jam keberangkatannya yang enak yaitu pukul 20.30 dari stasiun Tugu Jogjakarta dan sampai di Stasiun Jakarta Pasar Senen menjelang pukul 5 pagi. Menurutku ini waktu yang pas untuk bepergian ke Jakarta. Kalau ikut kereta lain, sampainya di Jakarta kepagian, masih gelap  . . . ngerii . . . banyak kejahatan. Kalau sampainya kesiangan, panas . .. ngerii . . .macet . . . he he he . . .

Setelah membeli tiket kereta api Lodaya (untuk transit di Jogjakarta) saya masih ada waktu untuk bercengkerama dengan istri. Tak lama kemudian ada pengumuman kereta api Lodaya akan segera masuk ke jalur satu. Penumpang berjejal memasuki pintu kereta api jurusan Bandung itu.

Di sore yang cerah itu kereta api Lodaya membawaku menuju stasiun kereta api Tugu Jogjakarta. Setelah selesai sholat isya seperti biasanya saya menyempatkan diri untuk pijet terlebih dahulu beberapa saat. Sejak dilakukan perbaikan managemen di PT. KAI kini di Stasiun Tugu Jogjakarta terdapat tiga corner yang menyediakan kursi pijat elektronik. Murah meriah, hanya dengan selembar uang sepuluh ribu rupiah kita bisa melepaskan ketegangan otot-otot kita selama sepuluh menit. Saya hampir ajeg memanfaatkan jasa pijet ini, lumayan untuk sekedar relaksasi dan melenturkan otot-otot punggung.

Tak lama kemudian kereta api Senja Utama Jogjakarta siap meluncur membawa penumpang menuju Jakarta. Sekitar setengah jam kereta meluncur. Kondektur memasuki gerbong enam tempat saya duduk, untuk melakukan pemeriksaan tiket. Tiket saya berikan. Agak lama kondektur memandangi tiket. Ini gak biasanya. Kemudian dengan tenang dia mengatakan,”Tiketnya salah pak. Ini tiket kereta api Senja Utama Solo yang berangkat pukul enam sore tadi.”

Dengan rasa tidak percaya saya minta tiket tersebut. Kemudian saya pelototi, alamaaak . . . teryata memang benar ini tiket kereta api Senja Utama Solo. Wah saya salah naik kereta dong . . .

Pak kondektur mengatakan bahwa saya harus turun dari kereta Senja Utama Jogjakarta ini, karena saya tidak memiliki tiketnya. “Gimana pak mau turun di Stasiun Wates atau Stasiun Kutoarjo ?” tanya Kondektur. “Kutuarjo saja pak,” jawab saya singkat. Saya memilih untuk turun di Stasiun Kutoarjo dengan niat untuk membeli tiket lagi, seadanya tiket kereta api merk apa saja gak masalah asalkan jurusan ke Jakarta.

Saya diminta untuk pindah ke gerbong restoran . . . biar gampang memantaunya . . . sebagai pesakitan saya, saya tidak terlalu terpengaruh dengan kasus ini . . .

Menjelang Stasiun Kutoarjo kondektur menghampiri saya,”Maaf pak, saya lupa Kereta Senja Utama Jogjakarta tidak berhenti di Stasiun Kutoarjo, tapi berhentinya di Stasiun Gombong. Gimana pak , apa sekalian turun di Stasiun Purwokerto saja ?!” Saya menyetujui sarannya, mengingat Stasiun Gombong adalah stasiun kecil sehingga peluang untuk bisa mendapatkan tiket ke Jakarta semakin kecil

Sekitar pukul 23.00 saya sampai di Stasiun Purwokerto. Begitu kereta berhenti saya langsung berlari ke loket dengan menyerobot melalui pintu masuk. Segera saya menuju loket satu dengan harapan bisa mendapatkan tiket kereta Senja Utama Jogjakarta yang barusan saya tumpangi. Namun nasib berkata lain, saya tidak mendapatkan tiket kereta itu. Juga kereta-kereta lain yang menuju ke Jakarta.

Terlintas dalam benak saya untuk mencari penginapan di Kota Purwokerto dan melanjutkan perjalanan ke Jakarta esok hari dengan menggunakan kereta Fajar Utama Jogjakarta atau Sawunggalih Pagi. Namun niat itu saya urungkan.

Stasiun Purwokerto, dini hari

Tiba-tiba saya ingin balik ke Klaten saja. Maka malam itu saya tidak jadi melanjutkan perjalanan ke Jakarta dan balik lagi ke Klaten dengan menggunakan kereta api Argo Lawu.

Gema adzan subuh menghias langit Klaten, saat saya kembali menjejakkan kaki di stasiun yang aku tinggalkan maghrib kemarin. Dua rokaat di musholla stasiun ku lalui dengan mata yang berat. Tak lupa wirid ku lantunkan, dan sepenggal do’a ku panjatkan kepada Ilahi Robbi. Kemudian dengan diantar tukang ojeg saya meluncur ke rumah.

Suasana lengang saat memasuki kampungku kembali. Dengan ditemani sayup-sayup suara adzan yang telat dikumandangkan saya terhenti sejenak di teras rumah. Rupanya istri dan anak-anak saya belum bangun. Saya mau mengetuk pintu agak ragu, karena ini pasti akan mengagetkan mereka. Persis di depan pintu, saya menelepon istri saya . . .

Saya diberondong berbagai pertanyaan oleh istri dan ketiga anak saya, ada apa kok balik lagi ? Anak saya yang nomor tiga biasanya paling susah dibangunkan subuh, pagi itu nampak kaget,”Saya kira tadi ada perampok,” celetuknya disambut tawa seisi rumah. “Sudah sana ke masjid dulu, mumpung belum komat,” kata saya kepada anak-anak. erekapun berangkat menuju masjid yang berjarak sekitar tiga ratusan meter dari rumah kami.

Dan pagipun menjelang. Semburat kekuningan memancar dari ufuk timur. Burung-burung ramai bersahutan membelah pagi, seakan tidak terpengaruh oleh gerimis pagi yang mulai berjatuhan. Mata hari enggan menampakkan kegairahannya, maklum musim penghujan. Namun sekalipun hari-hari di musim ini nampak kurang bergairah, bagi kami para penangkar burung, musim hujan adalah musim berkah. Di musim ini burung-burung cenderung aktif berproduksi, kecuali burung-burung yang tidak tahan dingin seperti burung kenari, love bird, dan berbagai jenis burung impor khususnya dari Afrika. Maka bagi penangkar burung jenis jalak, cucak rawa, kacer, dan murai batu, musim penghujan adalah musim datangnya rejeki . . .

Tak terasa setengah hari saya lalui hariku bergelut dengan urusan kandang. Memberi pakan, mengganti air mandi burung, mengecek telur dan beberapa kali menerima telepon soal burung jalak bali dan membalas WA yang masuk ke telephon. Itulah hari-hariku saat saya berada di rumah.

Siang hari sambil menjemput anak pulang sekolah saya mampir ke stasiun untuk membeli tiket kereta api Senja Utama Jogjakarta. Alhamdulillah tiket masih banyak, maklum ini hari Senin tiket kereta jurusan ke Jakarta dan Bandung memang masih banyak. Beda dengan hari Minggu. Di hari Minggu tiket kereta api dengan tujuan ke dua kota tersebut selalu ludes, bahkan  beberapa pekan sebelumnya.

Minggu sore saya berangkat lagi. Malam itu saya kembali menyusuri rel kereta yang sama. Dengan menggunakan kereta yang sama, namun Alhamdulillah dengan nasib yang berbeda dengan perjalanan sehari sebelumnya.

Saat pemeriksaan tiket dan melintasi stasiun Wates saya kembali teringat pada dua momen yang telah memberiku “pencerahan” dalam hidupku kemarin; di mana hidup ini memang tidak sepenuhnya pararel dengan kehendak kita. Ada saatnya kita bakal dihadapkan pada kondisi yang sama sekali tidak kita kehendaki. Maka menyiapkan mental untuk bisa menerima semua keadaan yang terjadi, menjadi “lifeskill” yang semestinya kita miliki. Apa lagi sebagai tukang burung, hal itu sangat penting . . . agar kita bisa menjadi tukang burung yang tahan banting.

Duduk di sebelah saya, sebut saja Pak Rudi. Beliau baru tiba dari Temanggung untuk urusan mobil innova miliknya yang digadaikan temannya tanpa sepengetahuannya. Dua belas hari beliau melacak temannya yang awalnya beliau ketahui berdomisili di Bantul Jogjakarta, namun ternyata sekarang sudah menjadi Lurah di salah satu desa di Kabupaten Temanggung itu. Urusan mobil tidak selesai, beliau kehabisan bekal karena harus hidup di rantau orang tanpa sanak tanpa family, akhirnya beliau memutuskan untuk kembali ke Pamulang Tangerang Selatan dengan tangan hampa. Dalam hati saya bersyukur tidak mengalami kejadian seberat beliau.

Minggu, 15 Maret 2015

AHA Breeding Klaten : Penting Untuk Semua Penghobi Burung Jalak Bali


Sehubungan dengan maraknya penipuan secara online, termasuk penipuan dengan modus jual beli burung, dengan ini kembali kami mengingatkan saudara-saudaraku penghobi burung agar senantiasa berhati-hati dalam melakukan transaksi.

Jangan lupa untuk selalu melakukan kontak langsung dengan penjual atau pembeli, jangan bosan untuk terus melakukan check and recheck. Ini terutama jika penjenengan dalam posisi sebagai pembeli dan sudah positif akan mentransfer uang pembayaran burung.

Wabil khusus kepada saudara-saudaraku yang akan membeli burung jalak bali ke penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" kami selaku pemilik dari penangkaran tersebut memberitahukan hal-hal berikut :

1.       Penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" tidak memiliki cabang ataupun agen di tempat lain dan hanya memiliki satu tempat penangkaran yaitu di kota Klaten Jawa Tengah;

2.      Penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" tidak memiliki team pemasaran, selama ini pemasaran hanya berada di tangan satu orang saja yaitu bapak Syamsul Hadi alias pak Syam;

3.      Penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" hanya menggunakan no hp milik pak Syam yaitu 081280543060, 087877486516. WA 081280543060 Pin BB. 53E70502, 25D600E9;

4.      Penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" tidak melakukan deal dalam transaksinya kecuali dilakukan melalui kontak langsung dengan pak Syam terlebih dahulu;

5.      Penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" dalam bertransaksi   hanya menggunakan rekening bank tertentu. Nomor rekening bank akan kami sampaikan setelah ada kesepakatan antara kami sebagai penjual dan Saudara sebagai pembeli;

6.      Untuk itu jika Saudara akan membeli burung jalak bali ke penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" maka pastikan bahwa Saudara benar-benar mengontak pak Syam ( bukan orang lain ) dan pastikan bahwa saat Saudara mentransfer pembayaran burung, Saudara mentransfer ke nomor rekening bank yang kami sampaikan ( bukan nomor rekening yang lain );

7.      Jika ada transaksi yang mengatas-namakan penangkaran burung jalak bali "AHA Breeding Klaten" namun tidak sesuai dengan ketentuan di atas, maka bisa dipastikan bahwa transaksi tersebut bukan dari kami. Sehingga segala konsekwensi yang timbul otomatis tidak menjadi tanggung jawab kami.

8.     Transaksi paling aman adalah COD alias copy darat, yaitu datang ke tempat saya di Klaten, tapi jika tidak memungkinkan, terpaksa melalui jalur online dengan tetap tidak meninggalkan kewaspadaan. Sekian terima kasih. Salam kicau !!!